Di hari ia yang nantikan ini, Putri Campa berhias sebaik-baiknya. Hati berdebar rasanya ketika akan berjumpa dengan yang tak terkasih. Ya.. hari ini ia akan berjumpa dengan Sang Prabu, walau jejak Tanya masih meliputi hatinya karena semenjak pernikahan mereka, Sang Prabu lah yang berkunjung ke kediamannya, bukan ia yang berkunjung ke kediaman Sang Prabu. Namun, sebentar lagi ia akan mengetahuinya.
Awan hitam turut hadir melingkupi Trowulan, membalutnya dalam kegelapan mendung, meski saat itu hari masih pagi. Sang Surya bagai menyembunyikan diri, seolah tak ingin melihat apa yang akan terjadi pada pagi ini.
"Silahkan duduk Putri." Kata Sang Prabu kepada Sang Putri, yang menyembunyikan kernyit yang ada di dahinya. Rupanya Sang Prabu tidak sendirian di Ruang Tamunya, namun terdapat seorang petinggi Kerajaan, dan juga... Permaisuri Wulandari?
Debar di hatinya makin kencang, di saat inilah ia bersyukur pernah mempelajari teknik menenangkan diri. Di permukaan ia nampak tenang, menutupi gejolak yang ada di hatinya.
"Putri, terimakasih banyak kau telah menjadi permaisuriku selama ini. Namun, Aku telah memutuskan bahwa mulai hari ini, kita bercerai." Kata Sang Prabu tanpa ekspresi.
Sang Putri menatapnya dengan penuh ketenangan dengan posisi duduk yang begitu anggun. Tak ada yang tahu bahwa ia begitu menahan tubuhnya yang mulai bergetar dan matanya yang mulai menghangat. Ia menghela nafas dan berkata,
"Baik Sang Prabu, jika memang seperti itu titah Anda. Adakah Surat yang perlu saya tandatangani sebelum saya pergi darisini?"
Petinggi Kerajaan menyodorkan sebuah Surat Perceraian, yang kemudian Sang Putri tandatangani. Tak ada gunanya ia mempertanyakan mengapa disini. Sang Prabu bahkan tak berkomunikasi dengannya, apalagi meminta pendapatnya.
Sang Putri ingin segera pergi, sebelum tangisnya meledak. Tapi ia tidak akan menangis di ruangan ini. Tidak.
"Tunggu dulu!" kata Sang Prabu
Petinggi Kerajaan mengulurkan Surat lainnya, yaitu Surat Pernikahan antara ia dan Pangeran Ario Damar?
"Pangeran Ario Damar yang gagah berani memiliki begitu banyak prestasi di Majapahit juga dalam memperluas nusantara. Ia pun memimpin Palembang dengan begitu baik. Ia layak mendapatkan hadiah terbaik, yaitu Kau." Lanjut Sang Prabu, yang membuat Sang Putri tak bisa menyembunyikan keterkejutannya.
Bagaimana bisa ia dianggap sekedar hadiah yang bisa diserah-terimakan begitu saja, dan mantan suaminya itu menikahkannya dengan anak kandungnya sendiri?
Sang Putri sontak berlari, ia tak tahan lagi, tubuhnya bergetar hebat, matanya menumpahkan banyak air mata ketika ia berlari. Langit seolah turut menangis, menjatuhkan jutaan air mata di Trowulan. Sang Putri berlari menembus hujan yang telah turun.
Dayang Kinasih yang menunggu di luar ruangan, kaget dan mengejarnya sembari berteriak khawatir,
"Putri...! Mohon untuk tidak hujan-hujanan, nanti sakit""BUKAN HUJAN YANG AKAN MEMBUAT ORANG MENJADI SAKIT!!!" gelegar Sang Putri, dan melanjutkan berlari.
"Tapi manusia, manusialah yang membuat hati manusia lain begitu sakit seperti ini." Isak Sang Putri sambil meremas dadanya yang sangat perih. Ia harap jiwanya dalam lepas dari raganya. Pertahanan dirinya runtuh, tak kuasa ia menahan sakit seperti ini.
"Tinggalkan Aku! Biarkan Aku sendiri!" perintah Sang Putri kepada Dayang Kinasih yang rupanya menyusulnya. Dayang Kinasih mundur dengan patuh. Ia mengintruksikan kepada pengawal wanita yang menyertainya untuk kembali ke kediaman Sang Putri dan menyiapkan air panas untuk mandi Sang Putri nanti. Sementara Dayang Kinasih sendiri diam-diam mengikuti dan memantau Sang Putri yang kini berada di taman bunga. Ia khawatir sesuatu terjadi kepada Sang Putri.
"Ya Allah... mengapa? Mengapa ini terjadi? Padahal selama ini aku berusaha sekuat tenaga untuk membaktikan diri pada suamiku! Aku melakukan segala macam cara untuk menjadi istri yang baik.. aku mencintai Suamiku.. Ya Allah.. tapi ia meninggalkanku begitu saja" sang Putri terisak-isak, air matanya menyatu dengan hujan.
Suara Petir menggelegar di langit seperti memberi jawaban. Bunga-bunga yang telah ia rawat hingga berkembang secantik ini berjatuhan di depan matanya, tak kuat menahan derasnya hujan. Semua adalah bahasa alam yang kemudian Sang Putri baca dan pahami, ia pun beristighfar dan bersujud.
"Ya Allah... ampuni hamba-Mu yang sangat lemah ini, mohon ampunilah aku. Selama ini hamba begitu mencintai suami hamba, yang mungkin melebihi cinta hamba kepada-Mu, astaghfirullahaladzim"
"Selama ini hamba telah lalai, seharusnya hamba berbakti kepada suami ialah untuk menggapai Ridho-Mu, sebagai wujud ketaatan hamba pada-Mu. Namun, hati ini rupanya hanya mengharap ridho suami, bukan ridho-Mu, supaya disayang suami melebihi istrinya yang lain. Bukan mengharap kasih sayang-Mu" Sang Putri pun memperbanyak istighfarnya.
Hujan berjatuhan semakin deras, turut serta membasuh luka di hati Sang Putri yang kemudian berlutut, menengadahkan tangan ke langit, dan menunduk begitu dalam. Berharap ampunan dari rabb-Nya. Ia menyesali tadi ia menginginkan kematian karena tak kuat menahan sakit di dadanya. Padahal Sang Maha Penyayang telah begitu menyayanginya. Kelebat demi kelebat kenikmatan yang ia peroleh sedari dalam kandungan ibunya hingga detik ini terbayang di ingatannya. Berusaha ia hitung nikmat yang ia peroleh dari Rabb-nya, namun ia tak mampu menghitungnya.
"Alhamdulillah 'ala Kulli Hal" ucap Sang Putri.
Bukanlah hal yang mudah berucap syukur di saat seperti ini. Namun, kehilangan keimanan dan ketakwaan kepada Penguasa langit dan bumi lebih mengerikan dibandingkan kehilangan suami.
Sang Putri berdiri dan berjalan ke kediamannya. Sebentar lagi waktu dhuhur, ia tak boleh terlambat. Tiba-tiba ia teringat sesuatu, yaitu Surat Pernikahannya dengan Pangeran Ario Damar.
"Ya Allah... ujian apa yang Engkau berikan kepada hamba-Mu yang lemah ini. Pangeran Ario Damar adalah anak kandung dari mantan suami hamba ya Rabb...."
Surat An Nisa ayat 22 dalam Alquran terngiang di benaknya.
'Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita yang telah dinikahi oleh ayahmu'"Mengapa Sang Prabu tega menjerumuskanku dalam dosa?" tanyanya lemah. Sang Putri limbung, tiba-tiba Dayang Kinasih sudah berada di sisinya dan menyelimutinya dengan selimut tebal, serta membawanya masuk ke kediaman Sang Putri.
Rupanya disana Sang Putri telah dinanti oleh utusan Sang Prabu, yang membawa Surat Rahasia bersegel. Utusan tersebut telah berada di kediaman Sang Putri semenjak Sang Putri masih berada di kediaman Sang Prabu. Surat tersebut hanya boleh dibaca oleh Sang Putri jika ia telah kembali ke kediamannya. Sang Putri menerimanya dengan penuh tanda Tanya.
"Apa gerangan isi Surat ini?"
***
Bersambung ke Part 11 - Surat Sang Prabu
***Let's Sing :
'Penguasa Alam.. Tolonglah pegangi aku..
Biar ku tak jatuh, pada sumur dosa yang terkutuk
Dan menyesalkan cintaku...'
-Rossa, Takdir Cinta-LIKE saja. It's Free ^^
KAMU SEDANG MEMBACA
PRINCESS CAMPA
Historical FictionKisah yang diangkat dari abad ke-15 dengan setting Kerajaan Majapahit ini menceritakan tentang kisah kehidupan Istri Raja, yang dari rahimnya lahir para pemimpin nusantara. Jika gelar Sultan Muhammad Al Fatih disematkan kepada pembuka Konstantinopel...