Satu purnama telah berlalu semenjak malam itu. Pangeran Ario Damar telah berada di Palembang. Ia paham betul situasi di Palembang karena beberapa tahun yang lalu ia juga memimpin Palembang sebagai Putra Mahkota Kerajaan Majapahit. Bahkan, ia sempat berguru beberapa bulan kepada Sunan Ampel yang ketika itu berdakwah di Pulau Sumatera.
Setelah malam itu, keesokan harinya Putri Campa merasa kurang sehat. Setiap pagi ia merasa begitu pusing dan mual. Tak kuasa ia menahan isi perutnya yang bergejolak meminta dikeluarkan. Dayang Kinasih yang sudah memiliki anak, melihat kondisi Sang Putri dengan tersenyum. Ketika Sang Putri menolak sarapan yang diberikan, bahkan menolak Susu Kambing yang biasa ia sukai, Dayang Kinasih berkata, “Ketika Mariyah hamil dan menyusui Ibrahim bin Muhammad Rasulullah, ia senantiasa minum Susu Domba. Bayi Ibrahim lahir dengan kulit yang putih bersih dan sehat.”
“Dayang Kinasih! Perkataanmu menyadarkanku bahwa, kira-kira satu bulan ini, datang bulan belum menghampiriku.” Putri Campa berucap syukur sembari mengelus perutnya penuh kasih.
“Putri harus paksakan diri untuk makan dan minum yang sehat, sedikit – sedikit saja dulu, demi Calon Pemimpin Besar Islam di Rahim Putri.” Anjur Dayang Kinasih. Tangannya dengan lihai memijat tengkuk dan pundak Sang Putri.
“Aku mohon padamu Dayang, tolong rahasiakan hal ini. Aku hendak memastikan terlebih dahulu bahwa aku benar-benar mengandung, dan Aku ingin, Prabu-lah yang pertama tahu mengenai hal ini, aku berharap bisa mengatakannya langsung kepadanya. Yah.. kecuali Prabu yang bertanya langsung kepadamu.” Kata sang Putri sedikit tertawa getir.
--
Kenyataannya, Sang Prabu belum pula mengunjunginya semenjak malam itu yang berarti sudah satu bulan. Selama satu bulan, Sang Putri mengalami mual dan muntah yang hebat, ia merasa lemah. Waktu mandi dan waktu wudhu terasa menyakitkan baginya, karena kerongkongannya selalu tercekat pahit dan mengeluarkan isi perut. Dayang Kinasih dengan bijaksana, mengabarkan bahwa Putri sedang butuh istirahat, dan belum bisa melakukan aktivitas mengajar Sang Putri kepada rakyat, juga kepada para Putri Raja dan Bangsawan. Sementara masa itu, pengajaran tetap dilakukan oleh para Putri Raja dan Bangsawan yang ilmunya sudah mumpuni.
Putri Campa merasa tak berdaya. Di saat-saat seperti ini, ia membutuhkan kasih sayang dari suaminya. Ia berusaha berpikiran baik kepada suaminya. Mungkin suaminya sedang sibuk, atau berada dalam perjalanan kenegaraan, yang mengakibatkannya lelah hingga belum mengunjunginya. Namun, ketika ia mendengar kabar bahwa Sang Prabu berada di kediaman Permaisuri Wulandari, hatinya terasa sakit. Air matanya meleleh. Ia teringat kediaman Permaisuri Wulandari yang begitu rapi dengan semerbak aroma wangi melingkupi, dan Sang Permaisuri yang begitu jelita, dengan rambut tergerai dengan hiasan emas, menjulur melewati bahunya yang terbuka.
“Bukankah dulu ketika Prabu setiap hari disini, aku yang menyarankan supaya Sang Prabu adil mengunjungi para istrinya?” lirih Sang Putri.
Sang Putri teringat, Permaisuri Wulan pernah mengeluhkan permasalah organ intim wanita yang berbau dan berlendir kepadanya. Dan Sang Putri lah yang memberinya ramuan yang tak hanya menyembuhkan, tapi membuat harum dan merapatkan.
Sang Putri terisak, dan mempertanyakan mengapa. “Apa salahku kepada Sang Prabu?”
Sang Putri mendengar langkah kaki, berharap suaminya hadir. Rupanya Dayang Kinasih yang hadir, membawa makan malam untuknya, berupa masakan Burung Dara panggang yang Lezat, dikelilingi dedaunan sebagai lalapan, juga sambal yang terlihat sedap. Aromanya membangkitkan selera. Pagi tadi memang Sang Putri berkata kepada Dayang Kinasih bahwa tiba-tiba ia ingin makan daging burung.
KAMU SEDANG MEMBACA
PRINCESS CAMPA
Historical FictionKisah yang diangkat dari abad ke-15 dengan setting Kerajaan Majapahit ini menceritakan tentang kisah kehidupan Istri Raja, yang dari rahimnya lahir para pemimpin nusantara. Jika gelar Sultan Muhammad Al Fatih disematkan kepada pembuka Konstantinopel...