PART 14 - PENYERANGAN

177 19 0
                                    

Perjalanan Sang Putri diatur sedemikian rupa, dan direncanakan dalam 2 bulan akan sampai di Palembang. Mereka memilih jalur darat, karena jalur laut lebih rawan akan serangan bajak laut. Sementara melalui jalur darat, setiap malam Sang Putri akan beristirahat di kediaman Para Bangsawan yang dijaga ketat. Perjalanan yang memakan waktu lebih lama dari biasanya ini sesuai permintaan Sang Putri yang ingin singgah beberapa hari untuk mendalami ilmu agama dari para Ulama.

Mereka bertolak dari kediaman Bangsawan setiap selepas subuh. Sang Putri ingin lisannya, dan lisan para dayang dan pengawal yang mengiringinya senantiasa basah akan kalimat Allah selama perjalanan ini, sehingga Sang Putri senantiasa melantunkan ayat-ayat Allah selama perjalanan. Suaranya sangat indah, dan ketika Sang Putri berhenti melantunkan ayat suci untuk beristirahat, para dayang secara bersama-sama membaca ayat suci. Suara mereka menggema syahdu mengiringi derak Kereta Kencana, dan derap kaki kuda.

“Seperti suara bidadari dari langit” kata rakyat yang mendengar. Hati mereka tergugah dan penasaran akan apa yang mereka lantunkan tersebut.

Ketika Iringan Kereta Kencana menemui tanah menanjak, mereka bertakbir hingga puncak.
“Allahu Akbar, Allahu Akbar” membuat siapapun yang mendengarnya menjadi merinding.

Ketika iringan Kereta Kencana menemui tanah menurun, mereka bertasbih hingga bawah.
“Subhanallah, subhanallah” membuat para rakyat terpukau dan berlari menuju Masjid terdekat. Mereka hendak bertanya kepada Imam Masjid, apa makna yang diucapkan oleh iringan Kereta Kencana tersebut.

Tiba-tiba, suara yang mereka anggap dari langit tersebut berhenti mendadak, digantikan oleh teriakan. Namun hanya sekejap mereka berteriak, kemudian suara bidadari kembali membahana, melantunkan kalimat yang tak akan pernah bisa mereka lupakan.

Iringan Kereta Kencana Sang Putri terdiri dari tiga kereta. Kereta paling depan dan paling belakang, terdiri dari masing-masing lima orang dayang kepercayaan Sang Putri. Dayang Kinasih sendiri berada di kereta paling depan beserta empat dayang lainnya. Sang Putri berada di kereta kedua, Kereta Kencana tertutup rapat yang paling indah serta nyaman. Ia seorang diri di dalamnya, ditemani kitab-kitab ilmu pengetahuan. Semenjak hamil, ia mempelajari betul kitab mengenai kehamilan, kelahiran serta pengasuhan bayi hingga dewasa.

Setiap kereta ditarik oleh dua kuda, dan dikendalikan oleh dua orang sais. Khusus di Kereta Sang Putri, Saisnya adalah wanita. Di sekeliling ketiga kereta tersebut, berjajar formasi pasukan berkuda yang terdiri dari sepuluh pengawal pria, serta lima wanita pengawal pribadi Sang Putri.

Suara para dayang melantunkan ayat suci terasa damai di kalbunya, hampir saja ia terlelap ketika terdengar suara jeritan para dayang diiringi suara benda jatuh, dan desingan panah.

“BRUKK!!” Kereta pertama tiba-tiba menghilang ditelan bumi dan dilingkupi debu. Sementara itu, kedua Sais Kereta Kencana Sang Putri dan Sais Kereta Ketiga bergelimpangan jatuh terkena panah. Roda kereta kedua dan kereta ketiga pun terkena panah, sehingga kereta kehilangan keseimbangan dan miring tak bisa digunakan.

Pengawal Sang Putri dengan sigap memanah musuh yang sebagian ada di atas pohon, supaya mereka tidak dapat lagi memanah iringan Sang Putri. Namun, entah darimana datangnya, mereka diserbu oleh 20 orang pria berbaju hitam yang menghunus pedang, juga tombak. Pedang saling berdenting dan beradu antara 15 pengawal berkuda Sang Putri. Para Dayang berada di kereta ketiga pun segera lompat dan turut menghunus pedang. Di punggung mereka bertengger busur dan anak panah. Mereka bukanlah dayang biasa. Mereka adalah dayang istimewa Sang Putri yang kerap Sang Putri latih berpedang dan memanah.

Pertarungan terdiri dari 20 orang pria di pihak musuh, dan di pihak Sang Putri, terdiri dari 10 orang pria dan 10 orang wanita. Hal tersebut ditertawakan para musuh. Bagi mereka, jumlah tersebut tidak seimbang untuk melawan kekuatan mereka.

Pengawal tidak memperbolehkan Sang Putri keluar dari kereta. Namun Sang Putri tidak duduk diam. Ia dengan tenang menengadahkan tangan ke langit. Kepalanya tertunduk dalam, dan ia pun memanjatkan doa keselamatan dan doa pengampunan kepada Rabb-Nya.

Sementara itu, Kereta Pertama yang seolah lenyap ditelan bumi, rupanya mereka jatuh ke dalam lubang jebakan sedalam tiga meter yang dibuat oleh para musuh. Hal inilah yang membuat para dayang di dalamnya menjerit  dan mendadak memutuskan lantunan ayat sucinya lantaran kaget. Mereka tak mampu berbuat apapun di dalam lubang sementara pertarungan berkecamuk di atas mereka. Padahal, mereka sudah siap sedia pedang beserta panah.

“Tenanglah kalian… kita masih punya senjata terkuat. Yaitu DOA.” Seru Dayang Kinasih memecah ketegangan dan ketakutan yang menguar di dalam kereta pertama tersebut.

“Mari, kita berdoa bersama-sama dengan kencang. Jika ini akhir hidup kita, alangkah indahnya karena di ujung hidup kita, kita senantiasa berdoa.” Lanjut Dayang Kinasih menggelorakan semangat mereka, yang lantas berdoa bersama. Suara mereka menggema mengalahkan suara dentingan pedang.

“Bismilaahi tawakkaltu 'alallahi wa laa hawla wa laa quwwata illaa billaah"
“Dengan menyebut nama Allah, aku menyerahkan diriku pada Allah dan tidak ada daya dan kekuatan selain dengan Allah saja”
“Tidak ada daya dan kekuatan selain Allah”
“Tidak ada daya dan kekuatan selain Allah”

Sang Putri mendengar doa mereka dan tersenyum bahagia. Hatinya rasanya tenang, bahkan jika hari ini adalah hari kematiannya. Ia siap. Kematian bukanlah hal yang ditakutkan oleh orang yang dipenuhi iman di dadanya.

Saat itu terdengar derap langkah puluhan orang yang berlari mendekat. Rupanya para rakyat yang merasa curiga akan lantunan ayat yang berhenti mendadak, dan digantikan jeritan. Mereka lantas mengumpulkan bala bantuan. Golok, cangkul, pisau untuk menyembelih ternak dan benda tajam lainnya yang bisa mereka bawa, mereka gunakan untuk membantu Sang Putri.

Dua puluh penjahat berhasil diringkus. Lima orang meninggal, dan limabelas sisanya luka-luka, yang kemudian diikat rakyat untuk dibawa menghadap Sang Prabu. Sementara dari pihak Sang Putri, tidak ada satupun yang meninggal. Empat orang sais yang terkena panah terluka, namun bisa diobati. Mereka mengenakan pakaian pelindung dari besi, sehingga ujung panah tidak sampai mengenai jantung mereka.  Sementara itu, tujuh orang yang terperosok lubang mengalami memar, namun tidak sampai dalam kondisi yang perlu dikhawatirkan.

Dalam dua jam, mereka sudah bisa melanjutkan perjalanan kembali. Semuanya ditolong oleh rakyat. Mereka mengangkat kereta kuda yang jatuh, serta mengganti roda yang terkena panah. Bahkan rakyat menjaga mereka ketika mereka mengisi energi dengan istirahat juga makan siang. Sang Putri pun menghadiahi rakyat yang turut menolong dengan koin emas yang membuat mereka begitu gembira. Padahal, mereka ikhlas tak mengharap imbalan saat menolong Sang Putri.

Dalang di balik penyerangan ini sudah menyiapkan lima titik jebakan dan penyerangan di Pulau Jawa. Hanya di Pulau Jawa saja kesempatannya untuk menyerang Sang Putri, karena ia tak memiliki kuasa di Pulau Sumatera. Satu penyerangan telah gagal, dan masih ada empat titik maut lagi yang perlu Sang Putri lalui.

Bukannya bertambah takut melanjutkan perjalanan. Iringan Kereta Kencana tersebut malah semakin bertambah keimanannya kepada Sang Pencipta, yang pertolongan-Nya begitu dekat. Mereka yakin bahwa tiap – tiap jiwa pasti akan merasakan mati. Namun, jika Allah belum berkehendak, maka apapun yang terjadi mereka belum akan mati. Mereka pun teringat kisah tentang Khalid bin Walid, Sang Pedang Allah, yang ratusan perang sudah ia ikuti dengan gagah berani. Namun Allah mentakdirkannya mati di atas ranjang, bukanlah di medan perang.

Di sisi lain, para penyerang yang direncanakan menyerang di keempat titik, tiba-tiba hati mereka diliputi rasa takut. Mereka telah mendengar sendiri suara lantunan doa, yang disebut rakyat sebagai ‘Suara bidadari dari langit’ dari Iringan Kereta Kencana. Dada mereka sesak, dan tak sanggup melakukan penyerangan. Dan juga, jebakan – jebakan mereka berhasil ditemukan dan dibersihkan oleh rakyat.

Jalan mulus tanpa jebakan kini terbentang bagi rombongan Sang Putri. Samar-samar terlihat dari kejauhan, lautan biru yang memisahkan antara Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Telah menanti disana, armada laut pasukan Pangeran Ario Damar yang gagah berani.

***
Berlanjut ke Part 15 – Kelahiran dan Pinangan
***

Alhamdulillah ^^, semoga lahirannya lancar yaaa…..

LIKE. It’s Free 

PRINCESS CAMPATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang