26 - Stop

4.2K 124 0
                                    


"Kalo gue cinta sama lo, gimana?"

Deg. Jantung Ara hampir mencelos dan lompat dari tempatnya. Ara merasa seperti kepalanya telah terbentur tembok beton yang kokoh. Ara tak pernah memikirkan semua tentang ini, yang akan terjadi karena sikap manis yang selama ini ia berikan pada Galih. Ara pikir, Galih paham tentang semuanya, bahwa selama ini Ara menganggap Galih hanya sebagai kakaknya, tak lebih.

Ara segera berbalik badan ke arah Galih, karena posisinya yang sedari tadi membelakangi Galih. Tak perduli ada orang ataupun tidak, yang penting Ara ingin, pasti ia lakukan. Tak peduli juga apabila ia dianggap tak sopan. Karena sekarang ia sedang kesal

"Maksud lo apa"

Galih menggeleng samar. Tak percaya, kalimat yang dulu ia tahan mati-matian, ia lontarkan begitu saja. Galih sempat memukul keningnya dengan kasar. Merasa sangat bodoh, sudah jelas Ara suka pada sahabatnya. Masih saja ia perjuangkan. Memperjuangkan orang yang sedang memperjuangkan oranglain itu sakit, apalagi oranglain tersebut adalah sahabatnya sendiri. Sia-sia saja, Galih sudah pasti mengalah.

Ara mendekat ke arah Galih yang masih bergeming di jok motor miliknya. Ara berjalan dua langkah ke depan wajah Galih. Matanya terlihat berkaca-kaca, kedua tangannya pun ia kepalkan sekuat tenaga. Ia merasa frustasi dibuatnya "MAKSUD LO APA GALIH" pekik Ara begitu histeris, membuat semua mata yang berada di parkiran menuju ke arah mereka yang sedang bertengkar

Galih langsung bangkit dari duduknya. Mencoba menenangkan Ara dengan cara mengguncangkan bahu Ara. Namun dengan cepat kilat, Ara menepis dengan kasar tangan Galih. Enggan bersentuhan. Dan nyaris Ara menampar Galih jika Imel tak cepat menahannya. Iya, Imel datang menghampiri setelah mendengar teriakan Ara yang terdengar histeris dan menyedihkan

"LEPASIN GUE, GAL" Tepis Ara kasar. Ara sudah tak tahan lagi untuk tidak mengeluarkan air mata. Cairan sebening kristal pun sudah terjatuh di pipinya

"Ra, gue bisa jelasin---" Galih berujar disertai keringat dingin yang melandanya.

Tatapan Ara masih menghunus retina milik Galih "Ga ada yang perlu di jelasin Gal."

"Ternyata, lo salah ngartiin sikap gue ke elo, Gal.  Tolong jangan berharap lebih ke gue kalo lo gamau hati lo patah" Ucap Ara dengan parau. Kristal bening dari matanya masih terus mengalir. Parkiran pun bertambah ramai karena adegan mirip drama Korea dipertontonkan.

Imel lekas memeluk tubuh Ara yang sepertinya sudah tak kuasa menahan beban. "Cukup Ra. Tenangin diri lo"

Galih bungkam. Ia tak tahu harus bicara apalagi pada Ara. Menjelaskan pun rasanya percuma. Galih menghela napas beratnya "Maafin gue---"

"Kalo lo salah paham sama sikap gue, sama perasaan gue. Lebih baik kita gausah temenan" Ucap Ara yang sudah bangun dari pelukan Imel

"Jangan gitu, R----"

"Lepasin gue" Ara menepis kasar tangan Galih yang meraih lengannya "Gue gamau pulang bareng lo. Gue gamau berangkat sekolah sama lo. Dan gue gamau ketemu sama lo. Jangan coba-coba lo ajak gue ngobrol ataupun bertegur sapa, karena itu membuat kadar kebencian gue ke elo bertambah" Ara berujar dengan napas yang terengah-engah akibat sesegukan. Suaranya pun terdengar jelas sangat parau.
Ara menghentikan sejenak perkataannya yang tersendat-sendat seraya menghapus kristal bening yang mengalir di pipinya "Lo juga jangan dateng ke rumah gue. Sampai kapanpun juga" lanjut Ara penuh penekanan sedetik setelah keheningan melanda keduanya.

"Gue gabis----"

"CUKUP. Jangan bicara lagi" Ara beranjak pergi berlari meninggalkan Galih dan parkiran yang dipenuhi lautan manusia dari kalangan usia anak SMA dan bermacam-macam jenis kelamin.

"Tapi gue gabisa, Ra. GUE SAYANG SAMA LO" Teriak Galih setelah Ara berlalu, namun Ara masih terlihat jelas di pelupuk matanya. Galih merasa hancur. Ara lekas mempercepat langkah kakinya untuk menjauh dari parkiran setelah mendengar perkataan konyol Galih.

"Jangan dipikirin, Gal" Ucap Imel seraya mengelus bahu Galih. "Gue duluan" pamit Imel setelah mendapat anggukan samar dari Galih

Setelah tokoh pergi sepihak, lautan siswa bubar karena merasa sudah tidak ada adegan 'wah' lagi. Nampaknya mereka kecewa dengan sikap Ara yang berlebihan. Namun, tak sedikit juga yang membela Ara. Namanya juga manusia.

"Aduh kenapa lagi lo" Teriak Rey dari jauh seraya berlari terbirit-birit menuju sahabat tercintahnya yang sepertinya sedang dilanda kegalauan luar biasa. Galih tak menoleh. Badannya terasa lemas sekarang. Jantungnya seperti mencelos begitu saja, Galih ingin marah sekarang, kepada siapapun juga.

"Daniel ada dimana?" Tanya Galih setelah Rey berhasil sampai melewati rintangan untuk menuju tempat Galih saat ini

Rey tak menjawab pertanyaan Galih, yang terlihat begitu kacau. Rey takut terjadi apa-apa terhadap keduanya. Rey tidak ingin menyalahkan atau membela seseorang diantara mereka. Ia sangat sadar, bagaimanapun juga mereka semua bersahabat. Tidak ada yang bisa mengubah itu.

"Tenangin diri lo, Gal" Ucap Rey penuh kasih sayang sembari mengelus bahu Galih yang sesekali ia tepuk

"Ah. Sialan. " Pekik Galih seraya mengacak puncak rambut kepalanya dengan frustasi. Sedangkan Rey yang masih sibuk menenangkan fikiran Galih yang keruh. Apa boleh buat, yang bisa Rey lalukan hanyalah itu. Memaksa untuk mengendarai motor dan mengantarkan Galih pulang pun rasanya tak mungkin.

"Kenapa gue gabisa naik motor" Celetuk Rey seraya memandang ke bawah tepatnya aspal. Ia sangat menyayangkan dirinya perihal ini. Bodohnya dia.

#

DanielTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang