Kepalanya menengadah menatap sendu ke atas langit yang dipenuhi bintang-bintang yang berkelipan. Tak seperti hatinya, ia hancur saat ini. Sesekali ia selingi dengan menerawang jauh ke arah jalanan di depannya, pikirannya kosong. Hatinya berdebu. Seketika lamunan Galih buyar akibat ponsel di saku celananya berdering kencang. Awalnya ia enggan menerima telepon dari siapapun itu. Namun setelah sadar ia bergegas merogoh saku celana dan menaruh ponselnya di salah satu telinganya
"Gal, gimana keadaan Ara. Ini Imel Gal, cepet JAWAB" Suara di seberang sana sungguh memekakan telinga. Imel begitu histeris menanyakan keadaan sahabatnya
"GAL. Cepet jawab, lo cara gue satu-satunya biar bisa tahu keadaannya. Tadi gue udah hubungin Daniel tapi malah diriject. Maaf gue gabisa kesitu, bokap gue ngelarang gue keluar malem-malem. Jadi gue mohon dengan sangat, lo bilang jujur ke gue, GIMANA KEADAAN ARA" Pekik Imel penuh penekanan
"Dia masih di ruang operasi" ucap Galih
"Apa lo bilang? Ya Tuhan, kenapasi dia sampe begitu. Jujur gue pengen kesitu tapi ah----" Imel mendesah pelan penuh kekecewaan terhadap Ayahnya yang jadi suka ngelarang ini itu terhadapnya "Terus gimana nyokap Ara? Dia udah tahu belum kabar anaknya?"
Galih mendesah pelan. Sungguh ini menambah moodnya kacau. Teriakan Imel, hm menyebalkan "Ibunya kan Dokter disini"
"Hah? Seriously?" Mulut Imel membulat seperti huruf O, telapak tangannyapun ia gunakan untuk menutupi mulutnya, meskipun ia sadar jika Galih tak mungkin bisa melihat
-
Kayla menuju ruangannya setelah melepas semua pakaian steril yang ia kenakan sejak tadi, membiarkan oksigen masuk ke dalam paru-parunya sebentar. Ia memerintahkan kepada Suster agar Ara dibawa ke ruangan ICU. Ia merasa frustasi sekarang. Yang harus ia lakukan adalah membawa Ara ke luar negeri, secepatnya.
Baru saja ia menduduki kursi di ruangannya, ponsel yang tergeletak diatas mejanya berdering kencang. "Ya, Bi"
Terdengar isak tangis diseberang sana. Mungkin keadaan Bi Lela sama dengan Kayla, menyedihkan. "Gimana Nyonya, keadaan Neng Ara? Kenapa sampai bisa seperti itu, tadi kenapa juga saya ga larang dia pergi kemana-mana"
"Bibi boleh kesini, minta anterin Pak Somad. Sekalian hubungin Ais dan lainnya" Ucap Kayla. Suaranya terdengar sangat parau
"Baik Nyonya"
-
"Gal udah pukul satu lebih lima, pulang yuk gue ngantuk. Nanti dilanjut besok" Pinta Rey memelas"Gabisa Rey, lo pulang sendiri aja"
Rey membulatkan mata tanda tak percaya. "Kok tega sih, kalo dibegal gimana? Kan gue gabisa naik motor" Ucap Rey sembari menjatuhkan bokongnya diatas kursi taman rumah sakit
"Lagian juga, si pelakunya aja udah pulang duluan. Masa lo yang ga ada sangkut-pautnya malah masih disini. Kalo nyokap lo kewalahan nyari lo, gimana? Lo mau ngungsi dimana?" Lanjut Rey seraya menopang dagu
Kerutan di kening Galih bermunculan. Ia nyaris emosi lagi setelah mendengar bahwa Daniel sudah pulang, tidak bertanggung jawab. "Jangan bercanda Rey" Ucap Galih begitu dingin
Angin malam menerpa kulit Rey secara liar. Ia memakai kaos pende tanpa jaket. Tak heran jika ia terus-menerus bersedakap karena kedinginan. Kadar kedinginannya meningkat setelah mendengar ucapan Galih "Masa gue bohong"
Hatchiii. Reflek, Rey segera menutup mulutnya yang sedang bersin. Ia tahu betul jika Galih tidak suka berdekatan dengan orang yang sedang bersin "Maa---f gu-----"
"Ayo, kita pulang" ajak Galih cepat. Galih lakukan ini karena ia sangat kesal terhadap tingkah Daniel. Harusnya Daniel yang berada disini sampai pagi, bukannya dia. Namun, disisi lain ia juga merasa kasihan dengan Rey
Rey berdecak kagum. Matanya tersorot kebahagiaan yang terpendam. Sedetik karenanya ia melompat-lompat kegirangan. Galih mendesah pelan, ingin rasanya Galih urungkan namun, setelah dirasa-rasa tempat ini memang dingin
-
Lela dan Ais tiba di depan lobby rumah sakit yang sudah sangat sepi. Ini tengah malam, jelas saja jika mencekam. Mereka berlarian menuju ruangan yang mereka tuju. Setelah sampai mereka segera menerobos masuk ke dalam ruangan tersebut
Tak lama, seorang dokter dengan wajah kusut pun mulai menghampiri. Ia menceritakan segala apa yang terjadi, mulai dari penyebab Ara bisa sampai kesini. Kayla menangis haru, diikuti oleh Lela dan Ais sembari mengelus pundaknya
"Jadi, apa keputusannya ini kamu yang menentukan, Mbak" Ucap Ais terhadap Kayla yang sudah terduduk lumpuh di lantai sembari menangkup wajahnya
Kayla melepas tangkupannya, ia segera bangkit dan meraih sesuatu diatas nakas disamping brankar yang Ara tiduri. "Ini" ucapnya sembari menyodorkannya kepada Ais
Air mata berjatuhan begitu deras dari mata Ais. Ia tak kuasa menahan tangis. Ia harus merelakan semua ini terjadi. "Kamu serius, Mbak?" Tanyanya di sela-sela tangisnya
Kayla mengangguk lesuh "Ini yang harus dilakukan. Apapun itu, demi kesembuhan Ara"
"Tolong jaga Laura, Is" pinta Kayla, mata sendunya menatap lekat manik milik adiknya, Ais
Ais mengangguk paham.
"Take-off jam berapa?" Tanya Ais setelah melirik jam di tangannya yang menunjukan angka pukul dua lewat lima belas
KAMU SEDANG MEMBACA
Daniel
Teen Fiction[FOLLOW ME SEBELUM MEMBACA] #1 teenromance (16/01/2019) #3 fiksiremaja (06/01/2019) #1 ceritasma (14/01/2019) #3 wattpadindonesia (18/01/2019) #2 taruhan (10/06/2019) # Cerita lengkap, NEW VERSI Part 8 dan Extra Part saya PRIVAT "Kemaren lo ngotorin...