30 - Pergi

5.2K 135 1
                                    

"Ada apa lagi, Dan?" Ucap Ara tanpa memandang "Jelas-jelas itu elo sama cewek lain di taman kemaren. Gue ga mungkin salah liat" lanjut Ara penuh penekanan

Daniel meraih bahu Ara, mencoba menatap lekat manik indah milik Ara "Lo pasti salah liat. Gue gapunya pacar selain lo, Ra"

Ara mendengus kesal. Ia tak tahu harus bagaimana. Menjadikan Salsa sebagai saksi pun rasanya tidak mungkin. Salsa menolak habis-habisan kenyataan jika ia Daniel. Walaupun Ara juga tidak terlalu jelas apakah ia Daniel ataupun bukan. Tapi ia yakin seratus persen jawabannya adalah IYA. "Gue cinta sama lo, Dan. Kenapa lo tega" Ucap Ara seraya menatap lekat manik hazel milik Daniel

Daniel menghembuskan nafas beratnya. Mencoba meyakinkan jika kejadian di taman tadi bukanlah dia "Kalo gitu, gue bakal ngapelin lo tiap hari selasa" ucap Daniel

"Kenapa harus selasa?"

Daniel mendengus pelan seraya menangkup kedua pipi Ara yang selalu terlihat merona "Karena itu keputusan gue"

Ara melengoskan pandangannya begitu saja seraya terkekeh hambar, "Sudah kuduga"

"Ra, udah berapa kali gue bilang. Gue ga punya pacar selain Angelina Ralline" Daniel berujar begitu seru, untung saja mereka berada di area rooftop "Lo yang ngeraguin gue"

Sontak, Ara menjadi panik setelah mendengar bentakan Daniel. Ia merasa tak enak hati, ia sangat takut jika kepura-puraan ingin putus dari Daniel, akan Daniel lakukan. "Gue---, gue ga ragu sama lo, Dan" Ara berucap sembari menunduk, ia takut menatap Daniel

"Jadi gimana?" Tanya Daniel. Pertanyaanya seperti mengarah kepada pernyataan 'putus atau lanjut'. Karenanya, mata Ara berkaca-kaca. Tak tahu lagi harus berbuat apa. Ia sangat menyesal saat ini, ia sangat menyesal tidak mendengarkan perkataan Salsa, bahwa Ara dan Imel pasti salah lihat. Mengingat posisi orang 'itu' yang membelakangi mereka.

Ara menggeleng samar. Kristal bening dari dalam matanya perlahan mulai menetes. Ia lemah saat ini, sebenarnya ia enggan menangis lagi karena Daniel dan menangis lagi dihadapan Daniel. Apalah daya, ia tak kuasa menahan bendungan yang amat bergejolak dalam matanya. Ia benci.
"Gue-- gue, gatau harus gimana. Gue,-- masih cinta sama lo" Ucap Ara seraya menghapus linangan air matanya "Lo pasti udah gasuka bahkan benci sama gue yang udah nuduh yang enggak-enggak sama lo. Atau bahkan---"

Ssst. Telunjuk Daniel menutup rapat bibir Ara. Sebenarnya, Daniel ingin melepasnya, namun Daniel merasa kasihan terhadap perempuan yang ada di hadapannya "Kita ke kelas"

Ara menghentikan aktivitas unfaedahnya. Ia kembali menengadah menatap lawan bicaranya "Jadi kita apa?" Tanyanya yang bermaksud mereka berdua masih berpacaran atau putus

"Lo maunya apa?" Ucap Daniel begitu lembut

Wajah Ara memerah saat ini. Ia jadi senyum-senyum sendiri seperti anak kecil yang dikasih permen coklat "Eumm...."

"Gue udah tau jawabannya" ucap Daniel seraya merangkulkan lengannya ke bahu Ara. Mereka menuruni tangga bersama-sama.

*
Daniel membaringkan badannya di kasur empuk miliknya. Menghembuskan nafas kasar seraya melihat jam yang tergeletak di tangannya "Bego banget gua" umpatnya sembari menepuk jidatnya dengan pelan

Tidak lama setelah Daniel menggeliat, ia mengecek handphonenya yang berbunyi. Tertulis pesan singkat untuknya

Dan, kamu jadi ke rumah aku enggak malam ini? Keluarga aku mau sekalian pesta bbq

Daniel mendengus kesal. Ia membanting ponselnya sembari merutuki perbuatan bodohnya kepada Ara.

Selang beberapa menit, ponsel Daniel berdering kembali. Ia menghela napas kasar kemudian menggapai ponselnya yang masih tergeletak di atas nakas setelah membatingnya diatas kasur. "Ya, ada apa" Ucap Daniel tanpa nada setelah manyimpan ponselnya di telinga kanannya

"Lo jadi kan malam ini?" Tanya seorang cewek diseberang sana. Suaranya terdengar ragu-ragu malu tapi mau

"Ya. Gue mau makan, bye" Daniel berucap sedetik sebelum memutuskan sambungan telepon secara sepihak

-
Ara berdecak kesal mendapat perlakuan dari Daniel yang kurang mengenakan kepada pacarnya sendiri. Ara memukul bantal yang sedaritadi ia peluk, ia kesal.

"Makan dulu, neng" Panggil seorang pembantu dibalik pintu kamar Ara yang tertutup rapat. Ara mendengus kesal, karena Daniel ia jadi badmood dan malas makan. Ara langsung bergegas menghampiri pintunya secepat kilat, setelah sampai, jemarinya ia gerakan sedemikian rupa bertujuan untuk mengunci kamarnya. Ia juga enggan menjawab panggilan Bi Lela

Ara memutuskan untuk mandi dan lekas meraih handuk yang tersampir disamping pintu kamar mandinya. "Capeknyaaa, mandi biar cantik. Walaupun ga mandi juga gue tetep cantik" keluh Ara dengan pedenya

Ara memasuki kamar mandi sembari bersenandung pelan. Memang seperti ini kelakuannya, ia akan menang jika ada perlombaan mandi tercepat.

Ia berdandan sedemikian cantiknya, ini sudah pukul tujuh. Ia ingat sekali apa yang dikatakan Daniel. Oleh sebab itu, ia bergegas meraih lip tint yang tergeletak nahas dipinggiran meja rias, hampir jatuh tak berdosa ke lantai.

"Mau kemana?" Tanya seorang wanita beserta celemek kartun tayo yang ia kenakan, hadiah dari Laura. Tak lain, wanita itu adalah pembantunya, Bi Lela.

Ara memalingkan muka. Tak ingin bercakap-cakap lama denga Bi Lela "Mamah belum pulang juga Bi?" Ara mengalihkan pembicaraan tanpa memandang

"Iya, Neng kemana?" Tanyanya untuk kesekian kalinya. Ara sebal. Akibatnya, Ara mendengus kasar dan berdecak keras. "Sama Daniel"

Melihat respon yang Ara berikan tidaklah baik. Bi Lela segera menutup rapat mulutnya. Ia segera kembali ke tempatnya, Dapur. Setelah berpesan ini itu yang menurut Ara kurang penting, Bi Lela lekas beranjak menuju dapur untuk memasak air panas. Kopi malam-malam demi menunggu nyonya mudanya pulang.

"Gue udah di depan rumah lo" Ucap suara berat dari ponsel baru berwarna rose milik Ara.

#
Part selanjutnya ada the big secret

DanielTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang