3

351 48 35
                                    

Matahari telah naik begitu tinggi.

.

Hari semakin panas diikuti nyanyian para tonggeret yang kian semarak membentuk orkestra kehancuran dengan diriku terjebak di antaranya. Dan aku yakin dengungan mereka akan terus terdengar di sepanjang musim panas yang amat melelahkan ini.

"Haaa.... berapa lama lagi aku harus menjalani ini?"

Berapa kali aku menyekanya, peluh ini masih saja berjatuhan. Tiada hari aku tak berharap agar musim panas kali ini pun segera berlalu. Namun, sama halnya dengan tahun-tahun sebelumnya, musim panas tahun ini juga para 'Kagemiya' pergi menyendiri ke sebuah desa terpencil untuk meningkatkan diri.

Bernaung di sebuah rumah musim panas yang telah berdiri sejak zaman nenek moyang, setiap hari kegiatanku tidak pernah lepas dari latihan-latihan fisik dan mental. Begitu juga dengan hari ini, di dalam Dojo yang luas nan hampa ini--aku, seorang diri tengah bersimpuh sambil menjalankan sebuah hukuman dari seorang kakek tua yang menyebalkan.

"Ah, aku sudah tidak tahan lagi! Leherku pegal!"

Lelah, aku mulai menggerakkan tubuhku dan memutuskan untuk bangkit berdiri. Namun, aku mengurungkan niatku saat mendengar suara langkah kaki yang mendekat. Mungkin kakek tua itu hendak memeriksa apakah aku masih menjalankan hukuman darinya atau tidak. Akan tetapi, dugaanku salah, terbukti dari suara tawa yang kemudian menyusul suara langkah kaki tersebut.

"Hei, lihat anak yang tidak berguna satu itu!"

Entah mengapa kedua pemuda itu selalu melontarkan kata-kata yang membuatku kesal.

Ryoji, Setsu dan aku--kami bertiga sama sekali tidak akrab atau setidaknya antara aku dengan kedua kakak laki-lakiku yang selalu terlihat bersama itu. Usia kami yang terpaut jauh serta persaingan penerus membuat kami saling berusaha menjatuhkan satu sama lain.

"Sudah, biarkan saja dia, Aniki," ucap Setsu, kakak kedua dengan tatapan dingin.

Melihat hakama yang dikenakan serta busur panjang yang mereka bawa, tampaknya mereka baru saja menyelesaikan latihan memanah atau Kyudo--membuatku bertanya-tanya mengapa keduanya masih mau repot-repot menengok adik bungsu mereka yang sedang menjalankan latihan yang berbeda?

"Ha! melihatmu seperti itu, masalah apalagi yang kamu buat?" dengus Ryoji, kakak tertua saat melihatku berlutut sambil membawa satu ember penuh air di atas kepalaku.

"Aku yakin, kamu pasti bolos latihan tadi!" ujar Setsu, "sungguh, seharusnya kamu sadar dan segera berlatih dengan keras agar tidak membuat malu keluarga kita sebagai keluarga Onmyouji terhebat!"

"Hahaha! Jangankan menjadi yang terhebat, aku berani bertaruh kamu pasti menangis saat berhadapan dengan Mara!" ejek Ryoji.

"Katakan itu setelah kalian benar-benar berhadapan dengan seekor Mara," tantangku.

"Kita lihat saja nanti," balas Ryoji penuh percaya diri bahkan senyum kemenangan sudah terpampang pada wajahnya.

Di dunia ini, makhluk dengan kemampuan spritual hidup dan tinggal berdampingan bersama manusia. Seperti halnya manusia ada yang baik dan jahat, demikian juga makhluk-makhluk tersebut. Kami menyebut mereka yang terjerumus dalam kesesatan itu sebagai 'Mara', makhluk bengis dan kejam yang suka membuat kekacauan.

White Forest (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang