10

103 26 15
                                    

Tidak dapat aku percaya ....

.

Pupil matanya membesar, pria itu begitu terkejut sampai tak bisa berkata-kata. Saat ini, ia hanya bisa terdiam sambil mencerna apa yang sedang terjadi.

Namun, pria itu masih saja tidak percaya. Meski suara yang menggetarkan seisi Dojo itu masih terngiang di telinganya, meski seluruh tubuhnya telah menyentuh permukaan lantai kayu yang menyejukkan, meski rasa sakit yang menyergap tubuhnya kian nyata hingga membuat keningnya berkerut.

"Apakah Ojii-chan baik-baik saja?" tanya seorang pemuda di hadapannya. Sementara menyibak surai hitam kelamnya, pedang bambu milik pemuda itu telah kembali bersandar pada pundaknya yang tegap. Demikian pemuda tersebut--satu-satunya murid yang pria itu latih kemudian mengulurkan tangannya. Ya, pemuda itu--Kagemiya Souma.

"Aku baik-baik saja, Bocchan. Serangan Anda barusan ... sangatlah bagus." Sungguh langka baginya dapat memuji pemuda bermata biru tersebut. Meski benci mengakuinya, ia memang tidak dapat mengelak serangan pemuda itu--serangan yang berhasil mencuri 'men' darinya.

Senyum lebar seketika menghiasi wajah pemuda tersebut. Pujian sang guru tentu membuatnya merasa puas. Namun, tidak demikian bagi guru yang telah dikalahkan sang murid.

"Hehehe ... setengahnya berkat latihan darimu, Ojii-chan," ucap pemuda itu gembira.

"Hm? Setengah? Kenapa hanya setengah!?" sahut pria itu kesal, merasa harga dirinya tertusuk. Sebab, jika bukan dirinya, siapa lagi yang mengajarkan pemuda itu bagaimana caranya mengayunkan pedang?

"... Karena yang setengahnya lagi, berkat pengalamanku menghadapi Mara di dalam Hutan Putih," bisik pemuda itu dengan suara tidak jelas agar tidak terdengar oleh gurunya.

"Kenapa suara Anda tiba-tiba kecil sekali? Apa yang hendak Anda katakan?!"

"Tidak ada!" cengir pemuda itu, "lagipula Ojii-chan akan menghukumku jika tahu alasannya!"

Pria itu menggeram kasar. Kalau sudah seperti ini ... mau dunia kiamat sekali pun, pemuda itu tidak akan memberitahunya. Entah sejak kapan pemuda itu telah menjadi sekeras kepala gurunya.

"Berani-beraninya Anda mempermainkan pria tua sepertiku!" amarahnya meledak. Ia ingin bangkit dan segera menjitak kepala pemuda tersebut. Akan tetapi ....

Krek!!

Suara memilukan itu terdengar hingga seisi Dojo. Tak disangka, lututnya sendiri yang menghentikannya.

"Dasar ... tubuh tua yang satu ini!!" umpatnya kembali meringkuk sambil menahan rasa sakit yang menyerang lututnya. Hanya pada saat-saat seperti ini, ia sadar tubuhnya sudah semakin menua.

"Bersyukurlah monyet kecil! Tubuhku menghentikanku memberimu hukuman!" serunya menyembunyikan rasa sakit yang sebenarnya ingin ia lontarkan.

"Ya, ya, ya ...." balas pemuda itu dan tiba-tiba, ia berjongkok membelakanginya.

"... Apa yang sedang Anda lakukan?"

"Naiklah ke punggungku, aku akan menggendongmu, Ojii-chan."

Pria itu berdeham, "meski aku berukuran kecil dan manis, tubuhku ini cukup berat! Jadi, niat Anda saja sudah cu-!?"

Sebelum pria tua itu dapat menyelesaikan kalimatnya, tubuhnya telah diangkat dengan begitu mudahnya.

"Sekarang sudah tidak apa-apa, kan, Ojii-chan?" ucap pemuda itu sembari menggedongnya dengan mantab.

"Haaa ... awas saja kalau Anda sampai menjatuhkanku!" keluhnya semakin mengeratkan tangannya pada pundak muridnya itu.

White Forest (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang