Satu minggu telah berlalu.
.
Derap langkah kaki yang melintas di atas rerumputan terdengar di telingaku, begitu juga dengan helaan napasku. Setiap udara yang keluar dari mulutku membuat jantungku berdenyut lebih kencang. Tanpa sadar, kakiku telah membawaku kembali berlari menyusuri Hutan Putih.
Terik matahari kian menyengat, membanjiri tubuhku dengan keringat. Rupanya, hari ini juga, matahari tidak membiarkanku lepas dari pengawasannya.
Akan tetapi, di antara semua hari yang ada ... mengapa harus hari ini kakek tua itu memberiku latihan yang sangat-sangat panjang? Berkatnya, aku harus bergegas sekarang!
Saat ini, Hutan Putih tengah diliputi keheningan yang tidak biasa. Tidak satu pun penghuni hutan terlihat dalam pandangan. Awalnya, keheningan itu membuatku bergidik. Namun, setelah mengetahui penyebab di balik keheningan yang mendadak itu, kini aku sangat menantikannya.
... Sebab, artinya gadis itu telah datang ke hutan ini, bukan?
Aku mempercepat lajuku, menerjang apa saja yang ada di hadapanku. Sudah tidak terhitung berapa kali aku terjatuh ke tanah dan bangkit setelahnya. Walau demikian, aku tidak berhenti.
Tersengal-sengal, aku menuju turunan terjal tersebut, tempat pertama kali aku melihatnya. Setibanya, dapat aku saksikan seluruh penghuni hutan telah berkumpul di dalam tempat tersebut dan seperti yang aku duga.
"... Aku terlambat!"
Di tengah sorak-sorai para makhluk tersebut, seorang gadis kecil bersurai cokelat sedang menundukkan tubuhnya, memberikan hormat penutup.
Seketika melihatnya, lututku langsung melemas. Setelah bersusah payah mengunjungi lembah tersebut, aku akhirnya hanya bisa jatuh terduduk di atas rerumputan--kecewa. Rupanya, aku sangat menantikan penampilan gadis tersebut.
Melepas semua kekecewaan dan kepenatan, saat ini, aku hanya bisa melihat gadis itu dari jauh. Dihujani sorak-sorai, gadis itu terlihat gembira--membuatku juga ingin dapat bergabung dalam kegembiraan tersebut.
Akan tetapi, sudah jelas itu hal yang mustahil. Sebab, sudah berapa kali mereka menolak kedatanganku? Sudah berapa kali pula aku dikejar-kejar Mara serupa beruang yang selalu muncul di belakang gadis itu bagai sosok penjaga hutan? Hingga saat ini, aku pun masih bertanya-tanya mengapa aku bisa selamat dari serangan beruang tersebut.
Namun, kutahu alasan sesungguhnya terletak pada kehadiran gadis tersebut. Entah bagaimana, tak satu pun dari makhluk-makhluk itu yang menyerangnya. Ini terlihat seperti para penghuni Hutan Putih telah mengenalnya dan gadis itu juga telah mengenal mereka.
Lalu, apakah ini yang membuat gadis itu berbeda? Apakah ini alasannya mengapa gadis itu tidak terlihat takut ketika dikelilingi berpuluh-puluh pasang mata yang menyeramkan?
Usai penampilan gadis tersebut, satu demi satu penduduk hutan mulai meninggalkan lembah dan kembali ke dalam hutan, menyisakan gadis bersurai coklat itu seorang diri.
Gadis itu bisa saja ikut pergi, tetapi ia tidak melakukannya. Seorang diri, gadis itu berdiri di tengah-tengah lembah seolah sedang menunggu sesuatu di bawah jejak cahaya yang menyelinap masuk melalui ranting-ranting pohon.
Aku pun menyeringai lebar, tahu apa yang sedang ditunggunya.
"Rena!" panggilku dan langsung menuruni turunan terjal itu.
Seketika melihat kedatanganku, gadis bermata cokelat itu segera melambungkan senyuman terbesarnya. Kedua pipinya terangkat, menghiasi wajahnya dengan rona merah muda seperti bunga sakura yang sedang merekah--manis--tidak seperti pria berkepala botak yang aku kenal.
KAMU SEDANG MEMBACA
White Forest (END)
Fantasy"Tahukah kamu kenapa hutan ini disebut sebagai 'Hutan Putih'?" . Kisah yang hampir terlupakan itu muncul di dalam ingatanku seolah-olah memberitahuku hal penting apa yang terlewatkan olehku ... dan kini saatnya aku mendapatkannya kembali! ...