14

101 25 37
                                    

"Bocchan ...."

.

Bisikan kecil yang nyaris luput dari telingaku itu membangunkanku. Terusik olehnya, perlahan, aku membuka kedua kelopak mataku hanya untuk mendapati langit kelabu yang tergantung di atas kepala.

"Di mana ini?"

Terbaring seorang diri, aku memandang kehampaan itu tanpa pernah dapat meraihnya.

Perlahan, dari atas, di mana tempat awan-awan itu berada, ribuan kelembutan melayang turun. Warnanya putih seperti salju. Namun, tidak sedikit pun aku rasakan kebekuan di dalamnya. Benar-benar tidak seperti salju yang aku kenal.

"Bocchan ...." 

Sekali lagi, suara itu memanggilku, memintaku untuk mencarinya. Segera, aku bangkit dari tidurku dan mengedarkan pandangan, memandang jauh dunia penuh kehampaan itu dalam diam.

Berdiri di antara ribuan hamparan kelopak bunga berwarna putih, aku seolah terbangun di dunia tanpa warna. Hanya gumpalan awan lembut yang ada di sepanjang penglihatanku. Mungkinkah ini yang mereka sebut sebagai dunia setelah kematian? Atau, malah sebaliknya?

Sungguh, aku tak ingat bagaimana aku bisa berada di dunia yang hanya berisikan kehampaan ini. Namun, ketika aku memandang jauh ke arah cakrawala, kutahu bayangan yang membentang di bawah kakiku itu sudah ada sejak awal kehadiranku di tempat ini. Ya, pohon raksasa dengan separuh mahkotanya yang telah berguguran itulah yang sekarang menjadi tempatku berteduh.

Sepertiku, pohon itu berdiri tegak dalam kesendiriannya di tengah kehampaan dunia ini. Kemegahannya memiliki keindahan tersendiri, meski seluruh bagian pohon tersebut berwarna putih pucat seperti orang sakit.

Sesekali, angin datang berhembus, menggugurkan bunga berwarna putih yang tumbuh pada pohon tersebut dan membawanya turun untuk bertemu dengan teman-temannya di atas tanah. Sungguh, kelopak bunga-bunga yang melayang turun itu terlihat seperti ....

"... Salju yang hangat," gumamku. 

Kata-kata itu terucap begitu saja dari mulutku, tetapi kata-kata itu, kisah itu--di mana aku pernah mendengarnya, ya?

Sekali lagi, angin berhembus. Kali ini, membawa kesejukan bagi ranting-ranting yang kering. Rupanya, di dunia ini, hanya sang angin yang menemani pohon tersebut. Namun, entah bagaimana, pemandangan ini, atmosfernya, bahkan kehangatannya begitu merasuk ke dalam jiwaku, seolah-olah aku telah mengenal tempat ini sejak lama.

Lantas, aku menyentuhkan jemariku ke atas permukaan pohon raksasa yang kesepian itu, mencoba mengingat akan sesuatu.

"Bocchan!"

Tiba-tiba, langit berubah menjadi kelam. Kegelapan yang entah dari mana datangnya itu segera menyeruak, menyelimuti dunia yang seperti kanvas putih ini dengan warnanya. Kegelapan itu menelan segalanya, mengubah kekosongan dunia ini menjadi ketiadaan.

Suara gemuruh bagai membelah langit kian berkumandang. Tanah mulai beguncang hebat, menciptakan retakan-retakan yang merambat ke seluruh penjuru. Perlahan, retakan-retakan itu hancur, jatuh ke dasar jurang yang tak terlihat, seolah dunia memang berada di ambang kehancurannya.

"Bocchan!!"

Suara itu kembali memanggilku sementara tanah tempatku berpijak mulai ikut runtuh. Aku mencoba berpegangan pada batang pohon putih yang menaungiku untuk bertahan. Pohon itu masih berdiri tegak dengan indahnya. Namun, sayang, tanganku tergelincir dan peganganku pun terlepas. 

Akhirnya, aku pun ikut terjatuh bersama reruntuhan-reruntuhan yang lain, menuju jurang kegelapan yang tak berujung.

***

White Forest (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang