4

250 42 46
                                    

Ini ... sedikit di luar dugaan.

.

Siapa sangka, hutan yang mereka sebut sebagai 'Hutan Putih' ternyata tidak mengandung sedikit pun unsur 'putih' di dalamnya. Tidak seperti namanya, Hutan Putih justru terlihat seperti hutan pada umumnya, dipenuhi pohon tinggi besar dan berdaun hijau.

Tidak dapat disangkal jika aku sedikit kecewa melihatnya. Akan tetapi, gemuruh dalam diriku ini tak kunjung juga mereda. Aku tidak tahu apa penyebabnya, entah karena rasa takutku atas tempat yang aku pijak saat ini yang tak lain merupakan rumah makhluk-makhluk bengis tinggal atau justru karena alasan yang sangat sederhana, seperti rasa keingintahuanku.

Saat pertama kali aku menginjakkan kaki ke dalam hutan ini, aku tahu ada 'sesuatu' yang selalu mengamatiku. Sebagian besar dari mereka lalu mengabaikanku, sedangkan sisanya tetap mengikutiku, mungkin ingin memangsaku.

Sedikit melegakan mereka tidak lagsung menyergapku saat ini. Namun, sedapat mungkin aku tetap berhati-hati dan tidak mengganggu mereka lebih dulu.

Aku kemudian melanjutkan penelusuranku dan masuk lebih dalam ke tengah hutan. Dipimpin cahaya yang menembus dahan-dahan pepohonan, aku mencoba menemukan suara senandung yang menarikku masuk ke dalam hutan ini. Namun, suara itu telah lama menghilang, tenggelam dalam riuh para penghuni hutan sehingga menyulitkanku untuk menemukan sumber suara tersebut.

Belum ingin menyerah, aku terus melanjutkan penelusuranku. Akan tetapi, tiba-tiba, sebuah perubahan aneh terjadi di dalam hutan ini, perubahan yang amat drastis.

Hutan yang tadinya dipenuhi suara-suara penghuninya seketika berubah menjadi sunyi senyap. Keheningan yang menimpa secara mendadak ini membuatku merinding seakan keheningan ini tidaklah biasa hingga suatu suara mengisi kesunyian di hutan itu.

"Fukai mori no naka de ...."
(We're each born, all alone, within a deep forest ....)

Suara yang nyaris terdengar seperti sebuah bisikan itu menarik perhatianku.

"Watashitachi wa tatta hitori kiri de umare."
(We focus on the things more important to us.)

Terangkai dalam melodi yang indah, suara itu kian memikat jiwa.

"Taisetsu na mono mire au tame arukidasu ...."
(And begin walking to meet them ....)

Aku memperlambat langkahku ketika suara itu mulai terdengar jelas. Sungguh, aku tidak menyangka akan mendengar nyayian yang begitu indah di dalam hutan yang penuh akan makhluk-makhluk bengis. Namun, siapa gerangan yang berani melakukannya? Siapa yang berani masuk ke dalam hutan yang penuh akan bahaya? Jika bukan seseorang yang dapat dengan mudah membuang nyawanya dan kurang waras ... ah, aku salah satunya.

Namun, sungguh, keingintahuan mengalahkan rasa takutku. Aku melangkah mendekati suara tersebut hingga sampai pada sebuah turunan terjal. Tepat di bawahnya, terdapat sebuah lembah kecil dan saat itu aku melihatnya. Sesuatu yang tidak terduga, sesuatu yang membuatku terkesiap.

Di tengah-tengah lembah itu, seorang gadis mungil tengah dikepung oleh puluhan Mara.

Panik, aku segera mengeluarkan pedang pendek yang aku bawa dan bersiap untuk menuruni tanah terjal itu. Namun, langkahku terhenti saat menyadari tak satu pun dari makhluk-makhluk itu menyerang gadis tersebut. Mereka bahkan terlihat seperti ... menikmati nyanyian gadis itu?

Seakan terhipnotis, Mara dengan tubuh empat kali lipat lebih besar itu dibuatnya terdiam. Mara yang dikenal akan kebengisannya itu seketika menjadi jinak ketika mendengar suara gadis tersebut.

White Forest (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang