"Semua orang membutuhkan cinta, tapi akan berbahaya jika cinta tersebut berubah menjadi obsesi."
Tangannya dengan setia menggenggam tanganku. Memainkan jemariku.
"Sangat mungil and so fragile, kau tahu love? setiap kali aku menggengam tanganmu, aku...
Menurut Elizabeth Kubler Ross, ada lima tahap yang dilewati orang yang berduka setelah ditinggal mati orang yang dikasihinya : penyangkalan, amarah, tawar menawar, depresi, dan penerimaan. Aku sudah melewati tahap penyangkalan, amarah, tawar menawar dan depresi. Dan saat ini aku sedang ada di tahap penerimaan. Tahap dimana aku mulai menerima apa yang terjadi kepada orang tuaku, apa yang terjadi kepadaku setelah kepergian mereka, dan apa yang akan terjadi setelahnya.
Saat ini, aku sudah bisa menerima semuanya. Menerima apapun yang Tuhan telah takdirkan untukku. Karena dari semua hal buruk yang Tuhan takdirkan untukku di tahun ini, ada satu takdir Tuhan yang sangat aku syukuri yaitu seorang pria bernama Jeff.
Jeff adalah satu - satunya orang yang berhasil mengalihkan pikiranku dari rasa sedih tak berujung setelah kepergian orang tuaku. Jeff selalu berhasil membuatku tersenyum, bahagia, serta perasaan aneh lainnya yang belum pernah aku rasakan sebelumnya. Oh! Dan jangan lupakan pipi tembamku yang mudah merona saat mendengar pujiannya. Meskipun terkadang Jeff sangat menakutkan jika sedang marah, tapi Jeff selalu mencintaiku dengan caranya sendiri.
Seperti saat ini, mata hijaunya menatapku dengan tatapan tajamnya setelah ia melihat lututku berdarah karena duri mawar merah yang tertanam rapih di halaman belakang rumahnya menggores lututku. Sebenarnya bukan salah mawar - mawar itu tapi ini semua adalah salahku. Aku terlalu ceroboh. Aku melamun saat sedang berjalan di halaman belakang hingga tidak terasa kakiku sudah ada di sela - sela deretan ribuan bunga mawar merah yang tertanam rapih serta beberapa kelopaknya yang tertutupi salju. Aku baru tersadar saat lutut dan tulang keringku terasa perih. Tinggi mawar - mawar disini memang sebatas lututku.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"
Lena, bukankah aku sudah mengingatkanmu untuk selalu berhati - hati saat sedang di halaman belakang? Lihatlah! Duri mawar ini berhasil melukai lututmu. Mulai besok kau tidak boleh kesini lagi. Kau mengerti?" Jeff berlutut di depan lututku yang terluka sedangkan aku duduk di ayunan yang ada di halaman belakang rumah Jeff. Matanya sesekali menatapku dengan penuh kekhawatiran.
"Jeff, ini hanya luka kecil. Tidak perlu marah - marah seperti itu." Ucapku seraya mengelus rahangnya yang ditumbuhu bulu - bulu halus yang dicukur tipis. Membuatnya terlihat lebih tampan dan lebih muda dari usianya.
"Luka kecil? Aku sangat khawatir saat melihat matamu yang berkaca - kaca dan kau meringis kesakitan tadi. Meskipun ini hanya luka kecil, kau tetap merasakan sakitnya kan?" Jeff menghela nafas. Tangan besarnya dengan telaten membersihkan luka di lututku serta memberinya obat merah. Aku sempat merintih kesakitan saat Jeff terlalu keras menekan lukaku.
"Maafkan aku, love. Aku terlalu khawatir saat melihatmu terluka tadi hingga aku hilang kendali dan memarahimu." Jeff menggenggam kedua tanganku dan mengecupnya lembut.
Seperti yang kukatakan, Jeff selalu mencintaiku dengan caranya sendiri. Ia memang tipikal orang yang tempramen, aku sadar itu. Jika orang lain yang membuatnya emosi mungkin akan berakhir babak belur atau bahkan sekarat kehabisan darah mengingat Jeff adalah petinju profesional. Tapi jika aku yang membuatnya marah, ia hanya memarahiku kemudian meminta maaf setelahnya. Itu kenapa selama satu bulan tinggal bersama di rumah Jeff aku tidak pernah membantah perkataan Jeff. Aku terlalu takut untuk berhadapan dengan mata hijau Jeff yang menatapku tajam serta rahangnya yang mengeras, jadi aku lebih baik menurut karena seperti yang selalu dikatakan Jeff, "Ini semua demi kebaikanmu, Lena"