Waktu bergulir sangat cepat. Hari berganti, bulan berlalu, tak terasa angka tahun pun bertambah. Ketiga kakak perempuanku tumbuh menjadi remaja cantik dengan rambut panjang menjuntai sampai ke pinggul. Begitu juga dengan adik perempuanku berumur delapan tahun, juga berambut panjang sampai ke pinggang. Kini usiaku sudah sepuluh tahun. Kata orang anak seusiaku sedang nakal-nakalnya, ternyata benar. Sungguh tak masuk akal, semua orang yang melihatku gemas dan kesal, masih kecil saja aku sering menyusahkan keluarga dan orang kampung. Entah berapa banyak anak tetangga yang aku kemplangi, mainannya kurampas dan kurusak, lalu kubuang sesuka hatiku. Anak yang habis aku kemplangi tadi meraung minta mainannya dikembalikan. Aku menjulur-julurkan lidah, meledeknya tanpa dosa. Hal ini membuat ibuku malu dan tak enak hati, tak jarang akibat ulahku ibuku bersitegang dengan tetangga.
Perkataan maaf rupanya belum cukup, ibuku harus mengganti mainan dan mengobati luka anak yang kuaniaya. Setelah itu ibuku hanya menangis dan memarahi aku dengan bahasa yang sama.
"Ibu harus bagaimana lagi, Gee?"
Kemudian tangan sucinya menampar pipiku. Buatku itu bukan tamparan, tapi belaian yang teramat lembut. Sambil mengusap pipiku aku cengar-cengir menikmati tamparan itu. Barulah ketika ibuku pergi tamparan sesungguhnya terjadi, penganiyaan atas diriku harus kuterima. Ketiga kakak ku yang cantik segera berubah menjadi serigala bertaring dan berkuku tajam, siap mencabikku. Ada yang membentak sambil menjitak, ada yang menampar sambil mencakar, ada yang mencubit sambil menggigit. Adikku pun tak tinggal diam, dia melempar wajahku dengan gayung.
"Sabar, Gee, sebenarnya mereka sangat menyayangimu." Kata perempuan cantik berambut pirang yang tiba-tiba datang menghampiriku.
Aku tak mengenal siapa perempuan cantik itu, pakaiannya seperti noni Belanda tempo dulu. Entah sudah berapa kali dia menemuiku dan selalu menasehatiku dengan suara lembut. Aku pernah bertanya pada ibuku, tapi ibuku juga tak tahu. Orang kampung pun tak ada yang mengenalnya, bahkan mereka tak pernah melihatnya. Justru mereka menakut-nakuti aku, perempuan itu adalah hantu.
Sebenarnya aku kesal atas perbuatan kakak dan adikku, tapi aku tak membalas, sebab jika aku membalas mereka pasti akan terluka. Seperti biasanya kekesalanku aku lampiaskan ke benda yang ada di sekitarku, terutama benda yang terbuat dari logam. Hanya dengan kekuatan pikiranku, benda-benda itu akan bengkok seperti terkena api panas.
Pengalaman buruk masa kecilku membuat aku trauma. Meski hidupku dikepung banyak wanita sebenarnya aku tak pernah mengerti tentang wanita. Hati wanita sedalam lautan dan aku sering terjebak di dalamnya. Hal sekecil apa pun akan menjadi rumit jika diurus wanita. Menyebalkan!
Sifat dan keberadaanku yang berbeda dari anak-anak lain membuat aku tak mempunyai banyak teman, aku lebih suka menyendiri. Aku sering dikucilkan warga kampung, mereka mengolok-olokku dengan kata-kata yang menyakitkan. Mereka selalu mengaitkan diriku dengan setiap bencana yang terjadi, seperti beberapa waktu yang lalu saat aku berjalan-jalan di pematang sawah.
Lima bulan hujan tak turun, tanaman mulai kering. Aku bertanya pada diriku, apakah benar kemarau ini akibat keanehanku? Aku menatap hamparan padi yang mulai mengering, kasihan petani. Tiba-tiba segerombolan orang mengejarku, mereka berteriak sambil mengacungkan senjata tajam. Aku berlari menghindari mereka, rupanya aku sudah terkepung. Aku menangis, kepalaku mulai terasa panas dan berdengung.
"Ibu....apa salahku?" kataku dalam tangis.
"Kau tahu apa salahmu, kau anak kutukan yang jadi sumber bencana di kampung ini!" bentak salah seorang.
Tanpa kusadari kepalaku mulai menyala bagai lampu pijar 30 watt, seluruh pohon padi yang ada di sekitarku musnah terbakar, area persawahan berubah jadi lautan api. Gerombolan orang yang tadi mengejarku panik, mereka berlari menyelamatkan diri. Sementara aku sudah tak ingat apa-apa lagi, aku jatuh pingsan. Gadis biola itu datang menyelamatkan aku.
"Ternyata kerjamu hanya merepotkan aku saja!" gerutu gadis itu.
Hamparan padang oryza sativa yang menjadi harapan warga musnah terbakar. Itu peristiwa paling menghebohkan, panen kali ini betul-betul gagal, warga kelaparan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Indigo Mencari Tuhan [TAMAT]
Historical Fiction(TELAH TERBIT) - TAMAT Jangan lupa kasih bintang dan share cerita ini ya :) Blurb Sakit kepala yang diderita anak laki-laki bernama Gee, bukan sakit kepala biasa. Jika sakit kepalanya muncul membuatnya sangat menderita, bahkan kepalanya sampai menya...