12 - Gadis Pemulung

38 4 0
                                    

         Sejak aku dilahirkan sampai kini usiaku enam belas tahun, di rumahku tak ada televisi atau radio. Sebenarnya ibuku malu, untuk menonton telivisi saja kakak dan adik-adikku harus ke rumah tetangga. Sekali dua mungkin tak masalah, tapi adikku hampir setiap malam ke rumah tetangga, ibuku tak jadi enak hati.  Pernah sekali waktu adikku pulang sambil menangis, katanya dia diusir anak tetangga. Ibuku mengelus dada sambil melirik ke arahku. Meskipun lirikannya hanya sedikit, tapi sudah cukup buatku bahwa aku yang bersalah. Kalau sudah begitu aku langsung menatap telapak tanganku dan menyesali keadaannya. Kata dokter dan guru fisikaku, telapak tanganku mengandung listrik  dan medan magnet tinggi. Sehingga jika menyentuh barang elektronik akan langsung korslet atau terbakar.

          Aku berpikir bagaimana caranya agar aku tak menyusahkan keluargaku atau orang lain. Akhirnya aku selalu menggunakan sarung tangan karet yang kudapat dari seorang pegawai puskesmas. Tapi itu tak membawa hasil, tetap saja barang elektronik yang kusentuh akan korslet dan terbakar. Akhirnya seorang penjahit baik hati mencoba membuatkan aku baju yang terbuat dari plastik. Setiap kali baju itu kupakai aku jadi bahan olok-olok, baju itu mirip jas hujan. Usaha itu pun ternyata tak membawa hasil. Aku kesal dengan diriku, kesal dengan orang kampung. Setiap kali aku lewat mereka langsung tutup pintu. Aku seperti anak yang punya penyakit menular, sejenis lepra.

          Sudah tiga bulan Ki Rono Kentir tak terlihat batang hidungnya, aku benar-benar sudah tak punya uang jajan. Mungkin dia masih sibuk mengurus anaknya yang sakit di Jakarta.  Tapi aku tak percaya begitu saja, siapa tahu saat ini dia berada di rumah janda gendut kaya raya itu. Aku mencoba menyelidiki rumah besar yang mirip stasiun radio itu, mengendap-endap seperti maling. Tiba-tiba aku dikejutkan suara letusan kecil.

          Aku tak sempat menghindar saat Bunda Geulis keluar. “Jadi kau rupanya, pantas televisiku meletus…!!”

          Aku tak dapat berbuat apa-apa, aku gugup dan bingung. “Aku mencari Ki Rono.” Kataku gugup.

          “Untuk apa dia berada di sini, kau pikir aku ini baby sitter- nya? Sekarang ganti televisiku yang kau rusak!” kata Bunda Geulis tak main-main.

          “Kapan aku merusak televisimu, melihat saja belum pernah?”

          “Siapa anak di kampung ini yang tangannya terkena kutukan? Televisiku meletus pasti gara-gara kau dan kau harus menggantinya tiga juta, kalau tidak kuhajar kau!”

          Bunda Geulis sangat marah, soalnya dia sedang menonton berita yang sangat menarik. Teroris bernama Zaskia Maniez kembali beraksi, kini dia meledakan sebuah apartemen. Sepuluh orang tewas dalam peristiwa itu. Tetapi berita yang tak kalah menarik adalah, seorang gadis berumur lima belas tahun merampok container berisi makanan dan susu bayi. Kini gadis itu menjadi buronan polisi yang paling dicari.

          “Perempuan di negeri ini sudah pada sinting rupanya!” gerutu Bunda Geulis.

          Dan televisi yang tengah ditontonnya itu pun meletus! Bunda Geulis baru saja membeli televisi berwarna merk ZUN-TAI, buatan Cina. Dia bangga dengan televisi barunya itu, sebab televisi semacam itu belum pernah ada di kampungku. Namun tiba-tiba televisi kesayangannya meletus, sialnya aku pas berada di rumah itu tengah mengendap-endap, maka akulah yang menjadi tersangka utama dan harus menggantinya tiga juta rupiah.

          Juragan pabrik kerupuk bernama Euis Geulis terkenal pelit dan galak, orang memanggilnya Bunda Geulis. Tak tahu kenapa dia punya nama secantik itu, menurutku tidak cocok dengan menampilannya yang seram. Tapi dia tak peduli apa pun tanggapan orang soal namanya, sebab dia orang kaya. Setiap membeli  sesuatu dia selalu menawar dengan harga murah. Ini yang membuat pedagang kesal dan langsung menutup tokonya jika melihat perempuan gendut itu datang. Saking pelitnya, masuk WC umum saja dia masih menawar.

Indigo Mencari Tuhan [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang