Stadion Pemda yang terletak di pusat kota Yogyakarta terlihat ramai, hari ini lomba taruhan antara pelari juara Asia dan penantangnya siap digelar. Panitia sibuk mengatur acara tersebut, mereka memakai kaos seragam bertuliskan, Taruhan Itu Bukan Judi, Tapi Sebuah Harapan! Satu motto yang merdu di telinga, tapi gatal di hati.
Promotor yang mantan bandar judi itu tidak menyangka antusias penonton begitu besar, terutama para pecinta olah raga atletik, ini moment yang tak boleh diabaikan. Mereka ingin melihat kembali pelari idola mereka yang pernah berjaya di beberapa tahun lalu. Riuh penonton terdengar berkumandang, ada yang mengelu-elukan si pelari gaek, tapi tak sedikit yang mencelanya. Namun ini sebuah pertandingan olah raga, jadi sah-sah saja.Sistem pertandingan dilakukan satu lawan satu, lima kali keliling stadion. Siapa cepat dialah yang keluar sebagai pemenang. Enam pelari sudah berguguran melawan juara Asia itu. Uang taruhan mulai bertaburan, sebab para penonton ikut pula bertaruh. Sampai sepuluh pelari tak seorang pun yang sanggup mengalahkan sang juara, promotor acara jejingkrakan, hari ini dia menang besar. Selain menang taruhan, dia mendapat keuntungan dari hasil penjualan tiket.
“Para hadirin sekalian, sekali lagi ini bukan judi, ini acara olah raga yang wajib dilestarikan!” kata pembawa acara di atas panggung. Suara pembawa acara semakin lantang, badannya ikut bergoyang mengikuti irama dangdut yang dinyanyikan seorang biduan seksi. Acara tersebut memang diseting sedemikian rupa layaknya konser musik, agar terlihat lebih meriah dan menarik. Selain itu untuk mengelabui jika aparat bertanya.“Ini acara musik, olah raga atau judi?!”
Promotor tenang saja, dia sudah menyiapkan jawaban, amplop! Selesai urusan!
Rupanya gemuruh penonton bukan hanya mendukung para pelari, mereka juga mendukung biduan cantik dan seksi yang sedang bergoyang di atas panggung. Pakaian yang dipakai sangat minim, hanya selembar. Jika pakaian yang selembar itu tersangkut di tiang mic, biduan seksi itu akan terlihat telanjang. Acara ini benar-benar hebat dan bikin deg-degan, bikin tegang!“Ayo, siapa lagi yang berani…! Sekarang taruhan naik menjadi satu setengah juta rupiah, berarti hadiahnya menjadi lima belas juta. Wooow! Ayo, siapa lagi…..?!” teriak pembawa acara semangat.
Hening tak ada jawaban,tepuk tangan pun tak terdengar. Biduan yang tadi nyaris telanjang berhenti bergoyang. Penonton menunggu sang penantang baru. Aku dan Bang Tagor berdiri membisu di sudut stadion, kami kasak-kusuk ragu.
“Gimana, Bang?” tanyaku agak gemetar.
“Abang cuma bawa duit satu juta, Gee!”
“Abang tawar saja!” kataku memberi solusi.
Pembawa acara menunggu penantang baru, tapi beberapa menit ditunggunya tak ada yang datang. Si pelari gaek terlihat sudah tak sabar, dia berlari-lari di tempat dengan
sombongnya. Akhirnya pembawa acara pun menutup acara lomba lari tersebut.“Baiklah, saudara-saudara sekalian! Berhubung sudah tak ada lagi penantang, maka dengan ini acara lomba lari ditut…..”
Pembawa acara tak melanjutkan kata-katanya saat terdengar teriakan sekeras geledek. Pembawa acara terkejut, mikrofon yang berada dekat bibirnya nyaris tertelan ke mulut.
“Tungguuuuuuuuu…..!”
Bang Tagor berlari menuju panggung sambil mengacungkan-acungkan uang satu juta rupiah. Jika dalam
sinetron, ini adegan slow motion.“Aku cuma punya duit satu juta, bagaimana bro?”
Pembawa acara melirik si promotor, promotor melirik si pelari gaek, sementara si pelari tengah asyik melirik biduan seksi berpakaian minim tadi. Akhirnya tanpa persetujuan si pelari yang sedang tegang, promotor mengacungkan jempolnya setuju. Penonton bersorak lebih ramai dari sebelumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Indigo Mencari Tuhan [TAMAT]
Historical Fiction(TELAH TERBIT) - TAMAT Jangan lupa kasih bintang dan share cerita ini ya :) Blurb Sakit kepala yang diderita anak laki-laki bernama Gee, bukan sakit kepala biasa. Jika sakit kepalanya muncul membuatnya sangat menderita, bahkan kepalanya sampai menya...