10 - Terjun Payung

32 4 0
                                    

          Setelah   mendengar   kisah tentang gadis ningrat liar  bernama Ningtyas Sedayu itu, aku dan Ki Rono Kentir pulang dengan menumpang truk pasir, sebab angkutan desa yang kami tunggu tak kunjung datang. Kami duduk di belakang, seperti dua orang petualang yang kehabisan bekal. Tapi aku sangat senang.

          Di dalam perjalanan, Ki Rono banyak bercerita, terutama yang menyangkut keberadaanku sebagai anak indigo yang tengah mencari Tuhan. Namun di sela-sela ceritanya, kadang aku tertawa terpingkal-pingkal. Orang tua ini selain tegas, ternyata juga pandai melucu. Aku seperti mendapat ayah kedua dalam hidupku.

          “Lima belas tahun lalu, aku tinggal di Jakarta. Tempat tinggalku digusur Pemda dan sudah berubah jadi gedung parkir. Aku tak mendapat penggantian yang cukup, sehingga aku tak mampu membeli rumah. Maka jadilah aku gelandangan yang
siap dirazia Dinas Sosial. Dari pada menjadi sampah, akhirnya aku pilih tinggal di Gunung Kidul ini, jadi petani.” Kata Ki Rono Kentir memulai ceritanya.

Aku diam, menjadi pendengar saja.

          “Di Jakarta aku mengenal seorang prajurit. Tapi prajurit yang satu ini bandelnya luar biasa, dia sering membantah perintah komandannya. Jarang apel, jarang mandi  dan jarang pulang  ke rumah. Bahkan dia  nyaris jadi prajurit disersi. Suatu hari istrinya melapor kepada komandan atas kelakuan suaminya. Kata istrinya, dia akan diceraikan  suaminya. Suaminya mau kawin lagi dengan gadis Pantura. Rupanya dia sudah tergila-gila dengan seorang penyanyi dangdut. Mendengar laporan sang istri, komandannya sangat marah. Beberapa prajurit langsung ditugaskan untuk mencari dan membawa pulang prajurit bandel itu ke batalyon untuk diproses. Tiga hari kemudian prajurit itu ditangkap. Tapi sebelum diproses, dia dihajar rekan-rekannya sendiri, hingga babak-belur. Prajurit    itu pun  diminta menandatangani surat perjanjian, agar tidak mengulangi perbuatannya dan membatalkan rencananya untuk kawin lagi.”

          Truk pasir yang kami tumpangi meluncur kian cepat, beberapa kali kami harus terpelanting, saat truk melindas polisi tidur yang melintang di tengah jalan.

          “Suatu ketika prajurit tersebut harus melakukan terjun payung, guna  mendapat wing terjun.  Karena  dia salah-satu prajurit yang belum mendapat medali itu. Pengalaman seorang prajurit belumlah lengkap, jika belum melakukan terjun payung. Sebelumnya prajurit itu selalu menolak untuk melakukan terjun payung. Dia mengaku fobia ketinggian. Namun ketika dia diancam akan dipecat dari dinasnya, akhirnya terjun payung itu pun dilakukannya juga.”

          Meskipun deru mesin truk jauh lebih keras dari suara Ki Rono, tapi aku semakin tertarik dengan cerita itu.

         “Prajurit bandel itu gemetar, dadanya turun-naik, keringat dingin sudah membasahi baju terjunnya. Dia nyaris kencing di celana. Sebentar lagi giliran dia yang harus melompat dari pesawat hercules itu dengan parasut. Setengah menangis, prajurit itu berjanji pada istrinya.”

          “Istriku tercinta, doakan semoga aku selamat dalam acara terjung payung sialan ini. Aku berjanji tak akan kawin lagi, aku akan setia padamu sampai mati!”

          Prajurit itu ragu, dia takut untuk melompat. Hal ini membuat instruktur sangat kesal. Akhirnya tubuh prajurit itu didorong dengan keras.

          “Cepat lompat kau, dungu!” teriak instruktur. Dibarengi teriakan keras, tubuh prajurit itu pun meluncur deras menuju bumi.

          “Istrikuuuuu…….!”

          Parasut pun terkembang sempurna, prajurit itu sangat senang. Dia berkata lagi kepada istrinya.

          “Wahai istriku, kau dan dia sama-sama cantik. Aku pusing memilihnya.”

Indigo Mencari Tuhan [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang