Surat-surat Untuk Marc Márquez

Surat Keempat Belas

Untuk Marc Márquez, yang semoga kau tidak pernah bosan membaca surat dariku, seperti sama bosannya aku ketika melihat balapanmu kemarin.

Ya, Marc, aku sempat bosan. Meski begitu, aku gemas melihat usahamu untuk meraih posisi pertama. Sepertinya kau juga tidak pernah jenuh berada di posisi teratas itu, kan? Ya, meskipun pada akhirnya kau harus tetap menghargai posisi kedua yang berhasil kau raih.

Marc, berapa banyak sih uangmu? Tenang, aku tidak akan memintanya, walaupun aku tidak akan menolak jika kau memberikannya. Tiba-tiba saja a ingin tahu.

Kalau dipikir-pikir, kau telah memiliki semuanya. Walaupun begitu, kau selalu saja punya mimpi agar kau bisa menjadi yang terbaik, dan kau selalu berusaha untuk menjadikannya nyata. Mungkin dengan begitu, kau merasa selalu hidup dan punya alasan untuk terus bernapas.

Kau bukan hanya memiliki banyak harta, tapi juga keluarga yang bahagia, penggemar setia, semuanya. Belum lagi sikap-sikap baik yang selalu kau tunjukkan. Iya, aku tahu kalau di dunia ini tidak ada manusia sempurna, yang ada hanya manusia yang selalu berusaha untuk menjadi yang lebih baik dari sebelumnya.

Aku bosan, Marc. Aku mulai merasa seperti itu. Jenuh terus menulis surat untukmu, yang tidak pernah benar-benar terkirim padamu, apalagi belum sempat kau baca setiap katanya yang sengaja aku tuai dalam untaian kalimat ini.

Tapi, aku tidak bisa berhenti. Sama ketika aku bosan mengagumimu, tapi aku tidak pernah benar-benar menyudahi rasa kagumku. Aku justru berusaha mengembalikannya seperti semula.

Maka dari itu, aku terus menulis surat ini. Tidak peduli betapa lelahnya aku, atau bagaimana bosannya para penggemarmu yang membaca ini.

Aku tidak pandai menulis, Marc. Makanya aku selalu berpikir ulang untuk jadi penulis. Namun, menulis surat untukmu ini, menjadi sebuah usaha untukku berbahagia dengan cara yang tidak biasa.

Semoga, kelak kau akan membacanya.

Tertanda,

Gadis Kwaci