Surat Keenam Belas

137 13 7
                                    

Teruntuk Marc Márquez, yang kemarin sempat menginjakkan kaki di bumi Pertiwi yang sama denganku.

Marc, jika boleh aku menghitung dengan jari, aku ingin tahu sudah berapa kali kau mendaratkan langkah di negara yang menjadi kebangsaanku ini. Iya, yang menghitung jariku, tapi yang sakit malah hatiku.

Mungkin tanah airku sudah bagaikan rumahmu, yang hampir setiap tahun kaudatangi hanya untuk menyapa mereka, atas nama penggemar setia. Aku juga bagian dari mereka, aku penggemarmu, tapi kenapa kau tak sempat sekalipun bersua denganku?

Ya, aku cukup tahu diri. Aku tidak memiliki saldo di rekening yang jumlah digitnya mampu untuk membawaku ke hadapanmu, saling berbagi senyum dan bertukar sapa dalam jumpa.

Sudahlah, aku harus bisa menerima kenyataan yang memang sepahit kenangan, yang terseduh bersama kopi hitam dan ditemani sepiring gorengan.

Atau ini mungkin balasan untukku, Marc, yang beberapa kali merasa bosan denganmu. Padahal, banyak alasan yang bisa aku teguhkan untuk selalu mendukungmu.

Bilang saja aku munafik, tetapi tetaplah aku seseorang yang menaruh kekaguman padamu tanpa bisa ditampik.

Tuhan mungkin memang tidak memberikan kuasa-Nya atas pertemuan kita. Agar aku dan kamu mengerti, tidak semua yang saling mengenal untuk dipertemukan dan dipersatukan. Mungkin hanya untuk saling memahami dalam merajut mimpi.

Aku dan kamu, hanya bisa saling berbicara dalam surat-surat yang aku tulis ini, tanpa benar-benar terkirim padamu. Namun, aku berharap, Tuhan bersedia membacakannya untukmu.

Masih dariku

Nisa F

Surat-surat Untuk Marc MárquezTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang