ICE PRINCESS ❄️ 41 | Rindu Itu Berat

174K 10.4K 230
                                    

"Hal yang menjadikan rindu itu berat adalah saat di mana rasa itu mencuat, hati malah menuntut kita untuk menjadi kuat.
Dan saat di mana rasa itu ingin melepasnya dengan sebuah tangisan, intuisi kita malah membalasnya dengan sebuah senyuman."

ICE PRINCESS

.

"Lo udah hubungi bokap-nyokapnya Juna?"

Didi menoleh sebentar ke Oji lalu mengangguk. "Udah tadi."

Tap tap tap

Mereka semua menoleh saat mendengar gerak langkah kaki yang tergesa-gesa. Tak lupa dengan isak tangis yang tak kunjung surut walau sebuah tangan, berkali-kali mengusap punggungnya untuk menenangkan.

"Tante Renata," ucap Didi lalu beranjak mendekati Renata yang berada dalam rangkulan sang suami.

"Gimana sama Juna, Di? Sudah ada kabar terbaru?" Renata mencoba bertanya di sela paniknya.

Didi menggeleng kecil. "Belum Tan. Juna masih di dalem, masih ditangani dokter."

Renata merapatkan dirinya pada Elfan, mencari ketenangan di sana namun hanya sebentar karena ia segera menoleh saat merasakan jari-jemari kanannya di genggam erat oleh anak tengahnya, Rama. Ia menyunggingkan senyumnya sebisa mungkin, seakan memberitahu pada sang anak bahwa ia tak apa.

"Ngomong-ngomong Di, gimana kronologinya sampe Juna bisa kecelakaan kayak gini?" Elfan bertanya setelah menuntun Renata untuk duduk di kursi tunggu di samping Zaki duduk.

Didi menunduk, menatap lantai keramik putih sejenak lalu menatap Elfan dan Renata yang tengah menunggunya untuk berbicara. Ia mendudukkan dirinya di kursi di sebelah Galang duduk sebelum menghembuskan napasnya lalu membuka suara. Ia menceritakan kejadian itu secara runtut, tanpa ada yang tertinggal satupun. Dari mulai kehadiran dua mobil yang ia curigai sampai kecelakaan itu terjadi.

Selagi Didi bercerita, mata Renata selalu mengarah ke baju putih Didi yang sebagian sudah ternodai darah. Ia sangat yakin kalau itu darah anak sulungnya. Ia menunduk dan kembali, tetes air mata itu jatuh membasahi punggung tangannya yang tengah meremas kuat jari-jemari Elfan.

Raya sedari tadi hanya mengamati kedua pasangan itu. Bahkan tanpa Renata memberitahu, Raya sudah bisa merasakan apa yang tengah wanita itu rasakan. Wajar, sebagai seorang ibu, Renata pasti sangat terpukul saat mendengar kabar buruk yang menyangkut putra pertamanya.

Tak lama, pintu ruang UGD yang tertutup rapat selama hampir setengah jam itu terbuka dan menampakkan seorang perawat laki-laki.

"Maaf Pak, Bu. Saya akan memberikan kondisi yang terkait pada pasien bernama Arjuna. Apakah di sini terdapat keluarga dari pasien?"

"Kami orangtuanya."

"Baik, Pak."

"Saya mengabarkan bahwa kondisi pasien saat ini sedang kritis dan membutuhkan darah dengan golongan darah tipe A segera."

Bulir yang sejenak mereda kembali deras saat Renata mendengar penuturan sang perawat. Rama lantas memeluk sang bunda, sesekali tangannya mengusap lengan atas bundanya. Walaupun itu tidak berefek sedikitpun.

"Ambil darah saya sekarang, golongan darah kami sama." Elfan mengikuti sang perawat begitu laki-laki itu mempersilahkan dirinya untuk mengikuti sang perawat.

"Bunda," ucap Rama yang tak tega melihat bundanya begitu rapuh.

Renata menoleh sekilas. "Kakak kamu Ram, bunda takut terjadi apa-apa sama dia."

ICE PRINCESS • (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang