13.2

31 3 0
                                    


Dua tahun berlalu dan Bian melanjutkan hidupnya dengan enggan merasakan semua yang dilakukannya adalah kesia-siaan belaka yang membunuhnya perlahan. Acap kali Bian tergiur mengkhiri hidupnya ketika perasaan kesepian membelenggunya atau berharap seorang datang melenyapkan keberadaannya karena hidupnya tak lagi berharga sejak perpisahan kedua orang tuanya dan juga kehilangan cinta pertamanya namun sebuah harapan kecil selalu mencekal langkah akhirnya, sebuah jeda singkat. Adalah perjalanan yang Bian yakini akan melepaskannya dari kukungan penderitaan. Itulah mengapa dia mempertaruhkan sahabatnya demi sebuah perjalanan menuju rumah yang dia tuju, Melati.

Melankoli dan picisan, Bian tak menyangkal itu.

"Dia menderita Amnesia Psikogenik akibat peristiwa traumatis." Gustav mengalihkan fokus Aisyah pada layar 21 inci yang menampilkan aksi laga Tom Cruise. Sedangkan Bian yang sejak pertemuannya dengan Melati sudah kehilangan fokus menatap Gustav dalam.

"Traumatis akibat kekerasan fisik yang dilakukan Omnya."

Berkisahlah Gustav tentang Melati yang di diagnosis mengalami Amnesia Psikogenik disebabkan oleh peristiwa traumatis kekerasan yang diterimanya beberapa waktu lalu. Sehingga Melati mengalami gangguan dalam mengingat berbagai peristiwa tentang kehidupan personal bahkan identitanya selama episode amnesia. Sebuah Trauma yang menghancurkan Melati yang telah luruh meluruh dan akan menghantuinya sepanjang waktu.

"Namanya Arum Melati. Kami mengetahui identitas dirinya dari data sipil."

"Nama yang indah." puji Aisyah dalam kegamangan.

Sekebelit bayangan melintas di angan Bian bagaimana seorang Arum Melati meringkuk menangis ketakutan tatkala menyaksikan kekerasan fisik dihadapannya tentu menimbulkan guncangan kejiwaan dan trauma. Kemudian Melati menjalani kehidupannya dipenuhi ketakutan-ketakutan dari masa lalu persis seperti yang di alami Bian saat ini atau tak menutup kemungkinan Melati lebih hancur darinya.

Malam itu Bian tersadar, bahwa kesepian yang menutup celah jiwanya diakibatkan pilihan Bian yang hidup di dunia yang saling memandang bak cermin membuatnya mengukur dan membandingkan dirinya dengan kelebihan banyak orang, kasih sayang dan kebahagiaan orang lain. Perceraian dan kehilanga membuat kehidupan sehari-harinya begitu berat. Dan lupa diri bahwa masih banyak yang lebih terluka darinya, banyak yang memikul beban lebih berat darinya.

Bian menggeleng cepat, meleburkan bayangan menakutkan dalam angannya.

"Kami bersyukur dia melupakan kenangan buruknya. Beberapa kenangan mungkin lebih baik terlupakan dibandingkan untuk diingat."

"Tidak! Kenangan adalah bagian dari kita. Melupakan kenangan sama saja kehilangan separuh diri dan itu sangat menyakitkan."

Gustav dan Aisyah bersitatap saling melempar tanya. Bian adalah manusia dengan egoisme tingkat ekstrem dan minim empati. Bagi Bian mengabaikan orang-orang yang tidak penting membuatnya lebih bahagia dan terhindar dari beban moral dan Bian memilih menjadi kejam dalam benteng egoisme. Baik Gustav dan Aisyah memaklumi keperibadian Bian mengingat kegagalan rumah tangga kedua orang tuanya.

"Dia sepertinya demam." seru Aisyah. Gustav meraih wajah Bian kasar dan menempelkan tangannya di jidat Bian yang tak panas. "Aneh, dia tidak demam."

"Aku tidak demam." Ketus Bian, menyingkarkan tangan Aisyah dari jidatnya. "Ada apa?"

"Biasanya kamu tidak tertarik jika kami membahas orang lain."

Gustav menangguk membenarkan.

Bian menggaruk tengkuknya, "Entahlah, lagi pula Melati bukan lagi orang lain."

"Melati, Siapa dia?" tanya Aisyah.

Refleks, Bian menutup mulutnya dan mengibaskan tangannya di udara.

"Cinta pertamamu kan?" selidik Gustav, Bian menggeleng hiperbolis yang dihadiahi senyum sumringah Aisyah dan Gustav.

"Tidak perlu menyangkal, Banyu yang cerita."

Bian menggerutu kesal dan berjanji akan memberikan pelajaran BanyuTeman SMP nya agar tak sembarangan menyebarkan kisah asmaranya.

"Ceritakan tentang Melati." pinta Aisyah. "Dia pasti perempuan hangat yang mampu meluluhkan dinginnya hati seorang Tibian Asyhar."

"Kata Banyu, seorang Melati bahkan−"

"Dia tidak untuk dikisahkan." Salip Bian cepat. "Berhenti membahasnya."

"Lihatlah, Pipinya bersemu Gustav."

"Hentikan!" hardik Bian dan beranjak menuju Kitchen bar mengabaikan suara tawa kedua sahabatnya yang tengah berkonspirasi menjailinya.

Bian meneguk segelas air hingga tandas berulang kali. Melati, mengapa setiap bersinggungan dengannya hormon adrenalin, epinerfin dan norepinefrine meningkat drastis.

"Bisa-bisa aku terkena serangan jantung dini." gerutu Bian.

Peningkatan Hormon adrenalin dapat berbahaya bagi orang yang mengidap masalah jantung serius dan beresiko tinggi bagi mereka yang mengidap penyumbutan pembuluh darah. Harusnya Bian berbahagia sebab keinginanya mengakhiri hidup bisa saja terkabul seperti keinginannya selama dua tahun ini. Tapi, mengapa dia merasakan ada keenggangan dan ketakutan yang melingkupinya?

"Astaga! Apa yang ku pikirkan. Sadarlah Bian, kamu masih tujuh belas tahun." monolog Bian. Kini dia bersandar pada ubin kitchen bar.

"Kau tak perlu menyusulku Aisyah." omel Bian pada seorang yang baru saja memasuki dapur yang dia duga Aisyah. Tak mendapat gubrisan, Bian melirik seorang yang kini berlalu mengabaikannya dan sedang membuka kulkas.

Bian tercekat. Gelas yang digenggamnya hampir meluncur beradu dengan lantai marmer bila dia tidak segera mengembalikan kesadarannya.

Kini Melati dihadapannya dan hanya berjarak beberapa langkah darinya. Haruskah dia lari dan pergi atau menyapanya untuk pertama kali.

Lagi, Bian merasakan detaknya semakin bertalu dan lutut yang kian melemah.

Mengapa reaksi tubuhnya begitu hiperbolis?

Sekarang aku pria tujuh belas tahun. "Hai, Aku-aku sahabat Gustav. Bi-" Melati berbalik, menatapnya tanpa minat.

"Setiap orang memiliki kenangan yang tak dapat mereka ingat, tak peduli seberapa kerasnya mengingat. Itu dianggap sebagai mekanisme pertahanan yang membantu seseorang melindungi diri dari kenangan buruk. Beberapa kenangan lebih baik terlupakan." Ucapan Gustav tadi mengalun dalam benak Bian.

Kenangan buruk?

Terlupakan?

Dan Bian adalah bagian dari kenangan buruk Melati yang terlupakan.

Malam ini dalam hitungan milenial, Bian kembali menjadi pecundang dengan menghindari Melati yang kehadirannya selama ini dia harapkan. Keberadaannya berpotensi kembali mengingatkan Melati pada ingatan buruk itu dan saat ini menghilang dalam jangkat waktu lama adalah pilihan Bian.

Bian menyeringai kecil dan berlalu meninggalkan Melati yang tengah mengekori langkah Bian hingga lenyap kemudian mengulum senyum samar.

When The Rain ComesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang