Semilir angin yang menerpa wajah, sejuknya udara di pagi hari. Ditambah bentangan warna hijau di kiri kanan jalan yamg dilewatinya. Pemandangan khas pedesaan yang sudah sekian lama tak dinikmati. Entah berapa lama Sohyun tak kembali ke kampung halamannya, yang jelas tak banyak yang berubah tentang kampung halamannya.
Dia mempercepat kayuhannya saat jalanan sedikit menanjak. Lalu menghembuskan napas lega usai melewati dan jalanan kembali rata. Bibirnya berdendang riang sembari memperhatikan kanan kirinya. Para penduduk desa kebanyakan petani, tak heran ia melihat banyak dari mereka sudah berada di ladang masing-masing. Sohyun tersenyum riang dan menyapa beberapa penduduk yang berpapasan dengannya.
Senyumnya tak berhenti merekah tiap melewati tempat-tempat yang begitu dikenalnya. Dia ingat saat kecil suka mengelana ke penjuru desa bersama teman-temannya.
Apa kabar mereka ya?
Sudah seminggu ia kembali ke kampung halamannya. Saat mama dan papanya memutuskan menghabiskan hari tua di kampung halaman, saat itulah ia ikut pulang. Ia ingin bernostalgia sejenak sambil melepas penat. Otaknya sudah penuh dengan banyak hal, setidaknya di desa ia bisa sedikit merefresh otaknya.
"Mengundurkan diri? Kenapa?"
"Kedua orang tuaku akan tinggal di desa. Aku akan menemani mereka."
"Apa harus mengundurkan diri?"
"Iya."
"Tidak, Sohyun. Aku tak menerima surat pengunduran dirimu. Kalau kamu ingin pulang ke rumahmu silahkan, tapi kamu harus kembali."
"Aku tak bisa kak Mingyu."
Percakapannya dengan Mingyu masih terekam jelas dalam memori. Bukan tanpa alasan dia memilih mengundurkan diri. Menemani kedua orang tuanya tinggal di desa itu memang benar, kakaknya menetap di kota demi pekerjaan. Walau kedua orang tuanya menyuruhnya menetap di Seoul saja, Sohyun bersikeras ikut.
Alasan terbesarnya adalah ingin menjauh dari lelaki itu.
Kenapa harus menghindar?
Berita pertunangan Jisoo cukup mengguncangnya sehingga ia memutuskan pergi dari hiruk pikuk Seoul. Setidaknya di desa ia tak akan mengetahui informasi mengenali pertunangan Jisoo. Semakin sulit baginya tiap hari melihat berita pertunangan Jisoo yang digadang-gadang akan sangat mewah.
"Apa kamu begitu yakin pria yang akan bertunangan dengan wanita itu adalah kekasihmu? Bisa saja itu pria lain?" Saeron memarahinya habis-habisan saat ingin pindah.
Sohyun masih berharap pria itu bukan Taeyong-nya. Tapi kalau itu Taeyong bagaimana? Dia takut mengetahui kenyataan itu. Lebih baik ia tak tahu. Kalau benar itu taeyong akan sulit baginya untuk melupakan.
"Hubungi dia. Tanyakan langsung."
Sohyun berusaha untuk menemui lelaki itu tapi melihat Taeyong dan Jisoo di dalam mobil yamg terparkir di depan rumah lelaki itu membuatnya mengurungkan niat. Dia tak memiliki keberanian untuk melangkah maju menghampiri mobil itu.
Senyum Jisoo dan senyum Taeyong malam itu kian membuatnya mundur teratur.
"Kim Sohyun! Hei," panggil Arin mensejajari laju sepeda Sohyun dengan sepedanya.
"Arin."
"Kalau kamu melamun begitu yang ada kamu akan jatuh ke selokan."
Sohyun tersenyum tipis. Dia tak sadar tadi sempat melamun.
"Kamu mau kemana Hyun?"
"Hanya berkeliling desa. Kamu?"
"Menjemputmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hot Daddy : Dave And His Dad
Fiksi Penggemar[Daddy Series 1] Judul sebelumnya: Hot Daddy Cerita sudah tamat, sedang diunpublish (tidak tahu kapan dipublish kembali) Seorang mahasiswi semester akhir yang menjadi babysitter sebuah keluarga kaya raya harus terjebak di antara anak-ayah yang sama...