"Lico? Sastrawan tolol itu bukan?" tanya Uberk kepada salah seorang di sekitarnya. Temannya itu hanya mengganguk. Uberk menunjuk sebuah foto laki-laki paruh baya dengan tampang sendu sekaligus tatapan yang agak liar. Mengamatinya dengan seksama pada seorang yang mengenakan syal dan sebuah topi buatan Italia. Kemudian mengernyit. "Seorang lainnya yang tak berguna."
"Oh, itu Roberto, peraih Nobel Sastra tahun lalu. Dan di sampingnya adalah Jacques Lionie. Penyair yang paling banyak diberitakan akhir-akhir ini. Dan di sisi kanannya, kau lihat, Laki-laki muda berumur tiga puluhan? Mereka menyebutnya si kecil ajaib, seniman termahal tahun ini, yang sama brengseknya dengan si Guarto sang virtuoso gadungan. Mereka semua tak lebih dari kumpulan orang-orang tak berguna," jawab Ulricke dengan nada ketus.
"Lalu siapa yang harus kita habisi kali ini?" tanya Arnee, perempuan cantik bertubuh mungil yang begitu cekatan dan sangat cerdas.
"Laki-laki berkacamata ini," Ulricke menunjuk ke salah seorang di gambar itu. "Namanya Jacko Vitola, peraih Nobel Sastra tahun ini dan dua kali memenangkan hadiah Pulitzer secara berturut-turut. Laki-laki yang paling diagungkan di pertengahan abad ini oleh banyak pihak. Dialah yang harus kita urus sebaik mungkin."
"Oh, dia. Aku pernah melihatnya dua kali. Dia memang memiliki banyak hal yang layak untuk dimusnahkan bukan?" tanya Arnee untuk kedua kalinya.
"Bukan itu yang terpenting," jawab Ulricke tegas. "Yang paling penting dari apa yang harus kita ketahui adalah kenyataan bahwa mereka semua telah gagal membawa bahasa ke inti setiap kehidupan manusia. Itulah sebabnya, semua sastrawan hanyalah omong kosong. Kamu tahu Arnee, bahasa adalah penyakit. Dan mereka membiakkan penyakit ini dengan kadar yang benar-benar tolol bersama penyakit lainnya bernama kehidupan. Dan bahasa, adalah kegagalan dari utopia umat manusia akan dunia yang saling memahami. Dan para sastrawan ini, membawa kekonyolan yang terus berulang tanpa ada satu pun dari mereka yang berkeinginan untuk menuntaskannya."
Arnee mengangkat bahu, "Entahlah, yang aku tahu, mereka hanyalah para pengecut yang benar-benar menyedihkan."
"Yah, mereka hanyalah sekumpulan sosialita dan para pengecut yang berkerumunan di antara bangkai kata-kata, tidakkah begitu Ulricke? Tugas mereka hanyalah menulis, menjadi terkenal, atau mengkhayal bahwa mereka telah memberikan sesuatu pada umat manusia. Orang-orang sombong yang benar-benar menyebalkan dan para pemalas yang yang tak sadar diri," balas Jan Marteen dengan nada tak mengenakkan.
Jan adalah ilmuwan muda dalam biologi, terkhusus etologi. Menemukan beberapa kajian yang benar-benar penting dalam bidangnya, yang dikerjakannya dengan susah payah selama bertahun-tahun. Akhir-akhir ini dia semakin muak dengan para sastrawan yang nyaris diagungkan-agungkan dunia dengan mata yang benar-benar buta. Dia selalu menyebut mereka sebagai "bangkai para idiot". Dan membenci para sastrawan buruk dengan kadar yang benar-benar mengerikan.
Uberk berjalan ke arah kulkas, membukanya, mengambil beberapa makanan yang dia bagikan ke semua orang yang ada di situ. Lalu berjalan memasuki ruangan lain, mengambil dua buah buku dari rak-rak yang begitu menjulang sampai di langit-langit.
"Bakar buku-buku ini," perintahnya singkat. Dia lemparkan dua buah buku cukup tebal ke lantai di tengah kerumunan manusia yang sedang melahap makanan mereka masing-masing. Dua buah buku berwarna hijau muda, dua jilid penting dari karya Jacko Vitola. Sebuah ritual khusus sebelum mereka melakukan misi yang harus mereka selesaikan. Membakar karya paling penting, masterpiece, dari para sastrawan yang harus mereka bunuh.
Anak-anak muda itu berkumpulan dibawah naungan nama J'Na. Kelompok internasional yang telah menggemparkan dunia setelah melakukan pembunuhan beruntun terhadap tokoh-tokoh penting dalam bidang pemikiran dan sains. Kelompok itu telah membunuh lebih dari dua ratus orang penting dari berbagai benua yang berbeda. Dan yang paling membuat mereka terkenal adalah pembantaian secara brutal para sastrawan terkemuka yang berkumpul dalam acara tahunan yang diselenggarakan oleh salah seorang penulis paling berpengaruh, Hermann Rusell. Di hari itulah nama J'Na menjadi sebutan yang begitu menakutkan bagi para penulis manapun. Selembaran mereka yang tersebar secara luas saat peristiwa yang mengerikan itu menjadi sebuah gaung yang tak akan terlupakan oleh siapa pun: "Peradaban telah mati. Bahasa hanyalah penyakit. Kehidupan adalah akar seluruh masalah. Dan buku-buku hanyalah omong kosong yang terus diulang-ulang. Dan kalian, para penulis, adalah virus yang harus kami habisi."
Kelompok itu telah menggantung lima jurnalis peraih Pulitzer. Menembak tujuh orang penerima The Man Booker Prizes secara mengenaskan. Tiga belas peraih Nobel dari segala bidang mati mencurigakan di berbagai macam tempat yang berbeda. Dan mereka juga membakar puluhan rumah para penulis terkemuka dunia. Dan kini, di sebuah tempat yang terletak di pusat sebuah kota yang selalu sibuk, tengah berkumpul anak-anak muda yang tengah bercakap-cakap, merencanakan sesuatu, dan sedang menikmati derak suara dari dua buah buku yang tengah terbakar.
"Kita berangkat," ujar Ulricke kepada semua orang yang ada di situ. Mereka semua mengangguk, mengemasi barang masing-masing, kemudian satu persatu hilang dari balik pintu
KAMU SEDANG MEMBACA
J'Na
Actionnovel kecil. gagasannya gila. bagi kalian yang tidak hidup dalam dunia gagasan. aku sarankan menyingkir. buku ini akan ditulis cukup serius. mungkin kalian tak mudah menyukainya. bacalah genre yang biasa. percintaan anak remaja! mendekati novel ini...