13

45 3 0
                                    

Suasa hening yang agak lama menyelimuti ruangan. Ruangan yang tadinya gelap dan hanya dipayungi kerlap-kerlip bintang di langit-langit. Kini tampak cahaya kecil yang mirip seperti api yang memancar dari atas.

Perlahan, cahaya oranye keemasan bermunculan dari langit-langit, seluruh dinding, dan lantai. Memperlihatkan berbagai makhluk hidup yang tak asing bagi sebagian besar orang yang melihatnya.

Semua makhluk itu terlihat berbeda dari yang sebelumnya.

"Ini dari masa kita," ujar Peter yang suaranya tertangkap oleh telinga Tabish.

"Kau benar. Sejauh ini sangat mengejutkan dan luar biasa. Hmm, aku rasa kakiku masih basah. Apakah semua air di ruangan ini sudah mengering? Aku tak merasakan adanya air sedikit pun yang menyentuh kakiku."

"Aku rasa," Peter membalas singkat dan mendapatkan sesuatu menyentuh bahunya.

Tubuh mereka basah kuyup. Begitu juga setelan dan pakai apa pun yang mereka kenakan. Semua orang terlihat basah dan berair walaupun sudah tak ada lagi genangan air di bawah kaki mereka.

Peter mengibas-ibaskan kedua tangannya dan memercikkan sisa air dari segala arah di sekujur tubuhnya.

"Oh maaf, aku tak melihatnya," suara seorang perempuan meminta maaf dan segera berlalu. Perempuan itu hanyalah keberadaan yang samar-samar. Keberadaannya yang sengaja muncul memberikan kesan bahwa bukan hanya dia saja yang ada di sini.

"Berbagai makhluk hidup ini, sepertinya aku pernah melihatnya. Mmm, oh, ya, Cristoper Kemp, oh ya, orang itu. Dan, hmm, Natural History Museum. The Lost Spesies." Suara yang keluar dari mulut Tristam kali ini terdengar lebih antusias dan bersemangat. "Aku rasa Saskia mengambil idenya dari itu bukan?"

"Ya, bisa jadi," Tabish mengangkat bahunya dalam keremangan, "dan pastinya tak hanya itu."

Peter berjalan mendekati seekor paus yang bagaikan berenang di depan matanya. Memandangi betapa besarnya ikan itu. Seekor auk besar terlihat menyelam. Menghasilkan jejak berupa buih-buih dari lintasan menyelamnya. Saat Peter melihat sekeliling, banyaknya kehidupan yang berenang membuat dia merasa sedang berada di dalam lautan.

Para burung terbang di langit-langit dan para binatang darat terlihat mengamati atau sekedar berkerumun di dinding-dinding yang berubah menjadi daratan dan tebing.

Segalanya tampak indah sekaligus menyedihkan. Semua makhluk hidup yang terlihat di sini semuanya telah punah dan mendekati punah.

Seni tak mampu menyelamatkan kepunahan berbagai macam spesies kehidupan. Yang mampu dilakukan seni hanyalah segala sesuatu yang terlambat. Seperti yang dilihat oleh kedua matanya saat ini.

Peter mendadak sangat ingin sekali bertemu dengan Saskia.

Langit-langit menjadi kian terang. Kegelapan yang remang dengan begitu cepatnya tersingkir.

Bola besar kemerahan memancarkan cahayanya ke segala arah, menjadikan seluruh makhluk hidup yang ada di dalam ruang terbakar dan lenyap dalam waktu yang begitu pendek. Seolah pergantian suatu masa terjadi dengan begitu seketika dan mendadak.

Bola itu lebih seperti matahari yang membuat terang seluruh ruangan seketika. Berbagai lukisan tiba-tiba muncul dari atas langit dan bergelantungan dengan muka kanvas ke arah lantai. Lalu bermacam patung dan instalasi berskala besar dan kecil muncul dari bawah lantai dan mengagetkan banyak orang. Satu instalasi yang lebih besar dari yang lainnya, yang ukurannya hampir menyentuh langit-langit muncul dan dikelilingi oleh berbagai lukisan yang terasa mengambang dan terlihat membentuk sebuah pola tertentu.

Lalu saat orang tak henti-hentinya terkejut dan terpana kagum. Seluruh lukisan itu tiba-tiba terbakar. Menjadi gumpalan besar api yang memercik.

Peter yang menyaksikan hal itu secara mendadak dan tak terduga, bersamaan dengan seluruh orang yang ada di dalam ruangan, segera saja menyingkir dan berlari.

"Apa ini sungguhan?" tanya Peter pada seorang pria di sebelahnya.

"Entahlah. Aku malah berpikir, apakah ini kesenian?" tanya laki-laki setengah baya berkacamata dengan tatapan mata ke arah lukisan-lukisan yang terbakar.

Banyak orang tak tahu, bahwa hari ini, akan menjadi hari yang begitu bersejarah bagi Inggris dan seluruh dunia. Seorang seniman perempuan yang menikam jantung kesenian dengan luka yang susah untuk disembuhkan oleh siapa pun.

Peter Atkins yang tengah menyaksikan lukisan-lukisan dari berbagai macam aliran kesenian terbakar hebat dan perlahan menjadi abu, sangat menyadari, bahwa dia dan seluruh kelompoknya telah lebih dulu didahului. Kenyataan yang ada di depan matanya membuatnya gusar. Dengan tanpa disadarinya, tangannya sudah menggenggam ponsel pintar dan mencari sambungan ke Ulrich. Saat laki-laki itu sudah berada di sambungan telepon dan menjawab "Halo" "Halo", tiba-tiba seluruh patung dan instalasi hancur secara serentak. Membuat sebagian besar orang ketakutan, berlarian ke pojok ruangan, dan berdesak-desakkan hebat.

Peter sendiri terdesak oleh kerumunan orang-orang yang panik, membuat dia tak memerhatikan suara yang memanggil-memanggil dari telepon pintarnya.

"Ada apa Pet? Suara apa tadi? Halo, halo, apa kau mendengarkanku?" suara Hans Ulrick terdengar tak begitu jelas di tengah kerumunan manusia dan segala jenis suaranya. Peter baru menyadari suara Ulrick saat dia sudah berada agak jauh dari kerumunan manusia dan tengah mencapai pintu keluar ruangan.

"Maaf Hans, aku tak menyadari telah memanggilmu. Ada hal besar yang baru saja terjadi, " jawab Peter dengan nada yang agak tersengal.

"Apa kau tak apa-apa?" tanya Ulrick memastikan.

"Ya, aku tak apa-apa. Aku hanya berusaha keluar dari sini."

"Maksudnya? Dan apa suara berisik tadi? Terdengar seperti ledakan."

"Nanti kau akan segera tahu. Kita telah didahuli Hans! Didahului!"

"Apa? Apa kau bisa lebih jelas lagi?" Hans Ulrick meminta Peter untuk mengulangi lagi perkataanya.

"Tak ada waktu..."

Suara sambungan mendadak terputus. Peter menegok ke belakang  sebelum salah satu kakinya melangkah keluar dari galeri seni. Sesosok perempuan yang dia lihat sebelumnya mendadak muncul dari atas langit-langit dengan dikelilingi oleh burung-burung proyektil yang begitu indah dan terasa nyata.

Perempuan itu menyebutnya dirinya Saskia Vo dan mengucapkan terimakasih banyak kepada seluruh pengunjung yang telah melihat pameran keseniannya.

Peter sendiri agak tercengang dan masih tak yakin. "Apakah perempuan cantik itu Saskia?" tanyanya dalam hati.

Perempuan cantik yang ditatapnya itu tiba-tiba bagaikan memandang balik matanya dan tersenyum manis kepada dirinya dengan penuh teka-teki. Peter sendiri, yang masih memandangi perempuan itu, akhirnya terdorong keluar oleh pengunjung dan kini berakhir di luar ruang pamer.

"Sial, apa tadi itu? Apa dia benar-benar menatapku?"

Dia sendiri masih tak yakin akan hal itu. Yang dirinya yakin, pameran yang dilihatnya tadi benar-benar membuat dirinya agak terguncang. Atau malah jengkel dan iri. Membuatnya menggerutu hebat sambil berjalan cepat keluar dari Victoria and Albert Museum.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 11, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

J'NaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang