9

28 2 0
                                    

"Duduklah Pet," ujar Alex Farquharson, mempersilahkan Peter Atkins duduk di kursi kayu yang terbuat dari pohon oak berusia ratusan tahun. "Kau mau minum sesuatu?"

Peter Atkins tak menjawab dengan segera. Matanya sekarang ini tengah teralihkan dengan lukisan besar yang ada di depan matanya.

Alex Farquharson memperhatikan anak muda yang sedang teralihkan nyaris seluruh inderanya itu. Dia memutuskan membuat minuman tanpa harus meminta persetujuan. Membiarkan sang anak muda terserap dengan dunianya sendiri.

"Kau tahu," Alex Farquharson menyodorkan segelas minuman, membuat Peter Atkins terkejut. "Lukisan ini baru saja datang beberapa hari yang lalu."

Alex Farquharson sekarang duduk di kursinya. Mereka kini saling berhadap-hadapan. "Luar biasa bukan?"

Peter Atkins mengangguk. "Apa ini tak akan membuat keributan, Alex?"

"Aku tak peduli," jawab Alex penuh keyakinan. "Aku sudah lama mencari lukisan ini Pet. Dan kini, lihatlah, aku bisa memandanginya setiap hari di ruanganku. Mengaguminya. Menikmati keindahan yang melingkupi dirinya. Itu sudah lebih dari cukup."

Mereka berdua memandangi lukisan milik Giuseppe Arcimboldo dalam diam. Lukisan itu berjudul Air. Menggambarkan beragam jenis burung dengan keindahannya yang harmonis. Keindahan yang terlupakan begitu lamanya.

"Hmm, aku masih butuh satu lukisan lagi miliknya. Mendatangkan Earth mungkin akan terasa pas. Bagaimana menurutmu?

"Aku rasa itu tepat," balas Peter yang matanya kini terpikat lukisan lainnya. "Bruegel. Mengejutkan."

"Ya. Giuseppe terpengaruh dengan Bruegel dan Bosch. Akan sangat menyenangkan jika mereka berada di ruangan yang sama. Di sini." Alex memandangi ruangan kerjanya yang bertaburan dengan lukisan-lukisan baru yang dia datangkan dari berbagai macam tempat. Dia sendiri mengagumi lukisan-lukisan yang dipilihnya. Kekaguman itu terpancar dari kilatan matanya yang ditangkap oleh Peter.

"Tidakkah yang itu harusnya di Berlin?" Peter memandangi dua ekor monyet yang kakinya dirantai.

"Oh, itu salah satu yang sulit didapatkan. Aku mendapatkannya saat huru-hara di Berlin mendekati puncak. Aku membaca artikel gila hari ini. Beruntung aku mendapatkan yang itu sebelum kerusuhan dan pengrusakan berbagai museum kesenian di sana. Banyak orang terkejut saat karya-karya Dali dicuri. Apa lagi tindakan gila yang dilakukan oleh gang anak muda bernama Baader! Apa menurutmu Inggris akan terpengaruh?"

"Mungkin. Setidaknya kita bisa memanfaatkannya bukan?

"Ah, kau benar. Saat perang berkecamuk hebat. Banyak karya seni langka akan berpindah tangan dan negara."

"Seperti yang dilakukan oleh Winar Situmorang beberapa waktu yang lalu?"

Pernyataan dengan nada pertanyaan itu membuat Alex terkejut. "Bagaimana kau tahu?"

"Aku tak sengaja mendengarnya. Itu mengejutkan."

"Aku juga terkejut."

"Aku rasa itu akan jadi skandal besar. Apa sudah ada yang menuliskannya?"

"Setahuku belum. Itu masih dirahasiakan. Jika bocor ke publik. Itu akan mengerikan."

"Yeah."

Peter menyesap minumannya. Matanya melihat dua buku tebal tertumpuk di atas meja. Satu buku lainnya tengah terbuka di sebelah dua buku yang dia kenal.

Dia mengambil salah satu di antaranya. Buku-buku yang tak asing.

"Kau sedang tertarik dengan alam?" tanya Peter sambil membuka halaman-halaman buku Walton Ford: Panca Tantra.

J'NaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang