4

97 3 0
                                    

Hans Ulricke mengusap rambutnya yang sedikit basah oleh embun malam. Melemparkan jaketnya ke salah satu sofa. Lalu pergi ke dapur guna menyeduh teh panas dan membawanya ke tempat tiga orang yang lebih dulu berkerumun, memperbincangkan sesuatu.

Wajahnya sedikit agak letih. Seolah, ada banyak hal yang membebani pikirannya. Membuat laki-laki berumur tiga puluhan itu duduk termenung di atas sofa. Sesekali menyesap minumannya. Mendongak memandangi langit-langit. Mendesah. Memejamkan matanya barang sebentar.

Peter, Lizzie, dan Cubi hanya diam menunggu. Seperti yang sering mereka lakukan selama ini, saat Hans Ulricke terlihat letih dan diam membisu. Mereka akan menunggu sampai suara pertama keluar dari mulutnya.

Seekor rubah merah melesap lewat di depan kabin. Membuat Peter menoleh sebentar. Sebelum akhirnya si rubah hilang ditelan oleh kegelapan malam.

Suara lolongan serigala masih sahut-menyahut. Terdengar sangat dekat maupun jauh.

Hans Ulricke masih diam membisu. Memejamkan matanya seolah bagaikan tertidur. Suara embusan napasnya terdengar cukup keras. Membuat Cubi sedikit geli melihatnya. Dan Lizzie menggeleng sambil menatap mata Peter yang dibalas dengan senyuman.

"Keparat!" ujar Hans Ulricke secara tiba-tiba dengan mata yang masih tertutup. "Para keparat itu!"

"Ada apa Hans?" tanya Lizzie penasaran melihat kemarahan Hans Ulricke yang meledak tanpa disangka-sangka.

"Mereka memotong gajiku! Bajingan-bajingan itu! Apa mereka pikir aku ini keledai, heh? Mereka pikir, mereka itu siapa? Bulan lalu mereka juga memotong bayaran tulisan-tulisanku. Kini, para keparat itu!"

Hans Ulricke membuka matanya. Mencondongkan tubuhnya ke depan. Terlihat marah. Terasa memendam kekecewaan yang begitu besar dan sesuatu yang tak bisa dimaafkan begitu mudah. "Kaya itu mudah. Sangat mudah. Tapi bajingan tolol itu, mereka pikir gagasan dan ilmu pengetahuan bisa dibuat dalam satu hari? Kau bisa mendapatkan jutaan Euro dalam satu malam. Tapi, gagasan? Apa mereka pikir aku tak bisa membeli tempat keparat itu!"

"Apa perekonomian kita akan selamat, Hans?" tanya Cubi.

"Aku tak tahu. Tapi aku tak yakin. Negara ini sebentar lagi akan tamat. Tapi, walau begitu, mereka tak bisa seenaknya memotong bayaranku. Mereka tak bisa melakukan itu!"

Hans Ulricke lebih menghargai sebuah gagasan atau pemikiran dari pada uang. Dia bisa mendapatkan jumlah uang yang sangat banyak dalam satu-dua hari kalau ia mau. Dia bisa membeli sebuah kota bahkan beberapa buah negara kecil kalau dirinya serius. Uang hari ini, tak begitu banyak berarti baginya. Kekayaan yang dimilikinya begitulah besar. Terlampau besar dalam genggaman satu orang saja. Tapi menurutnya, kesenangan yang dia dapatkan tidak di dalam pencarian kekayaan tapi lebih ke pencarian intelektual. Sampai pada akhirnya dia bertemu dengan Licet.

Licet benar-benar mengubah hidupnya secara menyeluruh. Mengubah sudut pandangnya tentang dunia dan siapa itu manusia. Sampai pada akhirnya, dia dihadapkan pada pengadilan yang begitu terkenal dan mengguncang itu.

Pengadilan yang mengubah dirinya untuk selama-lamanya.

Hans Ulricke memandang ke arah Peter dan kemudian berkata, "Ada demonstrasi besar di depan Kedutaan Amerika Serikat. Sepertinya itu kasus kemarin. Mereka menuntut agar Amerika hengkang dari Inggris. Dan ada kabar kalau perang akan segera terjadi di bagian timur." Hans Ulricke sekarang menyandarkan punggung ke sofa. "Poundsterling nyaris ambruk. Benar-benar kabar buruk. Cih, hanya saja aku masih tak terima. Negara ini akan jadi kubangan huru-hura besar Pet. Sebentar lagi. Kabar baiknya, kita akan memiliki banyak gerak untuk melaksanakan rencana kita. Nah, aku masih ingat para bedebah brengsek itu!"

"Peradaban memang sudah rusak," balas Peter pendek.

"Kau benar. Peradaban kita memang sudah lama rusak. Kau lihat, Eropa akan jadi neraka. Anehnya, banyak orang masih mempercayai omong kosong segala utopia dan keadilan. Abad kebenaran sudah berakhir. Buat apa?" Hans Ulricke kembali mencondongkan tubuhnya ke depan. Melirik Lizza dan Cubi. Lalu matanya kembali bertumpu ke Peter. "Oh ya, kalian tahu, tadi malam ada lelang besar lukisan-lukisan Holbein."

Mereka bertiga menggeleng.

"Hans Holbein?" tanya Lizza memastikan.

Hans Ulricke mengangguk. "Kau benar. Apa kalian tahu berapa harganya?"

Sekali lagi mereka semua menggeleng dan diam. Jelas mereka tak akan pernah tahu. Lelang itu sendiri bersifat rahasia dan hanya orang-orang tertentu saja yang bisa menghadirinya.

"Sangat besar. Hanya itu yang bisa aku beritahu. Kau masih ingat lelang lukisan Raden Saleh di Dresden, Pet?"

"Aku ingat itu!" Cubi memotong. "Lelang itu menggegerkan Inggris. Dan siapa itu, orang bertopi pet itu?" Cubi coba mengingat-ingat. "Hmm..."

"Dia, Winar Situmorang," jawab Hans Ulricke cepat. "Lelang itu mengubah sejarah seni lukis. Utopia akan periode klasik. Tidakkah itu konyol? Itu sangat menggelikan. Gara-gara laki-laki itu, masyarakat Inggris kini tergila-gila kembali dengan masa lalu. Sungguh mengherankan," Hans Ulricke menggeleng, "aku sekarang masih hidup di dunia manusia."

"Dan, oh ya," dia melanjutkan, "selain Holbein, lelang itu juga menampilkan William Blake, Sir Joshua Reynolds, John Robert Cozens, James Ward, John Everett Millais, dan ini yang menarik, George Stubbs. Ada beberapa nama lainnya, seperti, Francis Barlow dan Robert Aggas. Itu lelang besar. Dan kalian tahu, laki-laki itu ada di situ."

"Laki-laki itu?" Lizzie bertanya bingung.

"Winar Situmorang," jawab Peter memastikan, sambil melirik mata Hans Ulricke.

"Ya, laki-laki itu. Winar Situmorang. Dia ada di mana-mana. Bisa kau bilang, lelang itu sebenarnya nyaris ditunjukkan untuknya." Hans Ulricke meminum tehnya yang sudah mendingin dan mengecapkan lidahnya. "Sial, baru kali ini aku melihat hal yang memuakkan seperti itu."

"Tapi dia memang hebat," Peter merespon. "Tidakkah dia layak?"

"Bukan itu, Pet. Aku pernah bertemu dua kali dengannya. Dan beberapa waktu yang lalu aku baru sadar. Dia laki-laki yang sangat berbahaya. Ya, dia benar-benar laki-laki jenius yang sering diberitakan. Tapi, ada yang benar-benar mengerikan dari laki-laki itu. Dia masih berkeliling Eropa. Setelah ini mungkin dia akan berada di Italia atau Prancis. Membeli semua yang bisa dia beli. Laki-laki itu mencoba mengambil alih semua karya seniman besar yang Eropa miliki. Kau tahu, dia bagaikan sedang mengejek kita. Eropa yang payah. Aku ingat apa yang pernah dia katakan, "Sudah sewajarnya kami mengambil alih semua yang kalian punya. Tidakkah semua seniman besar kalian hidup dan berkarya dari tanah kami?"

Hans Ulricke bangkit dari tempat duduknya. Berjalan ke arah kaca. Memandangi kegelapan malam yang ada di luar. Pepohonan lebat yang terlihat samar dan langit yang begitu indah dalam balutan cahaya bintang yang bagaikan mengambang dan berkedip hidup.

"Aku akan pergi beberapa hari dengan Robert. Aku harap kalian sudah selesai dengan Tate. Kita akan menunggu semuanya di sini sebelum persiapan eksekusi diambil. Hubungi Nico. Suruh dia cepat pulang. Ada sesuatu yang sangat penting yang harus dia selesaikan segera. Dan khusus buatmu Pet. Aku harap tak ada kesalahan kali ini. Dan untukmu Liz, aku ingin kau pergi ke National Gallery untukku. Ada sesuatu yang harus kau lakukan di sana. Hanya dirimu satu-satunya yang bisa melakukannya. Dan kau, Cuby," Hans Ulricke menatap perempuan mungil itu dan seketika dijawab dengan kata "siap" yang diiringi dengan senyuman lebar yang sangat menawan. "Apa kau bisa melacak lukisan Newton milik William Blake?"

"Hmm, akan aku lakukan. Serahkan saja semuanya padaku, Sir! Apa ada yang lain?"

Hans Ulricke menggeleng. "Tidak. Tidak ada. Oh, kalian tahu di mana Jacko sekarang?"

"Seperti biasa Sir!" jawab Cuby dengan lantang.

Hans Ulricke mengambil sebuah buku di antara rak-rak lalu membawanya sambil berjalan di atas tangga kayu yang agak berderit karena berat tubuhnya. Dan tak lama kemudian, sosok dirinya lenyap. Meninggalkan enam pasang mata yang kini saling memandang bisu.

Kebisuan yang dipecah oleh suara lolong serigala dan suara burung hantu yang bertengger di atas atap kabin.

J'NaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang