Burne-Jones adalah generasi terakhir Pre-Raphaelite Brotherhood yang pertama kali hadir pada tahun 1848. Sebuah gerakan seni yang menolak periode klasik dan Romantik yang menyelubungi atmosfer Inggris pada waktu itu. Itu berarti, menolak dunia yang Turner hadirkan ke pojok sejarah Inggris.
Berada di ruangan milik Burne-Jones terasa memikat sekaligus menusuk. Dalam banyak hal, lukisan-lukisan yang kini tengah dipandanginya berbanding terbalik dengan apa yang dihadirkan dalam kanvas Turner dan mereka yang hidup di masanya.
Peter Atkins mengembuskan napas dari mulutnya secara perlahan. Memasuki ruangan milik Sir Edward Coley Burne-Jones terasa memasuki dunia yang sangat berbeda.
Burne-Jones, seperti kebanyakan seniman yang berada dalam naungan Pre-Raphaelite Botherhood, terpengaruh dengan dunia abad pertengahan yang dihadirkan oleh Fra Filippo Lippo dan Sandro Boticceli. Bersama William Morris, dia berada di bawah naungan salah seorang pendiri kelompok itu; Dante Gabriel Rosseti. Seorang laki-laki yang Burne-Jones anggap sebagai sosok yang lebih dari pada ayahnya sendiri.
Kelompok dan aliran kesenian yang didirikan oleh John Everett Millais, William Holman Hunt, dan Gabriel Dante Rossetti, tak memiliki gaung sehebat yang dimiliki oleh gerakan Romantisisme dan Realisme. Hanya saja, di tangan seorang yang kini sedang dimasukinya, seorang Picasso muda yang berada di Spanyol, Gustav Klimt di Austria, dan Fernand Khnopff di Belgia, terpengaruh dengan cara yang berbeda-beda olehnya.
Kenyataannya, Burne-Jones adalah pendahulu bagi banyak kesenian dan seniman modern pada abad selanjutnya. Membuat Peter berpikir dan berdecak senang. Kebetulan yang aneh.
Dia menikmati lukisan-lukisan Burne-Jones. Memandangi sedikit lama lukisan Laus Veneris dan melihat lukisan indah Love Among the Ruins yang anehnya diselesaikan dalam cara yang tak terpengaruh dengan Watts yang memberikan saran ke dalam judul lukisannya. Lukisan yang ada di depan matanya adalah salah satu dari lukisan yang ditampilkan Burne-Jones dalam perhelatan di Dudley Gallery, di antara waktu diamnya selama tujuh tahun yang nyaris berhenti total dari perhelatan publik setelah gemuruh lukisan Phyllis and Demophoon.
Phyllis and Demophoon sendiri dilukis dengan indah dan sangat khas Italia. Kekagumannya terhadap Michelangelo, Leonardo da Vinci, Raphael, Boticceli, dan para seniman Renaisans, membawanya semakin jauh ke gaya abad pertengahan.
Peter kini beralih memandangi Phyllis and Demophoon yang membawa malapateka bagi lingkaran Rossetti. Kontroversi yang menyertai lukisan ini membuat Burne-Jones dan temannya, Frederic Burton, meninggalkan Watercolour Society dalam keadaan marah dan merasa terhina.
Lukisan itu dianggap sangat memalukan dan tak senonoh di era Victorian yang menjunjung tinggi moralitas. Hal yang juga dialami oleh Turner di akhir masa tuanya, yang harus bersembunyi dari cengkraman penilaian moral pada masyarakat di masa itu. Kontroversi lukisan Burne-Jones nyaris seperti yang dialami oleh Eduard Manet di Paris saat lukisannya, Luncheon on the Grass dan Olympia, mendatangkan gemuruh besar dan celaan yang mengerikan.
Hal yang paling menarik dari kontroversi lukisan ini, bagi Peter, adalah keberaniannya menampilkan sesosok laki-laki telanjang dari pada sosok perempuan yang diambil dari model Maria Zambacno yang juga memancing kritikan. Menampilkan lukisan telanjang, terlebih laki-laki yang alat kelaminnya begitu terbuka di masa Victoria berkuasa, sungguh keberanian, kebebasan, dan semacam pemberontakan tersendiri.
Sejarah lukisan Barat adalah sejarah ketelanjangan tubuh perempuan yang dianggap wajar bagi masyarakat Eropa dibandingkan dengan ketelanjangan laki-laki. Tapi di masa abad pertengahan Italia dan masa Yunani Kuno, hal semacam itu sangatlah umum.
Burne-Jones dan Rossetti mengalami penghakiman yang nyaris serupa dari lukisan-lukisannya yang menampilkan ketelanjangan, dinilai sangat tak sopan dan jauh dari moral kekristenan. Walaupun begitu, masa-masa krisis itu pun lewat dan kini, Peter Atkins bisa menikmati karya-karya langka dari seorang seniman yang mempengaruhi tidak hanya aliran Ekspresionisme, Simbolisme, tapi juga Surealisme.
Alison Smith tiba-tiba saja mengagetkannya dari belakang. Dia-lah orang yang bertanggung jawab atas karya-karya Burne-Jones. Perempuan yang selalu terlihat bersemangat, begitu hidup, dan bergairah jika menyangkut kesenian di umurnya yang menuju senja.
Dengan rambut pendek sebahunya yang hitam dan indah serta ukuran tubuhnya yang terbilang langsing atau malah kurus. Gaya bicaranya yang ramah dan kadang penuh semangat. Membuat perempuan ini disukai banyak orang.
Saat bertemu dengan Peter, dia langsung tersenyum, memeluk tubuhnya, dan mengatakan hal yang nyaris serupa dengan Edward Salis.
"Direktur mencarimu." Peter hanya menjawab seadanya. Lalu menanyakan sampai kapan karya-karya Burne-Jones akan ada di museum ini."Selama empat bulan. Jadi jangan bosan jika kau terus-menerus melihatnya di sini Pet."
"Tak melihat Collin?" tanya Peter sambil memandangi kembali Phyllis and Demophoon.
"Mau jalan bersama?"
"Sebentar lagi."
"Hmm, kau tertarik dengan lukisan ini? Lukisan yang menggemparkan. Tidak hanya indah tapi juga penuh kontroversi."
"Aku tahu," Peter membalas singkat. Matanya sama sekali tak beralih dari lukisan. "Kenapa kita tidak membeli lukisan ini saja? Aku rasa, akan lebih baik jika terus ada di sini."
"Hmm, itu akan sulit. Tapi itu ide yang menarik. Kita bisa membicarakannya nanti. Mau pergi bersama?" Sekali lagi perempuan itu mengajak. Alison terlihat sedikit agak buru-buru. Sayangnya, Peter sekarang ini sedang tak ingin membuat dirinya terjebak di tengah-tengah kerumunan manusia.
"Kau duluan saja. Aku ingin lihat yang satu itu dulu," menunjuk ke seri lukisan Perseus.
Alison melihat ke arah lukisan, dan kemudian berkata, "Oh, kuharap kau menikmatinya." Perempuan itu pun berlalu meninggalkan Peter yang mulai kembali menikmati lukisan-lukisan Burne-Jones bersama beberapa orang lainnya.
Dia tengah mengamati lukisan The Escape of Perseus saat suara seorang laki-laki samar-samar terdengar oleh telinganya. Beberapa orang di ruangan itu tampak berpaling, mencari arah suara, dan sebagian orang terlihat bergegas keluar dari ruangan.
Seseorang yang ada disebelahnya bertanya kepadanya. "Apa itu Collin?"
"Aku rasa."
"Baiklah. Terimakasih." Seseorang itu berjalan meninggalkan ruangan bersama orang-orang lainnya. Seketika ruangan menjadi sepi dan hanya dia seorang yang ada di dalamnya.
Dia kembali mengamati The Escape of Perseus dan The Rock of Doom yang ada di sebelahnya. Saat suasana ruangan menjadi sunyi dan sepi dari kehadiran banyak manusia. Dia begitu sangat menikmatinya. Lukisan-lukisan yang ada di depan kedua matanya menjadi lebih hidup dan seolah keluar dari kanvas yang mengikat tokoh-tokoh yang ada di dalamnya. Dalam waktu singkat dia berada dalam perasaan ekstasi. Bagaikan banyut dalam dunia mitos dan fantasi yang menyelubunginya. Sendirian di dalam ruang pameran. Peter tak kuasa membendung hasratnya akan sebentuk keindahan dan dunia lain yang menakjubkan.
Di dalam hatinya, dia begitu terhibur dan berpikir, seluruh karya milik Burne-Jones layak masuk dalam daftar merah dari catatan kepalanya.
Saat suara samar seorang laki-laki kembali terdengar memenuhi ruangan. Dia memutuskan untuk pergi. Kali ini dengan perasaan puas. Kepuasaan yang membuatnya membentuk dunia kemungkinan di dalam isi kepalanya yang paling liar.
Kenikmatan yang kali ini bergejolak begitu hebatnya. Melebihi pikiran yang paling gila yang pernah dirinya masuki.
KAMU SEDANG MEMBACA
J'Na
Acciónnovel kecil. gagasannya gila. bagi kalian yang tidak hidup dalam dunia gagasan. aku sarankan menyingkir. buku ini akan ditulis cukup serius. mungkin kalian tak mudah menyukainya. bacalah genre yang biasa. percintaan anak remaja! mendekati novel ini...