Peter Atkins membuka-buka majalah-majalah yang dibawakan oleh Hans Ulricke untuknya. Sebanyak tujuh majalah Turner Society News. Dia akhirnya memilih salah satu di antaranya dan meletakkan enam majalah lainnya di atas batu karang yang bagaikan dilingkari oleh rerumputan. Menindihnya dengan buku milik Franny Moyle, Turner: The Extraordinary Life & Momentous Times of J.M.W Turner.
"Bagaimana buku itu?" Hans Ulricke melirik buku Turner. "Dia memang layak bukan, Pet?"
"Dia luar biasa. Aku sudah berkali-kali membaca buku Moley. Tetap menyenangkan. Turner terlihat hidup di dalamnya. Itulah sebabnya dia layak. Oh bukan, Hans, maaf, tanpa Moley pun, Turner adalah Turner. Lukisan-lukisannya sudah menjelaskan hal itu. Bagaimana dengan Tate?"
Hans Ulricke bersiul. Seolah bagaikan ingin memanggil burung-burung yang agak berisik di sekelilingnya. Atau sekedar menikmati angin yang berembus cukup kencang sehingga membuat terik sinar matahari menjadi tak begitu menyengat. Udara sore perlahan-lahan memudar menuju senja.
"Itu terserah kamu, Pet. Kamu yang mengusulkan Tate. Kita akan mengeksekusinya setelah kamu siap. Sambil, hmm kita menunggu yang lainnya datang," jawab Ulricke yang tiba-tiba saja merebahkan tubuhnya di atas rerumputan tipis yang cukup lembut dan ternyata sangat nyaman menopang tubuhnya.
"Kau siap, National Gallery?" tanya Peter Atkins dengan nada agak lemah. Matanya masih terpaku membaca majalah. Hans Ulricke tersenyum memandangi langit dengan awan yang bergerak perlahan.
"Ya, aku siap. Itu akan menjadi hari besar. Tapi pilihanmu, itu jauh lebih besar. Kau tahu itu?"
"Ya. Walau agak sulit."
Hans Ulricke mengambil buku milik Moley. Menggantinya dengan buku miliknya, sebagai pengganjal majalah agar tidak terbuka oleh angin. "Ya, Turner. Turner. Tanpa dia, seluruh karya lukis modern bagaikan tak akan ke mana-mana. Saat kita mengambil Turner. Seketika seluruh bangunan seni modern akan hancur. Tapi bagaimana yang lainnya? Kau sudah memikirkannya?"
Peter Atkins mengambil batu karang berukuran kecil yang ada di bawah kakinya. Melemparkan batu itu ke bawah. Menciptakan riak kecil yang bagaikan tak banyak berarti di hadapan ombak yang datang dan dengan segera menghapus keberadaan riak kecil itu.
"Aku akan memulainya dengan Turner. Itu berarti juga dengan John Constable. Dan yang lainnya, tentunya."
"Tate. Yah, pilihan yang sangat, sangat, bagus. Tugasmu mengakhiri yang modern. Dan tugasku adalah mengakhiri yang lama. Apa ini terdengar seperti dongeng? Hahahaha..."
Peter tak menjawab pernyataan Hans Ulricke. Dia menoleh, "Kau bisa ikut denganku di acara Turner Prize, Hans?"
"Hmm, kau sudah mengajak Lizzie?"
Peter menggeleng.
"Ayolah, ajak dia. Aku rasa dia menyukaimu. Kau harus sedikit agresif Pet. Sedikit agresif. Ingat itu baik-baik. Dan oh ya, aku akan datang terlambat. Jadi ajak saja Lizzie. Tapi kalau kau masih malu-malu. Tapi, ayolah, ajak dia. Hmmm.. bagaimana kalau Cary?"
Peter menggeleng. "Aku tak bisa. Itu akan membuatku, hmm, entahlah. Akhir-akhir ini aku terlalu memikirkan Turner."
"Yah, sebentar lagi kita akan menciptakan seni yang jauh lebih indah dari seluruh karya seni yang pernah Inggris miliki. Seni meniadakan. Seni mengakhiri segala sesuatu. Segala yang ada harus berpulang ke ketiadaan. Dan itulah tugas kita, Pet." Hans Ulricke menepuk punggung Peter. Kemudian bangkit berdiri memandangi sekeliling. "Kau ingat apa yang diucapkan Licet saat di depan pengadilan?"
Peter mengangguk.
"Oh Tuan dan Nyonya yang terhormat. Dengarkanlah ini. Dengarkanlah! Aku telah mewariskan pada anak-anak muda yang tercerahkan. Anak-anak muda yang lahir dari peradaban kalian yang busuk! Sebuah seni. Sebuah seni yang menjadi akhir dari segala sesuatu. Seni mengakhiri! Seni meniadakan yang ada! Apa kalian dengar? Apa kalian dengar, seni, Tuan dan Nyonya sekalian, adalah tak lebih dari omong kosong kecuali tak ada lagi satu pun karya seni di dunia ini! Oh, lihatlah, kalian menatapku dengan perasaan dingin dan begitu menusuk. Tapi sebentar lagi, sebentar lagi, kalian wahai para kaum terpelajar yang busuk! Masa depan akan datang ke wajah kalian dengan cara yang paling dingin dan kejam! Tertawalah, tertawalah. Segala akhir semakin mendekat. Oooh... orang-orang tolol dan bajingan yang membeku dalam nilai-nilai sampah! Menarilah, menarilah! Seperti seekor anjing yang tersesat di dunia tanpa siapa pun," ujar Hans Ulricke, panjang lebar, menirukan peristiwa bersejarah dari seorang yang dia kagumi.
"Penjiwaan yang indah Hans. Itu akan jadi menggemparkan saat di Turner Prize. Atau kau harus melakukannya saat berada di National Gallery nanti."
Angin berembus agak kencang saat Hans Ulricke menoleh ke Peter. Membuat rambut laki-laki itu sedikit berantakan. "Aku akan lebih senang jika aku bisa membacakannya tepat di bawah Sistine Ceiling."
"Itu akan luar biasa," jawab Peter Atkins yang kemudian bangkit, berdiri, dan bersama Hans Ulricke mamandangi laut yang sedikit bergemuruh dan terasa begitu menenangkan.
"Aku pastikan Pet. Kita akan membuat Monet menangis setelah ini."
Peter hanya mengangguk lemah. Tersenyum kecil entah kepada siapa. Matanya memandang jauh lurus ke depan. Sedikit mendongak sewaktu seekor peregrine terbang melintas di atas kepalanya.
Mereka berdua masih berdiri selama beberapa menit menikmati sore yang berubah menjadi senja. Matahari perlahan-lahan kehilangan sinarnya dan yang tertinggal hanyalah semburat berbagai warna yang berpendar di antara awan-awan dan terasa berkilauan di langit yang begitu mengagumkan.
Peter Atkins memandang sekilas ke jurang yang ada di bawah kakinya. Lalu berbalik arah, mengambil buku dan majalah-majalahnya. Menyerahkan buku The Wild Places kepada Hans Ulricke. Kemudian berjalan perlahan, menjauh dari tepi tebing. Hans Ulricke sendiri masih memandangi langit yang berpendar kemerahan di mana cahaya matahari yang tersisa surut dengan begitu cepatnya.
Dia begitu menikmati senja terakhir. Sangat menikmatinya. Persekian detik kemudian, tubuhnya berbalik. Mengikuti langkah kaki yang lebih dulu dijejakkan oleh Peter Atkins.
Suara-suara riuh berbagai macam burung menguar berisik di udara sekeliling bersamaan dengan para serangga yang menghasilkan berbagai macam bebunyian dengan begitu kerasnya. Peter Atkins sedikit agak jauh berada di depan, menembus kegelapan malam dengan senter kecil yang menerangi setiap langkah kakinya.
Hans Ulricke malah memilih berhenti sebentar. Mematikan senter yang ada di genggaman tangan kanannya. Menutup matanya. Menikmati kegelapan yang melingkupinya. Udara dingin yang cukup menggigilkan tubuhnya. Suara-suara berbagai macam kehidupan yang begitu menenangkan. Dan, setelah dirasa cukup, bergegas menyusul temannya yang sudah tak lagi kelihatan oleh kedua matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
J'Na
Actionnovel kecil. gagasannya gila. bagi kalian yang tidak hidup dalam dunia gagasan. aku sarankan menyingkir. buku ini akan ditulis cukup serius. mungkin kalian tak mudah menyukainya. bacalah genre yang biasa. percintaan anak remaja! mendekati novel ini...