Bagian 5

836 40 5
                                    


Maaf kalau masih banyak typo.



Naufal mengajak Dini keluar mall, mereka langsung menuju tempat parkir. Waktu magrib sudah hampir tiba, Naufal membelokkan motornya ke masjid.

"Kita magrib dulu ya, saya tunggu di sini nanti."

"Iya...tapi ini susah bukanya." Dini masih belum buka helmnya.

"Apa yang susah sih Din? Sini....sambil dilihat."

"Nggak kelihatan"

"Hemhm....sudahlah."

Mata mereka kembali bertemu, Dini merasakan desah nafas Naufal yang memburu.

Setelah aksi buka helm mereka menuju tempat sholat masing-masing. Baru hari ini Dini sholat tepat waktu, biasanya dia suka mengulurnya. Ada kebahagiaan tersendiri yang dia rasakan.

Kurang lebih lima beas menit mereka sholat, sudah ketemu lagi di parkiran. Baru saja menghidupkan motor seorang perempuan berjilbab menyapanya dengan mengucap salam.

"Assalamu'alaikum Akhi, mau pulang ya?"

"Wa'alaikumsalam, eh....Nisa. Iya....duluan ya."

Dini memperhatikan mereka, ada yang aneh interaksi diantara mereka.

"Nama kamu Akhi atau Naufal?"

Naufal menengok ke belakan sebentar.

"Akhi itu panggilan saudara dalam islam."

"Cewek itu saudara kamu?"

"Kita jalan dulu ya, keburu malam.Nanti nggak jadi aku belikan yang kamu nggak bisa beli."

"Ok.....tapi cantik ceweknya."

Naufal tidak menghiraukannya, dia terus menjalankan motornya dalam diam.' Cantikan kamu Din, cuma dia sudah menutup aurat kamu belum.' Kata Naufal dalam hati.

"Kita sampai."

Tanpa diminta Naufal membukakan kembali helm Dini. Sebuah warung lele sederhana menjadi pilihan Naufal.

Warung pinggir jalan di pinggir kota tanpa ada atap. Pengunjungnya duduk lesehan dan langsung dapat menatap indahnya bintang dan lampu-lampu malam, karena tempatnya yang ada di dataran rendah.

"Indah...... banget Naufal."

Dini langsung duduk dan memandang ke atas, pemandangan bintang dan bulan. Memandang ke samping pemandangan lampu pemukiman penduduk kota.

" Kamu suka?"

"Suka banget, pemandangan ini belum pernah aku temukan. Aku biasa makan di rumah atau di mall dan juga restoran yang penuh lalu lalang orang."

"Sekarang kamu pilih makanannya ya."

"Aku sama dengan kamu saja dech makannya."

Dia kembali menatap langit dan mengabadikan dengan ponselnya. Sementara Naufal segera memesan dua porsi makan malam.

Tanpa permisi, Dini mengambil gambar berbagai pose Naufal.

"Din."

"Hemhh."

"Ngapain?"

"Ambil gambar."

"Oh.......Asal gambar aku."

"Terlanjur...."

"Beneran.....?"

"Iya."

"Buat apa?"

"Apa sajalah."

"Hapus nggak?"

"Nggak." Naufal berusaha merebut ponsel Dini tapi kalah cepat.

"Terserahlah Din." Dini tersenyum penuh kemenangan.

"Fal....boleh tanya tidak?"

"Boleh."

"Apa?"

"Kenapa ke rumahku setiap habis isak?"

"Biar aku nggak bolak balik ke masjid, lagi pula pulang sekolah, aku ada kegiatan."

"Boleh aku tahu?"

"Maaf belum waktunya."

"Ok......terus minggunya?"

"Aku juga pengen istirahat kali Din."

"Oh....."

"Terus ....Nisa cantik nggak?"

"Cantikan kamu." Tuh kan, nggak bisa jawab, makanya jangan mancing-mamcing.

"Oh......" Wajah Dini terlihat merah dan mulai salah tingkah.

"Oh....wae sih, makan dulu yuk."

Ajak Naufal setelah makanan datang.

"Naufal......!" Dini berteriak. Pengunjung dan pedagang langsung melihat ke arahnya. Dini spontan menutup mulutnya.

"Apa lagi Din?"

"Bagaimana makannya? Nggakl ada sendok, ikan lelenya masih utuh......" Mata Dini melotot.

"Makannya pakai tangan, lihat saya ya." Dini memperhatikan Naufal yang sedang makan dan memgikutinya dengan kaku.

"Ikannya nggak di makan?"

"Bagaimana mengambilnya? terus misahin durinya bagaimana?"

"Memangnya kamu nggak pernah makan ikan?"

"Pernah tapi dipresto, kalau toh tidak sudah dipisahin sama Bik Sumi atau Papa."

"Waduh....salah pesen menu saya ."

"Tapi aku suka...." Wajah polosnya nampak lucu.

Akhirnya Naufal mengajari memisahkan duri dan daging. Setelah cukup lama akhirnya selesai juga.

"Terima kasih ya, ini benar-benar hal baru buat aku dan nikmat banget."

Naufal tersenyum dan membersihkan tangannya.

"Fal....kamu yang bayar, pakai ini ya!"

Naufal kembali tersenyum melihat apa yang dikeluarkan Dini.

"Kenapa?" Tanyanya tanpa dosa.

"Ini warung kecil, bayarnya pakai uang ......"

"oh....tapi aku nggak bawa uang."

"Saya traktir, asal kamu maafkan saya."

"Ok."

"Satu lagi, ini buat kamu, saya beli di koperasi masjid tadi."

Dini menerima dan membukanya.

"Jilbab? Kamu pengen aku pakai jilbab?"

Naufal tersenyum dan berkata, " up to you, kamu tahu yang terbaik untukmu."

next

silahkan krisannya, pakai nggak ya Dini?

Ketika Dini Jatuh Cinta (sudah dibukukan )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang