Bagian 23

687 34 1
                                    


Dini beranjak ke ranjang Naufal, masih ada seorang suster yang merapikan alat-alatnya.

"Bagaimana kondisinya Suster?"

"Dia sudah melewati masa kritisnya, pecahan kaca di tangannya sudah berhasil dikeluarkan.

"Kenapa belum sadar juga?"

"Oh.....dia masih kena pengaruh obat bius, kalau sudah habis pasti sadar. Saya tinggal dulu ya kalau ada apa-apa pencet bel ini."

"Baik, terima kasih Suster."

Suster itu tersenyum dan keluar rungan, Dini kembali mendekati Bik Sumi.

"Non Dini pulang saja, terima kasih sudah banyak membantu."

"Nggak papa Bu,sudah kewajiban saya juga, kalau saya pulang siapa yang menemani Ibu?"

"Ibu bisa sendiri, lagi pula ada perawat kok."

"Bu....dulu ketika Dini sakit, Ibu selalu menemni saya, sekarang biarkan saya membalas semuanya."

"Terima kasih ya Non."

Tiga puluh menit kemudian datang kakek dan Paman Naufal, Dini diminta pulang tapi dia tidak mau. Dia duduk di sebelah ranjang Bik Sumi menghadap ke ranjang Naufal.Jarak ranjang keduanya hanya satu meter jadi memudahkan yang menjaganya.

Paman dan Kakek memilih menunggu di mushola karena mereka takut jika terjadi apa-apa tidak tahu harus bagaimana, 'maklum orang kampung,' kata Kakek.

Dini berusaha keras membuka mata dengan membaca apa saja yang ada di hp nya walaupun harus bolak-balik ke kamar mandi untuk mencuci muka agar tetap segar. Bik Sumi sudah kembali tidur, mungkin pengaruh obat jadi ngantuk.

Hampir saja matanya terpejam ketika dia mendengar suara mengaduh menahan sakit.
Ternyata Naufal sudah sadar, diaberusaha menggerakkan badannya. Dini langsung menghampirinya.

"Kenapa Naufal?"

"Eh....Din.Tanganku sakit, aku haus pengen ambil air minum."

Tanpa diminta Dini mengambil botol air mineral dan sedotan kemudian membuka dan menempelkan di bibir Naufal.

"Terima kasih, kamu sendirian di sini? Ibu dan ayah bagaimana? Bagaimana dengan mobilmu Din?"

Dini hanya diam menatap Naufal.

"Kenapa kamu diam saja?"

"Aku bingung jawab pertanyaan kamu yang panjangnya seperti kereta."

"Tinggal jawab saja kok bingung."

"Sakit juga masih rese kamu."

"Mumpung darurat dan bisa bicara banyak sama kamu."

"Ish....pulang saja, aku ya."

"Hehe...maaf ya."

"Alhamdulillah Ibu hanya luka di kaki dan tangan, beliau sudah tidur itu." Dini menunjuk ke samping. "Bapak masih ditangani di ruang sebelah, kakinya patah jadi harus dioperasi untuk pemasangan pen."

"MasyaAllah....aku sudah membuat mereka sakit."

"Bagaimana kejadiannya?" Tanya Dini lembut.

"Aku menjalankan mobil sesuai prosedur jalan, tapi tiba-tiba mobil dari depan menghantam dan aku tidak ingat lagi, tahu-tahu di sini melihat bidadari."

"Kamu mimpi?"

"Nggak kok, beneran bidadarinya nyata, merawat calon......."

"Assalamu'alaikum."
Kakek Naufal masuk, Dini tersenyum melihat kakek datang.

Ketika Dini Jatuh Cinta (sudah dibukukan )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang