Bagian 6

828 39 1
                                    

Butuh masukan.



Dini mendekap erat jilbab putih yang diberi Naufal, ada kebahagiaan yang terasa beda dia rasakan.

"Aku akan memakainya pasti, tapi butuh waktu untuk menyiapkan semuanya."

"Itu hak kamu, hak saya memberikan sesuatu yang berbeda. Jika akan memakainya jangan niatkan karena saya."

"Kenapa memangnya?"

"Nanti saya GR."

"O.....begitu." Dini manggut-manggut nggak ngerti sebenarnya.

Naufal tersenyum melihat ekspresi Dini yang bingung.

"Bukan begitu Din, siapa saya mesti harus GR. Niatkan semua kebaikan karena Allah. Saya bayar dulu ya, kamu tunggu di depan. Kita isak dulu di mushola depan baru pulang.

Dini mengangguk mengikuti langkah Naufal, dia masukkan jilbabnya dalam tas. Dia berdiri di depan sambil memikirkan kalimat Naufal, 'niatkan semua kebaikan karena Allah.'

Setelah membayar, Naufal menuju parkiran diikuti Dini. Naufal mengarahkan motor metiknya ke arah masjid yang bersebrangan dengan tempat makan.

Masih ada waktu tiga puluh menit dari waktu yang dijanjikan paanya Dini, sedangkan perjalanan hanya dua puluh menit, jadi masih aman.

Setelah berjalan sepuluh menit, Naufal merasakan tubuh Dini bergerak tak seimbang.
Naufal minggir di taman pinggir jalan dan mematikan motornya.

"Din....kamu ngantuk ya?" Dini kaget melihat Naufal berhenti. Dan turun dari motornya, Dini ikut turun. Mereka duduk di bangku panang taman.

"Hehe...iya maaf, soalnya tadi kenyang banget terus naik motor, kena angin jadi ngantuk dech."

"Ini kan naik motor Din, bahaya. Kalau naik mobil nggak masalah."

"Kalau begitu kamu harus belajar nyetir ya."

"Kenapa harus?"

"Kalau kita pergi lama bisa naik mobil, kalau aku ngantuk nggak perlu berhenti."

"Memangnya kita akan selalu pergi bersama?"

"Mungkin." Dini berkata asal, pandangannya ke atas." Indah ya, malamnya."

"Tapi sudah malam, kita harus pulang, bahaya alau lama-lama di sini. Kamu sudah tidak ngantuk kan?"

Mereka melanjutkan perjalanan, setelah memasuki gerbang rumahnya, mereka sudah di sambut dengan kedua orang tuanya.

Mamanya memperhatikan bagaimana Naufal membukakan helm Dini, ada rasa khawatir di hatinya. Sedangkan papanya tersemyum penuh arti.

Dini segera mencium tangan papa dan mamanya, Naufal mengikuti tapi hanya dengan papanya karwna saat tangannya terulur ke mamanya Dini, wajahnya dibuang ke samping dan tangannya dilipat di dada.

"Darimana jam segini baru pulang?" Mamanya berkata sinis di depan Naufal.

Naufal sudah membuka mulutnya tapi kalau cepat dengan Dini.

"Mama....ini masih jam 9 kurang 5 menit, artinya kami tidak terlambat dari waktu yang mama papa berikan. Ya.....kan Pa"

Dini bergelayut manja di tangan kokoh papanya. Dini memang lebih dekat dengan papanya.

"Tapi kalian pergi dari habis zuhur, itu yang Mama tanyakan? ke mana saja dan ngapain saja?" Mamanya berkata dengan nada lebih tinggi.

"Maaf Nyonya, kami pergi ke gramedia, sholat asar, kembali ke mall lagi terus magrib di masjid kemudian makan malam di warung lele sholat isak dan pulang."

"Tempat makannya di pinggir jalan Ma, tapi enak banget lho Ma, tempatnya indah dan makanannya enak." Dini ikut cerita dengan antusias.

"Jadi kamu makan di pinggir jalan? Bagaimana kebersihannya? Gizinya?.....

"Ma......." Papa Dini mendekati istrintya dan mengelus pundaknya. "Sudahlah....yang penting Dini senang."

"Tapi...Pa..." Mamanya masih mau bicara tapi langsung dipotong.

"Sudah malam, Dini sebaiknya kamu masuk dan Naufal, terima kasih sudah menemani dan membuat Dini bahagia. Kamu juga boleh pulang."

"Sama- sama Tuan, terima kasih sudah memberi kepercayaan dan ponselnya."

Mama Dini langsung melotot tapi saat mulutnya akan terbuka suaminya langsung bicara.

"Ok...jaga kepercayaan saya, silahkan istirahat."
Naufal langsung mencium tangan Tuan dan Nyonyanya dan kali ini tak ada penolakan lagi.
Setelah Naual pergi nyonya rumah langsung menarik diri dari rengkuhan suaminya.

"Jadi Papa belikan hp juga?"

"Hp dia masih jadul Ma, biar kita bisa komunikasi dengan dia."

"Papa terlalu baik sama anak itu." Bu Rani sang Nyonya akhirnya duduk di teras rumahnya, Pak Hendi ikut duduk di sampingnya.

"Mama ingat kan kesepakatan kita dengan orang tuanya Naufal? Apa sudah siap dengan konsekuensinya jika kita tidak baik sama Naufal?"

"Belum."

"Ok...berarti kita harus jaga hubungan baik ya, masuk yok, sudah dingin ni.Papa pengen dihangatkan."

"Ih.......Papa....genit." Mereka bergandengan masuk ke rumah. Pintar Pak Hendi mengambil hati istrinya.
----
Di sebuah sekolah ternama seorang siswi mondar-mandir di depan kelasnya. 'Tumben sih Dini belum datang, sudah hampir bel juga.' Katanya dalam hati. Akhirnya dia keluar kelas berjalan ke lorong sampai di lapangan.

Tangannya tak henti menekan tombol hijau di ponselnya. Tapi tak ada jawaban juga.

"Ah....tu dia. Kemana saja sih? Ada berita bagus tahu nggak? Si Hafizh yang kemaren baru pindah ke sini, yang saya antar ke kelasnya dan saya kirim fotonya ke kamu......."

"Arin........" Dini terus berjalan tapi temannya juga terus nyerocos nggak berhenti.

"Lo .......tahu Di, sekarang dia ada di kelas kita, dipindah katanya, dan duduknya...."

Arin berhenti bicara karena mereka sudah ada di dalam kelasnya dan reflek telunjuknya mengarah ke anak yang duduk....

"Naufal.....?" Dini berkata lirih.

"Naufal? dia Hafizh bukan Naufal."

Arin berkata agak keras sementara Naufal hanya tersenyum. Dia tahu Dini terkejut tapi dia tidak banyak bereaksi. Beda dengan Dini, mukanya cemberut dia juga diam saja walaupun Arin nyerocos wae.

Bel masuk berbunyi, guru pun sudah masuk tapi 3 anak murid ( Dini, Naufal dan Arin ) sibuk dengan pikiran masing-masing.

....
bersambung

Apa yang mereka pikirkan ya?

Ketika Dini Jatuh Cinta (sudah dibukukan )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang