Bagian 20

676 30 5
                                    


"Naufal....kenapa diam?" Tanya Dini nggak sabar."

"Ehm.....Begini, kamu pasti tahu kan, dalam islam itu tidak ada pacaran sebelum menikah. Ehm.....Jika kita sudah merasa mampu dan cocok dengan seseorang ya...harus dihalalkan dengan pernikahan, tapi jika belum mampu untuk menikah, tinggalkan biarkan dia bertemu dengan jodohnya."

"O.....boleh aku tahu, kalimat itu untuk hubungan siapa?"

Naufal tidak langsung menjawab karena makanan mereka sudah datang.

"Terima kasih Mbak." Kata Naufal, kemudian dia melihat Dini yang mengaduk-ngaduk makanannya.

"Hubungan kita Din." Ucap Naufal cepat, Dini menghentikan tangannya, dan seluruh tubuhnya terasa kesetrum dan tegang.

Kemudian dia memilih diam membisu.

"Kenapa diam?" Tanya Naufal.

"Ehm....hubungan kita salah ya?"

"Salah kalau kita melibatkan hati dan perasaan serta sering berduaan."

"Apakah kamu begitu? Ok kita sering berduaan dan itu salah, apa kamu juga menggunakan hati dan perasaan?" Tanya Dini yang membuat Naufal bingung menjawabnya.

"Sambil makan ya, katanya laper." Naufal sengaja memberi jeda mencari jawaban yang pas.

"Kamu sendiri bagaimana Din?"

"Jawab dulu pertanyaanku." Kata Dini dan langsung menyuapkan makanan di mulutnya.

"Pastilah aku memakai hati dan perasaan, aku suka sedih jika kamu tak mau makan, aku suka kecewa jika kamu nyebelin dan..."

"Berarti kita salah dong?" Kata Dini memotong pembicaraan.

"Berarti kamu juga menggunakan hati dan perasaan?" Tanya Naufal menyimpulkan apa yang dikatakan Dini.

"Din.....boleh aku tanya sesuatu?"

"Apa?" Jantung Dini makin deg-degan,semoga Naufal tidak bertanya tentang perasaannya pada Naufal.

"Apakah hukuman kamu terhadap aku boleh diganti?"

"Hukuman apa?" Alhamdulillah, bukan tentang perasaan jawab Dini dalam hatinya dan jantungnya mulai normal lagi.

"Hukuman saat pertama kita bertemu, sekali lagi maaf banget kejadian itu, pasti kamu tidak bisa lupa, akupun tidak bisa melupakannya tapi bolehkah aku meminta tidak lagi menemani kamu belajar setiap hari?"

Wajah Dini memerah menahan malu membayangkan peristiwa itu.

"Kenapa? Apa menghindari pertemuan denganku?"

"Maaf, mengurangi bukan menghindari, tapi ada alasan yang lebih kuat Din."

"Boleh aku tahu?" Dini menghentikan makannya, meletakkan sendok dan memandang Naufal. Sementara Naufal masih mengunyah makanannya dan mengikuti Dini meletakkan sendok dan menyudahi makannnya karena memang sudah habis.

"Aku punya impian besar Din, sejak kecil aku ditinggalkan orang tua untuk mencari nafkah. Aku tidak menyalahkan mereka apalagi kamu, tidak sama sekali. Aku sempat benci, benci dengan keadaanku saat itu. Sehingga aku punya impian ingin menjadi orang yang sukses, aku ingin menjadi seorang ahli IT sehingga nanti bisa mencukupi kebutuham keluargaku, aku tidak akan mengizinkan istriku kerja diluar sehingga tidak ada lagi orang-orang seperti ibu yang jadi korban meninggalkan anaknya demi anak orang lain."

Naufal berhenti sebentar meneguk minumannya dan memperhatikan Dini menitikkan air mata.

"Maaf.....gara-gara...aku......"
Dini berkata di tengah isakannya.

Ketika Dini Jatuh Cinta (sudah dibukukan )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang