Dentingan tuts-tuts piano yang berbunyi terdengar menenangkan hati. Siapapun yang mendengarkannya akan merasakan ketulusan dari orang yang memainkan. Ketulusan hati yang tak semua orang punya. Ketulusan hati dan perasaan yang coba disalurkannya melalui music-musik yang ia bunyikan.
Ting....
Hanya sampai disana. sampai disanalah ia mampu bermain karena ia melupakan lagi not-not yang sudah susah payah ia hapalkan. Jemarinya juga belum hafal letak dari tuts yang seharusnya ia tekan. Ia salah nada.
"Kau melakukan kesalahan lagi?"
"I'm sorry sir... aku akan memperbaikinya..."
"Sudah berapa kali aku peringatkan agar kau menghapalkan letak-letaknya. Kalau begini, sampai kapan kau akan maju?"
"Yes,sir. Aku janji akan memperbaikinya...
Isak tangis tiba-tiba keluar mengetahui ia telah gagal untuk kesekian kalinya dalam menghapalkan tuts apa yang ia tekan. Ia lancar di sepertiga lagu, tapi dua pertiga masih menunggu untuk disempurnakan.
"Mengapa aku begitu lemah? Mengapa aku tak bisa tampil diatas panggung dan dibanggakan orang-orang terutama papa juga mama? Kenapa aku berbeda?"
.
Suara seorang lelaki yang terbatuk berkali-kali membuat sang kakak khawatir. Ia datang untuk memastikan jika sang adik baik-baik saja.
"Kau baik-baik saja?"
"Oh, kak? Aku baik-baik saja. Jangan khawatir..."
"Wajahmu pucat. Kita ke dokter."
"Tidak.. aku tak mau. Aku tak mau mencium aroma rumah sakit... biarkan. Aku baik-baik saja..."
Kakak yang protektif dan adik yang keras kepala membuat keduanya nampak tak akur, meski sebenarnya tidak. Mereka adalah saudara yang saling menyayangi dan mendukung. Hanya saja, cara mereka menyalurkan kasih sayang sedikit berbeda.
"Jeon Jungkook... Jeon Jungkook... apa harapanmu?"
Jeon Jungkook kecil mendapat pertanyaan ketika ia masih berada di bangku sekolah menengah pertama. Ia teringat, saat itu adalah hari ulang tahunnya di tingkat pertama sekolah menengah. Tiga teman kecil yang juga teman sepermainnya memberikan kue donat dengan sebuah lilin kecil ditengahnya.
"Aku? Mudah saja. Aku hanya ingin seperti kalian..."
Jungkook tersenyum tipis mengingat harapan sederhana yang hingga saat ini, diusianya yang ke dua puluh tiga, tetap menjadi harapannya. Nampak sangat sederhana namun sangat berkesan bagi seorang lelaki bermarga Jeon itu.
"Bahkan, sampai di ulang tahunku yang terakhir-pun, harapanku tetap sama, kawan.... Aku ingin seperti kalian."
**
Prolog sudah di publish, dear,.. Bagaimana? Kesan apa yang dibaca dari prolog? Ini new project aku yang pastinya Jungri. Sudah baca Love And Affection? Ya, genre kali ini mirip sama itu. Mengulang genre yang sudah pernah dipake? Bisa jadi. Semoga tidak bosan hmmm.. ...
Nah, disini, Lily akan memberikan cerita yang ringan aja. Mellow, pasti. Nggak banyak teori-teori kampret. Nggak perlu mikir, just enjoy the story. Sama seperti Magical Book. Bedanya, Mabok itu temanya cerah. Kalo ini agak redup-redup gitu. Nggak tau sih, cerita mellow-mellow gini, banyak yang suka atau enggak. Semoga aja, banyak yang suka yep!
Seperti biasa... Lily nggak menuntut banyak-banyak. Apresiasi karya ini jika menurut kalian layak diapresiasi. Ramaikan kolom komentar juga bukan larangan... silahkan...

KAMU SEDANG MEMBACA
River Flows In U √
FanfictionPercayalah... ketulusan itu akan memberikan akhir yang indah. Tak selamanya air mata pertanda akhir dari kehidupan, tapi buatlah air mata itu awal dari lembaran baru. Selama nafas masih berhembus, selama itu pula kisah masih berjalan. Tuliskan, tuli...