"Apa yang terjadi disini?" tanya Yerim meminta penjelasan dari orang-orang yang ada disana. mereka sudah berdiri dengan wajah sendu yang nampak. Wajah mereka memerah karena menangis.
"Yerim....," panggil Minseok.
"Papa sudah tau dan tak memberitahu Yerim? Pa, padahal papa tau kalau Yerim merindukan Jungkook," Yerim mati-matian mengerjapkan mata untuk menahan butiran bening yang mendesak ingin keluar.
"Nak, bukannya kami ingin membohongimu. Kami hanya ingin kau fokus dengan operasimu dan juga, melihat Jungkook yang tak memberitahukan kenyataan ini padamu membuat papi berpikir bahwa Jungkook juga tak ingin kau khawatir."
"Tapi sekarang lihat.... Jungkook sudah tak membuka mata lagi... terakhir kami bertemu saat di panggung itu. Dan apa kalian tidak tau, aku sampai berkali-kali mimpi tentangnya?"
Yerim mengepalkan tangan begitu kuat sebagai tanda bahwa ia menahan segala macam emosi. Lagi? Yoongi, lalu sekarang Jungkook? Kenapa Tuhan selalu memberikan permainan takdir yang menyedihkan untuknya?
"Bisakah, kalian tinggalkan aku sendiri? Aku tau aku tak ada hak mengusir kalian karena ak.."
"Papi keluar, begitu juga yang lain. papi minta maaf, Yerim," ujar Yunho sebelum akhirnya ia meminta yang lain juga keluar, menyisakan Yerim seorang diri.
Yerim terdiam sesaat memandangi tubuh yang terbujur kaku itu. Jungkook sudah tidur dengan tenang tanpa khawatir terusik apapun. Jungkook pasti bahagia bisa bertemu ibunya. Tanpa berpikir lama lagi, Yerim perlahan menundukkan kepala, semakin merunduk dan merunduk, hingga bibir tipis itu bersentuhan dengan bibir Jungkook yang sudah memucat. Yerim membiarkan kegiatannya ini berlangsung selama beberapa menit. Tak hanya mencium bibir, Yerim mulai memberikan kecupan-kecupan ringan di mata, dahi, pipi dan hidung. Ajaibnya adalah, gadis itu tidak menangis.
"Jeon Jungkook," bisik Yerim di telinga Jungkook. "Aku kecewa. Tapi aku tidak akan marah, karena aku tau kau pasti bahagia disana," tangan Yerim bergerak meraba pipi Jungkook. Berbeda sekali dengan pipi yang pernah ia sentuh sebelumnya. Kali ini jauh lebih tirus. "Aku ingat bermimpi aneh tentang kita beberapa hari lalu, mungkin itu pertanda. Terimakasih, kau bermain sangat indah di mimpiku. Melodi yang kau alunkan sungguh mengagumkan. Suaramu akan selalu ku simpan diingatan."
Setetes air mata berhasil jatuh. "Jeon Jungkook, aku mencintaimu. Kau lelaki tertampan kedua setelah papa yang pernah ku temui. Kau begitu berarti untukku. Terimakasih, terimakasih telah hadir secara sukarela kedalam hidupku. Kau orang yang peduli padaku selain papa. Terimakasih."
Jemari lentik milik Yerim menyusuri setiap inchi dari wajah Jungkook. Ia tersenyum meski matanya menggenang. Air mata itu akan tumpah.
"Kau tetap tampan. Selamat jalan, Jungkook. Seperti pesanmu, aku akan hidup bahagia."
*
Dua kematian yang Yerim ketahui tidak membuatnya kalap. Entah mengapa, Yerim masih bisa sedikit menahan rasa emosionalnya. Yerim tidak histeris seperti Chaeyeon yang beberapa kali ambruk, bahkan tekanan darah gadis itu menurun. Wajah Yerim tidak memerah seperti Avengers, namun itu semua bukan berarti bahwa Yerim tidak berduka. Gadis itu menatap sendu foto Jungkook yang masih terlihat sehat, padahal di dalam tubuh itu sudah tersimpan penyakit yang membunuhnya perlahan. Yerim tersenyum miris.
Sejujurnya Yerim sendiri tidak tau harus berekspresi bagaimana. Ingin meraung, tapi ia merasa itu tak ada guna, ingin ditahan tapi kepalanya terasa berat. Sesekali, Wendy yang berada disamping Yerim selain, Kim Minseok, menepuk lembut bahunya bahkan memeluk sekedar menenangkan. Terkadang, Wendy juga mengajak Yerim mengobrol meski berakhir sia-sia. Yerim tidak memberikan sahutan karena terfokus pada gambar Jungkook.
KAMU SEDANG MEMBACA
River Flows In U √
FanfictionPercayalah... ketulusan itu akan memberikan akhir yang indah. Tak selamanya air mata pertanda akhir dari kehidupan, tapi buatlah air mata itu awal dari lembaran baru. Selama nafas masih berhembus, selama itu pula kisah masih berjalan. Tuliskan, tuli...