12. Crying With You

528 58 0
                                    

"Dafi, gue suka sama lo. Jadi pacar gue ya?"

"Oke."

Hanya satu kata yang mengubah seluruh hidup Dafi. Ah, tidak hanya dirinya, beberapa figura dalam hidupnya pun terlibat terusik akan hal itu.

"Kok Dafi terima Rasel, ya?"

"Rasel mah semuanya diembat, emang dasar bitch."

"Paling diputusin seminggu lagi, namanya juga Rasel."

"Primadona sama kutub? Wow."

"Lumayan cocok sih, cantik sama ganteng gitu."

"Cantikan gue, sorry aja."

Seperti itulah kira-kira kalimat yang mampu membuat telinga Dafi panas seharian ini. Itulah mengapa MP3 tidak lepas dari tangannya selama jam sekolah.

>><<

"DANY!"

Dafi cukup tahu siapa yang memanggilnya. Ia menoleh, dan mendapati Rasel tengah tersenyum lebar.

"Danyl, pulang bareng ya?"

"Gue naik sepeda."

Rasel melihat ke arah sepeda Dafi, sepeda yang terlihat biasa tapi sebenernya Rasel yakin sepeda itu cukup mahal.

"Ya udah naik mobil aku, sepedanya taro di belakang."

Dafi menggeleng lagi. "Gue sama adik gue."

"Siapa?"

"Bang! Tungguin!" dari kejauhan, seorang laki-laki tengah berlari ke arah mereka.

Rasel tampak tidak asing dengan pria ini.

"Bang, lo—eh anjir, Rasel?"

Mata Rasel membulat, "Guan?"

"Wow, lo sekolah di sini? Gue baru tau." Guan tersenyum lebar. "Lo kelas apa?"

"Seangkatan sama kakak lo," balas Rasel, ia menyengir. "Gue baru tau lo punya kakak kayak kutub begini." Rasel tertawa kecil.

"Kutub tapi diajak pacarana," guman Dafi yang didengar Rasel, gadis itu langsung mengerucutkan bibir.

"Iya deh iya, Dafi mah pangeran, bukan kutub."

"EH? LO JADIAN SAMA ABANG GUE?" pekik Guan tak percaya, Dafi menghela napas dan menarik adiknya menuju sepedanya.

"Ih! Dafi pulang sama aku, yuk!" rengek Rasel. "Guan mau ikut? Sekalian main dulu di rumah."

Guan mengangguk. "Ayolah Bang, kali-kali aja. Gue yang bilang deh ke bunda,"

"Lo gila? Setelah kejadian—"

"Bang, gue nggak mau bahas itu dulu," potong Guan cepat. Seperti tahu ke mana arah pembicaraan Dafi.

"Tapi bunda butuh kita."

Guan menatap datar kakaknya, ia tertawa lirih. "Maaf, Bang. Tapi gue mau ngelupain kejadian sialan itu. Silakan Abang pulang, tapi gue nggak mau ketemu sama laki-laki brengsek itu." Dafi menahan tangan Guan yang sudah menaiki sepedanya, ia menghela napas kasar dan menatap Rasel.

"Gue sama Guan boleh nginep di rumah lo malem ini?" pertanyaan Dafi sukses membuat Rasel membeku sesaat namun setelahnya mengangguk cepat.

>><<

Dafi baru saja mandi, ia tengah menggosok-gosokkan kepalanya dengan handuk. Badannya yang cukup atletis terpampang jelas karena ia belum memakai bajunya, hanya celana pendek yang terpasang di tubuhnya.

Betting On YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang