14. First Denial

582 52 4
                                    

"Pagi semuaa!" sapa Rasel riang, ia menghampiri dan mengecup pipi Calarissa.

"Kok aku nggak?" protes Talia. Rasel tertawa, ia menghampiri adiknya dan mencium puncak kepala adiknya.

"Kangen deh kakak sama kamu," ujar Rasel, ia mengusap pelan pipi adiknya. "Makin lama makin cantik ya kamu, tapi masih cantikan kakak! Hahahaha!"

Talia mencibir pelan, ia melanjutkan sarapannya. Pagi ini Calarissa yang memasak sarapan, ia juga ingin bertemu kedua anaknya yang sangat amat jarang kembali ke Indonesia.

"Gue masa nggak dicium? Cogan nih."

Rasel mendelik, ia menoyor kepala Juniar dan duduk di sebelahnya. "Cogan palamu lima!"

"Eh! Gue gini-gini banyak fans ya! Secara model terkenal gitu loh!"

"Nggak denger, gue lagi makan."

Juniar yang gemas mengigit pipi Rasel yang menurutnya tembam. "Chubby!"

"KOKO!!"

Rasel menyumpah adik kembarannya. Ini hari senin dan mood-nya menjadi buruk!

>><<

"Dany!" panggil Rasel saat melihat pria yang baru saja menaruh sepedanya. Dafi menoleh, mendapati Rasel yang sedang berlari kecil ke arahnya. "Pagi Dany!" ujarnya dengan senyuman.

"Pagi," balas Dafi. Ia langsung berjalan diikuti Rasel di sampingnya.

"Dany, udah sarapan?" tanya Rasel.

Dafi hendak menjawab, tapi matanya terlebih dahulu melihat Chasen yang sepertinya ingin menghampiri Rasel. Dafi dengan cepat meraih tangan Rasel dan menggengamnya. Rasel sedikit terkejut dan menatap Dafi bingung, sedangkan Dafi tersenyum kecil.

"Temenin gue sarapan, ya?" Dafi bertanya pada Rasel, tapi matanya beberapa kali melirik ke arah Chasen.

Rasel mengangguk, ia tersenyum cerah. "Yuk!"

Chasen menatap sinis Dafi yang juga menatapnya dengan tatapan penuh kemenangan. Chasen mengepal tangan kuat, jika saja Rasel tidak di sana. Chasen pasti sudah menghancurkan wajah Dafi hingga tidak berbentuk.

"Kenapa lo harus jadian sama si brengsek itu, Rasel!?"

>><<

"Cieee, masih pagi aja udah sama doi," ledek Lysa ke Rasel yang baru datang dan ajaibnya diantar oleh Dafi.

Rasel merona. "Apaan sih, nggak jelas lo." Ia duduk di tempatnya.

"Jadi, taruhannya?" Rasel mendadak kaku, tiba-tiba ada rasa bersalah dihatinya. Ia tidak tahu kenapa seperti ini, tapi, ia tahu ini karena sebuah perasaan lain yang mulai muncul.

"Rasel?"

"E-eh." Rasel tersenyum lebar. "I'm win! Jadi, kita ke Amsterdam! Yeay!"

Nediva mengangguk. "Oke, mau kapan, nih?"

"Setelah final exam, gimana?" saran Elina. Rasel mengangguk menyetujui, yang lain hanya mengikut. Nediva dan Elina menghadap ke arah mereka. Tiba-tiba, Nediva tersenyum kecil.

"Lo gak jatuh cinta kan sama Dafi?"

Rasel bungkam seketika. Tidak tahu dengan pikirannya sendiri yang mulai kacau.

>><<

Rasel tengah melamun di taman sekolahnya. Pikirannya bercabang ke sana ke mari tanpa sebab. Berulang kali ia bertanya kenapa kalimat Nediva begitu menghantui pikirannya.

Kriing!

Akhirnya, Rasel menunggu bel itu berbunyi. Bel pulang sekolah. Rasel memang memilih alfa di jam terakhir. Ia pergi ke taman dan menyendiri, ini pertama kalinya ia tidak mengikuti pembelajaran tanpa ketiga sahabatnya.

Betting On YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang