7. Trying To Change

538 66 1
                                    

Rasel menatap kosong ke depan. Dagunya ia topang dengan kedua tangan yang diletakkan di atas meja. Ini memang masih terlalu pagi untuk sudah berada di dalam kelas, duduk cantik sambil menyalakan AC sampai suhu lima belas derajat celsius.

Kenapa? Karena Rasel sedang mempersiapkan diri dan hatinya. Ia tahu, hari ini ia mendapat satu kelas yang sama dengan Dafi. Tidak, tepatnya Rasel memang sengaja mengganti jadwal mata pelajaran peminatannya agar sama dengan Dafi. Kelas Bahasa Prancis.

Tepat ketika Rasel merasa hatinya sudah semakin beku, karena suhu AC dan juga cuaca yang memang sedang dingin, pintu ruang Kelas Bahasa Prancis tebuka. Menampilkan pria dengan perawakan tinggi dan bahu lebar. Rasel tidak terkejut, karena ia memang sudah menduganya.

Tapi tidak dengan pria itu, Dafi. Dia menatap Rasel beberapa saat, kemudian duduk tenang di kursinya seakan tak peduli.

"Daf."

Rasel berpindah duduk, lebih dekat ke arah Dafi. Pria itu kini sudah membuka bukunya, entah untuk sekadar iseng atau memang serius membaca.

Tidak ada jawaban. Rasel menghela napas pelan. "Dafi."

"Hm."

"Em ... nggak jadi deh." Rasel bimbang, ia kembali ke tempat duduknya.

Kenapa gue kayak gini sih?! Astagaa, murahan banget gue terus-terusan kayak gini. Tapi gue harus! Batin Rasel.

"Dafi, gue sebenernya nggak mau basa-basi sih, tapi ... siapa cewek yang bareng lo kemarin?" Rasel bertanya pelan. Walau jarak tempat duduk mereka jauh, karena ruangan masih sepi, jadi suara gadis itu seperti menggema dan dapat didengar Dafi.

"Bukan urusan lo," jawab Dafi datar. Masih tidak mengalihkan atensinya dari buku.

"Urusan gue lah!"

"Bagian mananya urusan lo, sih?" jengkel Dafi. Ia berhasil menutup bukunya dan menatap tajam ke arah Rasel.

"Ya ... ya ... ya kan lo, lo ... cowok yang gue suka."

Terucaplah kalimat itu.

"Maksud gue ..." Rasel menarik napas dalam, kemudian ia hembuskan perlahan. "Gue, em ... gimana kalau kita PDKT-an, Daf?" agak konyol memang, tapi mau bagaimana lagi.

"Setelah kita PDKT, emang lo mau ngelakuin apa?"

"Jadi pacar lo lah!"

"Emang gue mau?"

"Harus mau!"

"Maksa!"

"Ya makannya PDKT biar lo suka sama gue! Jadi gue nggak perlu maksa!"

Terkutuklah Rasela Calandra. Lo udah sangat rendah. Rasel memaki dirinya sendiri.

Kemudian Rasel terkejut ketika tiba-tiba Dafi berada di hadapannya. Terlalu fokus dengan emosinya, Rasel tidak sadar Dafi berjalan mendekat dan sudah menghempit tubuhnya, hingga menyusut di kursi tempat duduknya, dengan badan bongsor Dafi.

"Apa ini kurang dekat, Rasela Calandra?" suara Dafi terdengar sangat rendah.

Pipi Rasel mendadak merah karena panas. Padahal suhu AC sudah sempat ia turunkan.

"Ma-maksud gue ..."

"Kalau maksud lo PDKT sama gue untuk bisa mengatur gue dan pengen tau tentang siapa cewek itu, gue nggak mau," jeda sebentar, Dafi mendekatkan bibirnya pada telinga Rasel. "Tapi kalau niat lo PDKT sama gue buat berubah dan jadi setia ... Okey."

Rasel menghembuskan napas yang entah sejak kapan sudah ditahannya. Wajah merahnya perlahan memudar dan kembali normal. Mendadak hatinya bimbang. Bertanya-tanya pada dirinya dengan perkataan Dafi tadi.

Betting On YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang