Aku terbangun dan yang ada dihadapanku sangatlah asing. Dimana aku? Ruangan berwarna biru muda, ber-ac, ada lemari berukuran sedang, dan diujung kamar ini ada satu pintu. Aku yakin itu kamar mandi.
Aku tertidur di ranjang siapa.....
Badanku terasa begitu lemas. Aku pinsan?. Sampai tidak tau kenapa aku bisa ada di tempat ini?
"Eh? Udah bangun?" tanya seorang gadis manis yang entah sejak kapan sudah berdiri membelakangi pintu yang tadi sedikit terbuka.
"I...yah" jawabku lemah. Tenggorokanku seperti terbakar. Panas. Butuh air.
"Ini minum" betapa pekanya gadis ini. Aku menghabiskan setengah gelas dalam sekali tenggak. Ah... Lega...
"Kenalin, aku Gea, aku pembantu di rumah ini" katanya sambil menyodorkan tangannya yang putih mulus. Ah, aku tidak yakin ia adalah pembantu. Terlalu bagus, kalian tau?
Aku menjabat tangannya, dan benar-benar halus telapaknya. Aku yakin dia adalah orang kaya, tangannya halus, terawat sekali. "Nama kamu siapa?"
"Luna" jawabku.
"Oke, Luna, kalo gitu kita bisa jadi temenkan?" tanyanya.
"Bisa...." kataku. "Tapi boleh aku tau, kenapa aku bisa ada disini?" tanyanya.
Dia seperti menimbang-nimbang dan berpikir keras. Terlihat dari jidatnya yang membetuk tiga lapis kerutan.
Aku masih menunggunya untuk berbicara, sampai aku merasa bosan. Dia lama sekali berpikir. Ah... Daritadi dia mangap-mangap seperti ingin mengatakan sesuatu, tapi hal itu sudah dilakukan sebanyak 4x dan akhirnya dia menutup mulutnya lagi.
Aku sungguh bosan.
"Jadi kamu tau gak, Gea?" tanyaku tak sabar.
"Jadi gini.........." dia menarik nafas lagi. "Tadi siang Mas Gerard bawa kamu, katanya kamu pinsan di jalanan,"
Oh, begitu toh ceritanya.
"Geee.... Eh kamu udah bangun?" tanyaku seorang laki-laki tampan, yang mukanya cukup familiar untukku. Tapi hanya sekedar familiar, aku tak mengenal laki-laki ini. Dan, ngomong-ngomong soal tampan, Kak Tristan jauh lebih tampan darinya.
"Su...suu... dah" jawabku tergagap.
"Gak usah takut," dia berjalan ke arahku dan Gea. "Saya Gerard, panggil Mas Gerard aja. Kamu siapa?"
"Nama saya Luna, Mas"
"Kamu punya keluarga gak di Jakarta ini?" tanyanya.
Keluarga? Ya, aku punya. Aku punya Kak Tristan, suami yang begitu kucintai. Aku juga punya mama mertua. Oh mengingat mama mertua, apa yang tadi kulakukan?
Setelah ia meringis kesakitan, aku meninggalkannya. Oh, Tuhan.... Apa yang tadi kulakukan?
"Hey, punya gak?" tanyanya.
Mengingat mama yang kesakitan, dan apa yang tadi kulakukan, aku merasa begitu bersalah. Aku yakin kalau nanti aku kembali ke mereka, mereka tidak akan menerimaku. Bahkan mengusirku karena tidak terima dengan apa yang kulakukan...
Pisau berdarah itu....
"Gak punya, mas, saya sendiri" kataku bohong.
"Oh gitu?" gumamnya. "Kalo gitu kamu kerja disini aja gimana?" tanyanya.
"Boleh mas, daripada saya nganggur" kataku.
Ya, kalau aku kerja di rumah ini, aku pasti bisa menghidupkan diriku sendiri. Aku tak mungkin kembali ke keluargaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bitter-Sweet Wedding ✅
Romance"Kalian menikah saja?" kata mamanya Tristan tiba-tiba setelah sudah selesai makan. "HAH?!" Luna mendongak. "APA?!" Tristan kaget. Mereka teriak bersamaan. "Ya, menikah. Memang apa masalahnya?" tanya Karin -mamanya Tristan-. "Tapi ma--" "Ngga ada...