"Mas.... Mas Gerard..." teriak Merlyn sambil memencet bel rumah Gerard dengan tidak sabar. Jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam. "Massss!"
Tak lama, Gea keluar dengan pakaian tidur minim bahannya. Dia membukakan pager untuk Merlyn. "Masuk" katanya.
Dan langsunglah Merlyn menerobos masuk. Dengan cepat ia sudah sampai ke ruang santai, tempat Gerard sedang menonton TV dan disebelahnya ada botol minyak pijit. Hih, Merlyn paling benci bau minyak gosok.
Dibelakang, Gea berdiri memerhatikan rambut acak-acakannya Merlyn. "Kenapa sih Mey?" tanya lembut Gerard. Dia juga memerhatikkan hal yang sama. Rambut berantakan, muka kusut dan mata sembab.
Gea langsung mengambil tempat di belakang Gerard, dan memijat punggungnya lagi. Merlyn semakin tak tahan akan bau minyak gosok itu, dan juga kemesraan yang mereka tampilkan. Hah, dasar pengantin baru yang baru dipisahkan, terpaksa berpisah karena Gea harus menemani Luna oleh Edgar!
Merlyn langsung beralih ke dapur, dan Gerard sadar akan kelemahan adik sepupunya itu yang bisa-bisa muntah bila mencium bau minyak gosok langsung menyudahi acara pijatnya. "Nanti dilanjutin, Hon, kita ke Merlyn dulu"
Gea mengangguk setuju. "Oke"
**********
Mathilda pulang ke apartemennya dengan membawa seorang temen yang juga dokter dan membawa beberapa peralatan yang mereka pinjam dari rumah sakit. Tentu dengan jaminan.
Mathilda memencet bel apartemennya dan langsunglah di buka oleh teman Sdnya, Lea. Mereka saling melempar senyum, tentu juga pada teman dokter yang Mathilda bawa, karena Lea sedikit mengenalnya.
"Luna udah tidur?" tanya Mathilda.
"Belom sih, tapi dia lagi gue suruh istirahat soalnya dia lagi stress berat" kata Lea jujur.
"Dia ada dimana?" tanya dokter yang satunya. dr. Nesya.
"Di kamar yang itu, dok" Lea menunjuk sebuah pintu di dekat dapur.
Mathilda kaget, "loh? Kok taronya disitu? Kenapa gak di kamar gue aja sih?" tanyanya sewot.
"Heh, ya gak enak lah, lagipula di kamar situ juga nyaman kok" kata Lea.
"Nyaman gimana, disitu banyak barang-barang gue yang berserakan" protes Mathilda dengan mata melototnya.
"Udah gue beresin bu dokter, tenang aja" jawab Lea santai.
Mata Mathilda semakin melotot. Bukan, bukan marah, tapi kaget. Lea ini temannya, bukan pembantunya. C'mon...
"Le--"
"Jangan kaku gitu kali Thil, beresin barang-barang lo gak seberapa sama bantuan lo tadi" kata Lea jujur.
"Lebay lo" Mathilda tertawa renyah. "Yaudah kita langsung ke kamar Luna"
Mereka ke kamar Luna, dan Lea membantu membawa alat-alat yang dibawa oleh dr. Nesya. Cukup berat, tapi tak apa. Untuk Luna!
Luna langsung terduduk melihat ada beberapa orang yang masuk ke dalam ruangan tempat ia istirahat. Ia takut. Ia benar-benar takut kalau Lea menghianatinya dan membawa orang-orang untuk menangkapnya.
Tapi dugaan itu langsung ditepisnya, Lea tak mungkin melakukan hal jahat seperti itu padanya. Didukung lagi, saat ia melihat dokter yang tadi merawatnya. Teman SDnya. Ia sudah mengenalinya, tapi tadi, masih terlalu lemah hanya untuk sekedar menyapa.
"Hai, Luna" sapa Mathilda senang.
"Hai, thil," jawabnya lembut.
"Kenalin ini Nesya, temen gue, dokter kandungan di rumah sakit...." Nesya dan Luna berjabat tangan. "Gue bawa dia gara-gara diminta sama Lea"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bitter-Sweet Wedding ✅
Romance"Kalian menikah saja?" kata mamanya Tristan tiba-tiba setelah sudah selesai makan. "HAH?!" Luna mendongak. "APA?!" Tristan kaget. Mereka teriak bersamaan. "Ya, menikah. Memang apa masalahnya?" tanya Karin -mamanya Tristan-. "Tapi ma--" "Ngga ada...