"Auhhh...." ringis Luna.
"Sakit aduh, pelan-pelan dong kak" Luna mendorong Tristan dengan sekuat tenaga, walaupun Tristan tidak pindah posisi sedikitpun, hanya bergerak sedikit.
"Sabar dong, bentar lagi nih--AH!" pekik Tristan tertahan.
"Bentar lagi mulu, daritadi gak selesai-selesai. Aduh" ringis Luna lagi.
"Lemah deh, bentar lagi selesai, sabar sayang" Tristan menggunakan kata 'sayang' agar Luna diam.
"Ah udah ah!" Luna menghempaskan tangan Tristan dengan halus.
"Yeh, diobatin bukannya bilang makasih malah ngomel" Tristan bersungut-sungut.
"Dih, siapa suruh ngobatinnya sakit gitu" Luna membela diri sendirinya, dengan protesan.
"Ya siapa suruh tidur grasak-grusuk, sampe jatoh gitu" Tristan bangkit dari posisi jongkoknya di depan Luna, dan mengambil handuk yang dari gantungan handuk yang ada di sebelah jendela.
"Udah, aku mau mandi dulu..." katanya, masih berdiri di depan kamar mandi. "Mau ikut?"
"OGAAAAAH!" teriak Luna sambil melempar bantal yang jadi sandarannya saat Tristan mengobati keningnya itu.
Tristan terkikik geli mendapat penolakan Luna, padahal mereka sudah pernah melakukan itu. Beberapa kali. Hanya hitungan jari satu tangan tapi.
***
Supir kantor Ardinata, Seno namanya. Sudah sampai di depan penginapan Tristan dan Luna sekitar pukul 10.00 WIB. Mereka akan terbang dengan pesawat jam 14.00 WIB. Jarak pantai ini ke kota menghabiskan waktu 2 jam, dan mereka maksimal harus check in di bandara jam 1 siang, dan sebelumnya, mereka akan makan siang di bandara.
Mereka sudah sarapan, tapi hanya roti dan susu kotak yang Luna beli saat perjalanan ke pantai ini, dan disimpan di lemari pendingin.
Mereka sudah check out dari tempat penginapan jam 10.00 lewat sedikit, bersama Seno yang membantu membawakan barang-barang Tristan, sedangkan Tristan membawa-bawa barang Luna. Sedangkan Luna hanya membawa tas kecilnya yang berisi dompet, HP, dan HP Tristan, sedangkan dompet Tristan ada di kantong celana pendeknya.
Untuk terakhir kalinya, Luna balik ke belakang penginapan bersama Tristan dan Seno. Luna ingin foto bersama Tristan dengan meminta bantuan Seno.
Kemarin, sebelum insiden tampar menampar itu, mereka sempat membeli baju pantai. Luna mengenakan baju bunga-bunga ungu, dan hotpans putih yang panjangnya hanya setengah dari pahanya, dan Tristan mengenakan baju pantai berwarna biru yang dibawahnya ada banyak gambar pohon kelapa, dan celana selutut pendek.
Mereka men-dryclean baju itu setelah membelinya--sebelum adegan tampar menampar itu, dan tadi pagi pihak penginapan yang mengantar ke kamar mereka.
"Mau dimana?" tanya Tristan yang terus-terusan ditarik Luna, entah kemana.
"Disitu" tunjukknya pada sebuah jembatan yang kemarin mereka lewati dengan berlari-larian.
Seno hanya mengikuti sang bos dari belakang.
Sesampai di jembatan itu, mereka berfoto-foto dengan berbagai pose. Luna digendong di punggung Tristan, Tristan mencium pipi Luna, dan berbagai pose manis yang mereka peragakan, yang membuat Seno menatap mereka dengan pandangan iri.
***
Saat di pesawat Luna minta dia ingin duduk di paling pinggir, di dekat kaca. Dia ingin melihat awan, katanya.
Tristan hanya mengiyakan saja.
Namun saat pesawat sudah sampai diatas awan, Luna mengeluh pusing melihat gumpalan awan-awan itu. Dan Tristan menyuruhnya untuk tidur saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bitter-Sweet Wedding ✅
Romansa"Kalian menikah saja?" kata mamanya Tristan tiba-tiba setelah sudah selesai makan. "HAH?!" Luna mendongak. "APA?!" Tristan kaget. Mereka teriak bersamaan. "Ya, menikah. Memang apa masalahnya?" tanya Karin -mamanya Tristan-. "Tapi ma--" "Ngga ada...