Inheritance

210K 6.7K 62
                                    

Hai, aku liburnya 2 minggu, jadi masih mau nge-upload nih. Dan kalo bisa, cerita ini bakal aku tamatin sebelum aku masuk sekolah. Aku usahain ya :3

Buat para fansnya Tristan tenang aja ya, masih ada sekitar beberapa part lagi kok...

=====

"Kak.... Kak Tristan..." panggil Luna lemah dari dalam kamar. Tristan sedang berada di ruang santai apartementnya.

Tidak sampai 3 menit, pintu kamar mereka sudah terbuka. Dan munculah kepala Tristan diantara tembok dan pintu itu.

"Kenapa sayang?"

"Kakak abis darimana? Aku kaget kakak gak ada di kamar" aku Luna.

"Oh," Tristan berjalan ke arah Luna yang sedang bersender di kepala ranjang. "Aku lagi nonton di ruang depan" jelas Tristan.

"Kok gak nonton di kamar aja?" tanyanya, begitu kepo.

"Aku gak mau ganggu istriku yang kecapean, kan dari kemaren kamu pergi mulu sama mama, terus tadi kita abis ngelewatin 3 ronde" Tristan terkikik mengingat 3 ronde yang baru ia lewatkan bersama istrinya.

Luna tak tersipu sama sekali. 'Sudah biasa mungkin?' Tristan membatin. Hal itu membuat Tristan lebih ingin menggoda Luna lagi.

"Lun," tangannya Tristan sudah menjalar ke dada Luna yang tak terutup apapun. Bahkan selimut pun.

Luna masih saja terdiam, tangan Tristan mulai turun ke daerah perut, bermain disana. Luna orangnya sangat gelian, perutnya disentuh saja ia akan bergerak meliuk-liuk seperti cacing kepanasan.

Luna yang masih belum merespon, membuat Tristan gemas. Ia meraih dagu Luna, Tristan mendekatkan bibirnya ke bibir Luna, tapi tidak sampai menempel. Luna sudah memalingkan wajahnya.

"Kenapa?" tanya Tristan lembut, dia tidak marah sama sekali.

"Kak," Luna menengok ke arah Tristan, dengan air mata yang sudah hampir tumpah.

"Kamu kenapa sayang?" tanya Tristan panik saat melihat air mata itu. Tangan Tristan sudah berpindah dari perut ke pipi Luna. Dan jempolnya mengusap air mata Luna yang turun satu per satu.

"Hiks... Hiks... Hiks..." Luna masih menangis.

Mata Luna menyipit saat ia menangis, berbanding terbalik dengan mata bulat Tristan yang menatap Luna tanpa bertanya lagi. Tristan memang tidak mengerti apa yang Luna tangisi, tapi ia mengerti ada kesedihan yang Luna simpan.

"Luna benci sama Luna," Luna memukuli perutnya sendiri. "Luna benci rahim Luna"

Segera tangan Luna ditahan oleh Tristan. "Berenti Luna!" bentak Tristan.

"LUNA BENCI LUNA BENCI!" teriaknya, tapi sudah tidak memukuli perutnya karena sudah ditahan Tristan.

"LUNA BERENTI!" Bentak Tristan, dan kali ini Luna diam namun tangisannya semakin dalam.

Luna langsung menyenderkan kepalanya di bahu Tristan, yang selalu ada buatnya untuk menangis.

"Kak, Luna... Luna mau hamil" kata Luna masih dengan isakan yang ditahannya. "Ibu sebulan langsung hamil Kak Vanya hiks Kak Vanya juga gitu hiks hiks" sebelah tangan Luna ia kalungkan dibahu Tristan yang satunya. "Kenapa Luna gak hamil-hamil? Kita udah usaha kan?" tanyanya.

"Sayang....." panggil Tristan.

"Apa Luna mandul?" tanya Luna, frustasi.

"Ngga sayang, kamu ngga mandul, aku yakin" Tristan berkata dengan yakin. Dia tidak tau darimana keyakinan itu berasal, tapi hatinya berkata demikian.

Bitter-Sweet Wedding ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang