Bab 10B Surat Mama (B)

1.8K 34 2
                                    

VIOLET

Part 10B

SURAT MAMA (B)

Oleh : Triana Kumalasari

[Mbak Vi, aku menemukan suratmu!]

Napas Violet seakan berhenti. Membaca pesan itu sekali lagi dengan mata melebar.

[Beneran, Ren? Di mana?]

[Di gudang, Mbak. Tiba-tiba aku ingat pernah masukin surat itu di buku. Dulu, saat kita beres-beres. Tapi nggak ingat di buku apa. Dulu kupikir aku masukin ke buku harian Mbak Vio. Tapi kalau dipikir lagi, jangan-jangan bukan. Ya Allah ... aku udah takut aja, Mbak. Takut kalau itu buku yang didonasikan. Ini Reza bantuin aku nyari di gudang. Alhamdulillah ketemu, Mbaak 😭]
[Maafin Rena ya, Mbak Vi.]

[Nggak apa-apa, Ren. Yang penting udah ketemu.]
[Kirimin, ya?]

[Siaap.]

🌸🌸🌸

Dengan tangan gemetar, Violet membuka surat ungu itu. Surat Mama. Kurir ekspedisi baru saja mengantarkannya dengan selamat.

Lembaran-lembaran ungu muda yang dulu pernah dibaca oleh Rosa. Tulisan tangan yang mungil. Tulisan Mama. Di beberapa bagian ada goresan yang tampak tidak mulus, mengindikasikan tangan yang bergetar. Mungkinkah pada bagian-bagian itu, rasa sakit Mama sedang menyerang?

Violet mulai membaca.

Assalamualaikum, Cantik.
Sudah umur berapakah Vio sekarang?
Sudah cukup besar, pasti. Cukup dewasa sehingga membaca surat Mama ini.

Apakah saat ini Violet SMA dan sedang jatuh cinta?

"Enggak, Ma. Violet sudah dewasa sekarang, dua puluh lima tahun, bukan anak SMA lagi." jawab Violet. Meskipun entah apakah Mama dapat mendengarnya ataukah tidak.

Atau saat ini Vio sudah bekerja dan akan menikah?

"Nggak jadi Ma, menikahnya. Dan Vio belum juga diterima kerja."

Memandang wajah Violet yang lelap sambil menulis surat ini, Mama bertanya-tanya. Bila Mama pergi nanti, apakah Papa akan datang untuk menjemput Vio?

Seperti apa Papa sekarang, Vi? Sehatkah? Masihkah wajahnya manis seperti dulu?

Violet merasa seakan Mama merindukan Papa. "Alhamdulillah, Papa sehat, Ma. Sekarang sudah pensiun. Iya, Papa masih tetap manis, Ma."

Di depan rumah kita yang dulu, rumah di Malang, ada keluarga kecil yang sangat Mama kenal baik. Arista, sahabat Mama sejak SMA. Dulu, kami sepakat untuk menjodohkan anak-anak kami. Arista dan Mas Hermanto punya anak laki-laki yang lucu, gendut dan tampan. Apakah Vio sudah bertemu dengannya? Namanya Yudha. Seperti apa dia sekarang? Apakah dia masih tampan, Vi?

"Sudah ketemu, Ma. Sekarang sudah dewasa. Kini, dia sudah tidak gendut lagi. Dan, iya, dia tampan, Ma."

Mama nggak tahu, apakah Yudha tumbuh menjadi pria yang baik ataukah tidak. Mama harap sih, iya. Mengingat kedua orang tuanya adalah orang-orang yang baik. Biarlah nanti Papa dan Vio yang menilai. Biar Papa juga yang memutuskan akan meneruskan perjodohan itu ataukah tidak. Papa yang lebih tahu, karena Papa tinggal dekat dengan keluarga Yudha.

"Mas Yudha baik, Ma. Papa meneruskan perjodohan itu, tetapi ... aku telah mengacaukannya, Ma." Violet mendesah sedih. "Tapi, Papa bilang, kalau Mama, tentu akan setuju dengan keputusanku."

Violet, kau bersikap baik pada Papa, kan? Mama tahu, Vio membenci Papa karena mengira Papa meninggalkan kita. Telah lama Mama ingin meluruskan. Namun, Mama takut Vio akan kecewa pada Mama. Mama takut, bila Papa datang dan mengajak Vio untuk tinggal bersama keluarga barunya.

Surat ini menjadi kesempatan terakhir Mama untuk menjelaskan, karena Mama tahu, Papa tidak akan bisa membela dirinya sendiri di depan Vio. Sebenarnya, bukan Papa yang meninggalkan kita. Tapi, lebih mirip Mama yang meninggalkan Papa.

Eh? Violet terkejut.

Saat itu, Mama dimutasi ke Tangerang oleh perusahaan tempat Mama bekerja. Dengan promosi naik jabatan pula. Ketika itu, Papa melarang Mama pergi dan meminta untuk resign saja. Karier sedang bagus-bagusnya, mana mungkin Mama resign. Setelah cuti melahirkan habis, Mama nekat membawa Vio ke Tangerang. Mama meminta tolong pada Nenek agar ikut dan menjaga Violet saat Mama ke kantor.

Sayangnya, LDR Mama dan Papa tidak berjalan lancar. Hampir setiap hari bertengkar, hingga pada batas kami berdua memutuskan untuk berpisah. Sejak itu, Mama berjalan sendirian, masih bergelimang kesuksesan. Saat bayi, kesehatan Vio drop dan sering mengalami masalah pernapasan. Alhamdulillah, asuransi perusahaan tempat Mama bekerja dapat membantu perawatan Vio.

Saat Mama tahu bahwa Papa menikah lagi, Mama memutuskan segala hubungan kita dengan Papa. Menolak bila Papa datang mengunjungi Vio. Terlalu menyakitkan bagi Mama untuk melihat Papa bersama orang lain, meskipun Mama tahu betapa Vio sangat ingin memiliki seorang ayah. Maafkan Mama, Nak.

Sebenarnya, bukannya Mama nggak pernah mencoba mencarikan ayah baru untuk Vio. Ingat Om Heri yang dulu Mama kenalkan? Atau Om Arif? Masalahnya, ternyata tak ada yang benar-benar berjodoh dengan kita. Sepertinya ... Papa memang sulit terganti.

Jangan terlalu keras pada Papa ya, Nak. Apa yang telah terjadi, bukan semata kesalahan Papa. Mama juga memegang andil, bahkan mungkin lebih besar.

Dari pengalaman Mama ini, bisa menjadi pelajaran bagi Violet agar tidak melakukan kesalahan yang sama. Kadang, kita ingin kembali, tetapi posisi kita sudah ditempati oleh orang lain. Berhati-hatilah saat mengambil keputusan, Nak.

Violet sedang di Malang, ya? Sekali-sekali, tengoklah Bude Wati ke Tangerang. Saat Mama terpuruk dan sakit, Bude telah berbaik hati menampung kita di rumah kontrakannya. Bahkan, Bude tidak meminta Mama untuk urunan uang kontrakan. Bude mengerti betapa sulitnya kondisi Mama yang masih menanggung utang investasi. Bersikap baiklah pada Bude.

Memandang Violet tertidur seperti ini, bagi Mama sangat membahagiakan. Vio selalu bilang ingin mirip Mama, tapi bagi Mama, kemiripan wajah Violet dengan Papa adalah anugerah. Setiap kali melihat wajah Vio, Mama seperti melihat Papa di sana. Papa yang dulu Mama kenal.

Jadilah wanita yang baik dan salihah ya, Nak. Berhati-hatilah saat melangkah dan berbahagialah selalu dalam hidupmu. Sampai kita berjumpa lagi di surga-Nya, Sayang. InsyaAllah....

Violet termenung.

"Bunda ingat kejadian yang dulu?"
Pertanyaan Om Hermanto kepada Tante Arista saat Violet pamit kembali melintas di benaknya.

Apakah itu tentang Mama?
Mama yang dulu bersikeras meninggalkan Papa demi kariernya?

Violet memandang sendu kertas ungu muda di tangannya.

"Ma, apakah Mama merindukan Papa?" bisik Violet. "Apakah Mama masih mencintai Papa? Apakah Mama menyesali keputusan Mama? Terlambat, Ma. Violet sudah melakukan hal yang sama seperti Mama. Bila dulu Mama meninggalkan Papa, maka sekarang, Violet meninggalkan Mas Yudha."

Violet menarik napas panjang. Mungkin bagi Papa, Om Hermanto dan Tante Arista, ini bagaikan dejavu. Mereka melihat lagi peristiwa yang serupa. Berulang. Dilakukan oleh ibu dan anak. Bila dulu Tante Irma dan Rosa menggantikan Mama dan Violet di sisi Papa, apakah sekarang ... Mbak Friska menggantikan tempat Violet di samping Mas Yudha?

Meremas tangannya, Violet menunduk. Oh, Ma ..., apa yang harus Vio lakukan sekarang? Apakah Mama juga merindukan Papa?

Kenapa tulisan Mama tampak kabur?
Setetes air jatuh membuat lingkaran basah di kertas ungu muda.
Violet segera mengusap matanya. Tapi butiran-butiran basah itu semakin banyak berjatuhan.

Disingkirkannya surat Mama ke samping. Ia tak ingin tulisan tangan Mama basah oleh air mata. Menelungkup di atas meja kayu kecil itu, Violet menangis dengan suara tertahan. Ia tak ingin Bude Wati mendengar.

Oh, Ma ... Violet merasa sendirian, sedih ... dan takut. Vio harus bagaimana sekarang, Ma?

#TantanganSeptemberForsen
#violetbytriana part 10B
#Forsen
🚫 DILARANG menyalin tempel (copy paste) seluruh ataupun sebagian dari tulisan ini.
🚫 Tidak menerima komen dengan cara yang tidak menyenangkan ataupun kasar. Komen model itu akan dihapus.
✅Menerima kritik dan saran dengan bahasa yang baik.
✅Boleh di-share.
🌸 Terima kasih sudah berkenan membaca dan men-share🙏

VIOLET (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang