SEMU (5)

6.2K 165 29
                                    

SEMU (5)

(Dimohon kesadarannya yang kurang dari 21+ untuk skip cerita ini)

Aku kembali ke ruanganku. Menumpuk berkas yang akan dipresentasikan setelah makan siang. Pintu ruanganku terbuka. Aku melihat Indah tersenyum dan menutup pintu. Dia duduk didepanku.

"Kenapa, Ndah? Ada yang bisa kubantu?" tanyaku.

Indah berjalan kesebelahku, mataku mengikuti gerakan Indah mengitari meja yang memisahkan kami. Ekspresinya agak tegang. Tangan yang dia remas-remas di depan perutnya itu menunjukkan bahwa dia sedang mengalami konflik batin.

Dia membungkukkan badannya di sebelahku. "Tolong jauhi Hanung, Rin. Ini tidak sepadan dengan apa yang akan kau terima."

Bagai disengat listrik, aku melompat dari kursiku. Aku menoleh pada Indah. Melihat ke dalam matanya. Wajah Indah sangat tegang sekarang. Aku lihat dia semakin gelisah.

"A.. apa maksudmu, Ndah? Aku ti..tidak ada apa-apa dengan Hanung," Aku gugup sekali dengan wajah pusat pasi.

"Rin, maaf, waktu di Jogja setelah mengantarkanmu ke kamar, aku kembali ke kamarmu untuk membawakanmu salep pendingin luka bakar. Waktu aku akan mengetok kamarmu, aku mendengar kau sedang memaki seseorang. Aku mendengar seluruh pembicaran kalian," Indah menatapku dalam-dalam. Wajahku sudah seperti tidak dialiri darah, rasanya kaku bahkan untuk menampik kata-kata Indah.

"Dengar, Rin. Bukan maksudku untuk menguping. Sungguh bukan maksudku begitu. Maaf, Rin." Aku hanya diam seperti orang bego. Pikiranku berlari kemana-mana. Aku tidak bisa berpikir jernih.

Indah berjongkok di depanku . Dia memegang tanganku seraya menatapku dalam-dalam.

"Lepaskan Hanung. Sebelum Tina tahu dan semuanya akan menjadi lebih sulit."

"Aku tidak bisa, Ndah." Suaraku bergetar menahan tangis. Indah menggoncang pelan tanganku.

"Kau bisa, Rin. Ini tidak sepadan dengan apa yang akan kau dapatkan. Kau mau aku ceritakan sesuatu?"

"Apa?"

"Sebelum kau datang, ada marketing lain, namanya Mbak Ayu. Dia sama sepertimu, terjerat rayuan Hanung. Aku tidak tahu mengapa Hanung masih mencari perempuan lain, sedangkan kau lihat sendiri seperti apa Mbak Tina tadi. Dia cantik, wajahnya adem, segala sesuatu di sekelilingnya terasa hangat. Iya kan, Rin? Bohong kalau kau tidak merasakan itu juga." kata Indah menatapku lekat-lekat.

Aku tertunduk dan mulai menangis.

"Kau tahu, waktu itu kantor ramai sekali saat Hanung dan Mbak Ayu ketahuan selingkuh. Bukan cuma Mbak Tina yang datang, tapi ibu mertuanya juga. Kau tahu apa yang diperbuat ibu mertua Hanung?" Aku menggelengkan kepala sambil menatap Indah penasaran.

"Ibunya melemparkan sebuah vas bunga ke arah Mbak Ayu sampai kepalanya bocor dan darah menetes dimana-mana." Indah menunjuk ke arah samping kepala sebelah kanan. Aku ternganga mendengarnya.

"Tidak cukup sampai disitu, dia manarik pakaian Mbak Ayu sampai sobek dan masih pula dia menginjak-injak badan Mbak Ayu. Aku ngeri sekali melihat itu. Satpam pun tidak ada yang berani melerai karena sangat mengerikan waktu itu. Semua bingung apa yang terjadi," Indah masih bergidik ngeri saat menceritakannya. Tapi dia masih melanjutkan ceritanya dan tidak memperdulikan aku yang kaget mendengar ceritanya.

"Lalu Pak Jefry datang dan menarik tangan ibu mertua Hanung. Mereka berdebat panjang. Ibu mertua Hanung bahkan sempat akan menampar Pak Jefry. Tapi kau tahu kan Pak Jefry sangat sigap? Akhirnya Pak Jefry berhasil menyeret ibu mertua Hanung ke dalam ruangannya. Dan entah apa yang mereka bicarakan selama satu jam. Ibu mertuanya keluar dengan muka merah padam dan langsung menyeret Mbak Tina untuk pulang." Kata Indah mengakhiri ceritanya. Dia menatapku lagi.

SEMU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang