SEMU (2)

7.8K 138 2
                                    

(yang belum 21+ dimohon kesadarannya buat skip cerita ini 😊)

Kubuka pintu kost, kulangkahkan kakiku ke dalam kamar. Kutaruh tasku di meja yang sudah rapi itu. Aku menghela nafas panjang. Sangat melelahkan hari ini bertemu dengan Hanung. Aku tidak bisa menghindarinya di kantor. Dia bisa tetap cool dan tenang, tapi aku? Semua otot perutku menegang saat aku bertemu dengannya. Bukan kali pertama aku tidur dengan laki-laki, tapi entah mengapa dengan Hanung sensasinya berbeda. Aku memejamkan mata dan membayangkan tangan Hanung yang semalam bermain diatas tubuhku..

Handphone ku berbunyi tanda ada whatsaap masuk. Dengan tidak rela ku buka mataku dan ku aduk isi tasku. Kubuka kotak pesan. Hanung!
Hanung : Rin, kau dimana? Kenapa tidak menungguku? Aku tadi bertemu dengan Pak Jefry dulu.
Aku : Aku sudah di kost. Aku tidak mau pulang denganmu. Orang bisa curiga.
Hanung : Baiklah. Aku ke kostmu ya. Mau nitip makan apa?
Aku : Apa saja yang penting nasi.
Hanung : Oke sayang.
Aku letakkan handphoneku di meja. Ku hela nafas semakin keras. "Apa pula ini? Kenapa tidak kutolak saja? Bodohnya kau Rin! Kau mulai cari perkara!" kataku mengutuk diriku sendiri. Aku mengambil handuk dan mandi.

Kubuka pintu saat kudengar suara Hanung memanggilku. Dia membawa dua bungkusan entah isi apa. Yang jelas baunya enak.
"Kau sudah wangi. Sudah mandi?" Dia mencondongkan wajahnya ke arahku untuk menghirup bau sabun dibadanku. Dia berjalan melewatiku dan menaruh makanan itu di meja. Aku menghela nafas dan menutup pintu.
"Aku mandi dulu setelah itu kita makan. Aku tidak suka makan dengan tubuh lengket seperti ini," kata Hanung.
"Baiklah, aku tunggu," kataku sambil mengambil handuk baru di lemari.

Aku menyeduh kopi dan meletakkannya di atas meja. Aku lihat tas Hanung penuh map warna biru. "Apa dia membawa kerjaannya pulang?"
Hanung berdiri disebelahku yang sedang asik membuka akun facebook.
"Hai, kau masih main facebook?"
"Iya banyak temanku disini,"
"Oh.. baiklah. Mari kita makan. Aku sudah lapar sekali,"

Kami makan dengan membicarakan orang-orang kantor. Membicarakan Pak Jefry dan Pak Anton yang ternyata tidak akur. Pak Jefry adalah Manager Keungan dan Pak Anton adalah Manager Marketing. Kami tertawa bersama saat ada hal lucu yang tidak sengaja kami bicarakan.
"Kau tahu soal penugasan di Jogja, Rin?" tanya Hanung disela-sela kami mengunyah.
"Iya tahu. Kenapa Mas?"
"Aku yang ditugaskan,"
Aku menoleh pada Hanung dengan posisi sendok di depan mulutku, "Seminggu dong kita ga akan ketemu? Ah, aku sebel." jawabku dan ku masukan suapan terakhir dari makan malamku ini.
"Dan aku merekomendasikanmu untuk bergabung di timku," kata Hanung santai.
Aku tersedak. Aku terbatuk-batuk sampai semua nasi keluar. Hanung segera mengambilkanku minum. Dia menepuk-nepuk punggungku.
Aku menepis tangannya dari punggungku, "Kau gila? Kita bisa ketahuan!" ucapku sambil melotot.
"Rin, kita tidak akan berpelukan saat semua orang melihat, jadi tenang saja lah," ujar Hanung santai dan mulai menyesap kopi nya diam-diam. Aku masih memandanginya tidak percaya. Dia menaruh tangannya di sandaran kursiku. Menarik kursiku lebih dekat dengannya.
"Kau yakin ingin berjauhan denganku selama seminggu? Kau tidak kangen dengan ini?" bisiknya sambil menempelkan bibirnya di bibir bawahku. Aku hanya diam dan membalas ciumannya. "Kenapa dia sangat tahu kelemahanku," batinku dalam hati sambil menikmati bibir tipis itu. Kumisnya yang tidak di cukur pagi ini, menggelitik bibir atasku, membuat perutku semakin menegang.

Aku masih melingkar di dalam selimut hangatku. Tubuhku terasa dingin. Baru ku ingat aku tidak mengenakan baju sama sekali. Aku terbangun karena tidak kurasakan badan Hanung menempel tubuhku. Ternyata dia tengah duduk di meja dan hanya menghidupkan lampu baca. Dia mengerjakan kerjaan kantor di kostku.
"Kerjaanmu banyak sekali ya, Mas?" tanyaku masih dalam selimut. Aku menopangkan kepalaku ditangan sambil memandangnya dengan posisi miring. Melihatnya yang hanya mengenakan celana pendek dan kaos putih tipis.
"Banyak banget. Aku mengerjakan ini agar Sabtu saat ku tinggal, anak buahku tidak begitu keteteran," jawabnya masih sambil melotot pada laptop nya yang berwarna navy itu.

Aku beringsut dari kasur. Aku hanya mengenakan sweeterku. Kakiku yang jenjang kubiarkan bertelanjang ditengah dinginnya udara kota Malang jam 11 malam ini. Aku mendekatinya. Ingin menggoda lelaki ini.
"Hai kau mau apa? Jangan ganggu aku dulu, biarkan kuselesaikan ini dulu Rini," kata dia mendelik padaku.

Aku tertawa dan mulai menggodanya. Kuletakkan tanganku yang lentik di lehernya. Aku menyentuh titik-titik yang ku tahu bisa melemahkannya. Dia hanya melirikku sambil tersenyum.
"Kau tahu, kau pindahlan tanganku ke sisi lain leherku, maka kupastikan kau tidak bisa berjalan besok pagi,"
"Oh ya? Aku penasaran," kataku manja. Sambil mengedipkan mataku. Kami tertawa terbahak-bahak bersama.

Handphone Hanung berbunyi di saat yang tidak tepat. Disaat otot perutku sudah menegang semua dan rasa geli menjalar liar di tubuhku. Kami melirik handphone itu. Ada nama "Tina" di layar nya yang besar. Hanung segera menarik tangannya dari dalam sweeterku. Dia menempelkan jari telunjuknya di bibirnya, menyuruhku untuk diam. Aku kesal .
"Iya ma, kenapa?" Hanung membuka pembicaran.
"Rizky? Baiklah, papa akan segera pulang. 20 menit lagi sampai rumah." Hanung menutup pembicaraan.

DIa berjalan menghampiriku yang sudah berada di pinggir kasur dengan kaki disilangkan dan tangan terlipat erat. Macam baru 2 dekade aku akan membuka lipatan kaki dan tanganku itu. Wajahku sangat masam.
"Anakku panas, aku harus membawanya ke dokter," jelas Hanung.
"Memang istrimu tidak bisa membawanya sendiri?" tanyaku ketus.
"Mana mungkin mereka naik motor malam-malam begini, Rin? Mobil aku bawa,"
"Kan bisa order grabcar. Manjanya dia," ujarku sambil membuang muka.
Hanung menarik daguku hingga dia bisa menatap mataku. "Kau cemburu? Rizky tetap anakku Rin. Maafkan aku ya," katanya memohon. "Lagi pula 2 hari lagi kita akan bersama selama seminggu. Kita akan curi waktu sampe kau bosan berdua denganku," kata Hanung sambil menatapku lekat-lekat. Entah sihir apa yang dimiliki Hanung, aku menanggukkan kepalaku.

Dia memandangku sebelum keluar kamar kost. Tersenyum hangat dan menyuruhku cepat tidur. Aku memperhatikannya sampai dia keluar gerbang kost. Aku menutup pintu dan menghempaskan badanku di kasur. Kasur ini sekarang terasa dingin tanpa Hanung. Aku meringkuk macam udang di dalam selimut tebalku. Malang malam ini sangat dingin, bahkan sampai aku menitikkan air mata. Entah karena kedinginan atau karena bau Hanung yang menempel dibantal yang aku tiduri. Aku menarik bantal itu dari kepalaku dan membuangnya serampangan. Bantal itu teronggok di belakang pintu kamar.
"Sialan! Kenapa anaknya harus panas? Tidak bisakah menunggu besok?!" Umpatku pada kamar yang seakan mengolokku.

Aku menangis dalam diam. "Apa ini? Aku jatuh cinta dengan pria beristri? Kenapa hatiku sesakit ini? Ah sialan, perasaan apa ini? Ini salah Rini.. salah.. Baiklah aku akan mengakhirnya besok, aku akan membicarakan ini dengan Hanung," ucapku dalam hati dengan air mata berderai. Aku tertidur tanpa kusadari.

####

Janjiku pada diriku sendiri menguap saat kulihat pagi-pagi Hanung berdiri di depan pintu kamar kostku sambil membawa dua kotak bubur ditangannya. Dan ditangan satu lagi ada sekotak susu coklat kesukaanku.
"Ah mati aku, dia benar-benar malaikat."

Aku makan dalam diam. Mencoba jual mahal. Masih jengkel karena aku tidur sendiri malam tadi. Hanung hanya memandangku sekilas-sekilas sampai bubur kami berdua habis.

Aku menuangkan susu coklat untuk diriku sendiri. Hanung membereskan meja dan mendekatiku. Kursinya dihadapkan ke arahku. Dia duduk menghadapku dan mencondongkan sedikit tubuhnya yang tegap itu kearahku. Tangannya dia taruh dikedua pahaku.
"Rin, kau tahu aku sudah menikahkan?" kata dia hati-hati.
"Hemmm.." jawabku sambil membuang muka.
"Kau sudah tahu kan resikonya? Maksudku aku tidak bisa 24 jam berada di sampingmu. Aku harus membagi waktu untukmu dan istriku," jelasnya serius. Aku memandangnya.
"Tapi aku butuh kamu, Mas,"
"Iya aku tahu, Rin.. Aku sangat tahu hal itu. Tapi keadaanku memang begini,"
"Aku tidak tahu apakah kau merasakan apa yang aku rasakan juga atau tidak, Mas," kataku menahan tangis di ujung tenggorokan.
"Kau pikir untuk apa aku kesini pagi-pagi? Aku belum tidur dari semalam, menunggu anakku yang panas. Setelah subuh aku langsung kemari. Aku takut kau tidak bisa tidur, Rin," jelasnya panjang lebar sambil serius mentapku.
Aku melihat ke dalam matanya. Dan langsung memeluk laki-laki beranak satu ini. Hanung membalas pelukanku dan mengusap rambutku. Dia menciumku keningku berulang kali.
"Maafkan aku mas," kataku terisak.
"Iya maafkan aku juga karena aku tidak bisa selalu ada untukmu," jawabnya ditelingaku. "Besok kita akan bersama selama seminggu, jadi bersabarlah ya sayang,"

Aku mengangguk dalam pelukannya. Besok adalah hari yang ku tunggu. Aku tidak mau ada interupsi apapun dari istri Hanung selama seminggu kedepan. Seminggu Hanung hanya untukku. Aku tersenyum dalam tangis dipelukan Hanung yang sudah berbau wangi itu.

--------

By : Chintya Stefany

SEMU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang