SEMU (13)

9.7K 546 193
                                    

(Dimohon kesadarannya yang belum 21+ untuk skip cerita ini)

Malam itu Hanung baru saja membelikan sebuah boneka lembut berbentuk mobil untuk Rizky. Anaknya yang sedang menonton kartun kesayangannya itu berteriak kegirangan, dia menciumi ayahnya. Tina menatap dari dapur sambil mencuci buah yang akan diberikan untuk Rizky. Hanung tersenyum nakal pada istrinya yang hanya mengenakan daster tipis.

"Ayah, tadi aku diberikan jam spiderman sama om Rama," Rizky berkata sambil tetap fokus pada boneka barunya. Hanung terkesiap. Dia melirik Tina yang masih asik di dapur. Tina tidak berpamitan kalau hari ini akan keluar rumah.

"Tadi om Rama kesini?" Hanung berkata dengan suara biasa.

"Nggak," anak itu menimpali.

"Lalu tadi Rizky main kerumah nenek?" Hanung bertanya kembali.

"Nggak juga," Rizky menjawab singkat.

"Lalu tadi Rizky kemana?"

"Tadi Rizky sama Ibu pergi ke mall. Disana ada om Rama. Terus Rizky diajak ke tempat yang ada kolam renang gede. Aku berenang sama temen Ibu, namanya tante Claudia. Tante Claudia baik, dia ngasih aku es krim dan kue manis atasnya ada stroberinya juga permen jelly. Kata ibu, Rizky boleh makan permen jelly, asal Rizky nurut sama tante Claudia." Anak itu berceloteh tanpa beban. Dia sama sekali tidak melihat bahwa ayahnya sudah memerah mukanya. Menahan emosi.

"Nak, ayah mau bicara sama ibu dikamar, kamu disini saja ya. Besok ayah belikan boneka mobil yang warnanya merah," kata Hanung sambil mengelus kepala Rizky. Anak itu tertawa riang dan memalihkan pandangan ke arah televisi saat kartun kesayangannya mulai menyanyikan lagu penutup. Bagaimanapun, dia telah menganggap anak itu seperti anaknya sendiri dan dia tidak ingin Rizky ketakutan mendengar apa yang akan dia katakan pada wanita yang melahirkannya. Hanung tidak pernah mengungkit soal siapa ayah biologis Rizky bahkan pada Tina sekalipun, sekat itu berusaha dia kubur dalam-dalam selama ini, bersama aib istrinya yang berusaha dia ssmbunyikan rapat-rapat dari semua orang.

Hanung berdiri dan berjalan kearah Tina. Dia langsung menyeret Tina. Perempuan itu kaget dengan perubahan sikap Hanung. Muka suaminya itu sudah merah padam bagai tersiram air panas.

Hanung melemparkan Tina ke dalam kamar. Tina menjerit dan memegangi lengannya yang sakit karena kerasnya genggaman tangan Hanung.

"Kau kenapa, Mas?" Tina heran .

"Kau tadi pergi menemui Rama? Kau tidur dengannya?!" Hanung bertanya emosi. Tina hanya diam. Dia menunduk dan tidak bergeming.

"Aku kira kau sudah melupakannya, tapi kenapa kau masih berhubungan dengannya? Kau lupa janjimu?"

"Aku tidak bisa melupakannya, setiap aku memandang Rizky aku selalu ingat pada Rama," Tina menjawab lirih.

"Persetan dengan cinta! Kau bodoh? Kau tidak sakit hati padanya? Dia tidak ingin bertanggung jawab dan menyuruhmu untuk aborsi!"

"Tapi sekarang dia berubah." Tina masih memandang lantai kamarnya yang berwarna putih susu itu.

"Berubah? Suruh dia ceraikan Sofi dan menikahimu. Beranikah dia? Tak sadarkah kau bahwa kau hanya pemuas nafsunya saja?!" Tina memandang Hanung tak percaya, hatinya sakit saat Rama dijelek-jelekkan oleh Hanung.

"Jangan pernah anggap aku suamimu lagi, dan jangan pernah bermimpi untuk bisa aku sentuh. Silahkan kau teruskan ketololanmu itu sampai ibumu tahu dan akan menyesal mempunyai anak seperti kau!" Hanung meluapkan emosinya dan berjalan keluar kamar sambil membanting pintu. Malam itu, Hanung tidak pulang.

##############

Rini memandang rumah yang berhalaman lumayan luas, di halaman nampak beberapa pot tanah liat yang tidak jelas telah dijejali oleh tanaman apa. Remangnya malam membuat dia tidak bisa melihat dengan jelas. Rumah bercat putih itu nampah tersenyum ramah padanya. Padahal dia sedang tidak butuh senyuman penuh retorika macam itu. Dia hanya membutuhkan genggaman Hanung agar bisa siap menemui calon mantan ibu mertua laki-laki yang dicintainya itu. Itu harapan Rini.

SEMU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang