Suara sirine mobil polisi bergema di pelataran Asrama Vancouver Boarding School. Begitu juga dengan cahaya blitz kamera wartawan yang sibuk mengadakan liputan. Ntah bagaimana caranya berita meninggalnya Yumi begitu cepat tersebar. Sehingga kini di televisi pun sibuk menyiarkan berita breaking news.
Brakk...
Pintu kamarku terbuka secara terpaksa. Menghadirkan Sonia dan Raini yang berdiri di tengah pintu.
"Rose dan Lalisa dipanggil polisi." ucap Raini.
"Tenang saja kalian hanya dimintai keterangan" ucap Sonia.
Rose pun mengangguk dan kemudian berjalan menuju pintu. Namun, ia berhenti saat menyadari aku hanya duduk termangu di kasur dengan tatapan kosong. Rose pun berbalik badan dan menghampiriku.
"Lalisa, ayo!" ucap Rose sambil menarik lenganku.
Brakk..
Aku menghempaskan tangan Rose dengan kasar. Semua mata pun kini tertuju padaku. Kaget dengan reaksiku yang tak di duga.
"Kamu kenapa?" tanya Rose dengan nada bingung.
"Aku tak ingin kesana." ucapku dingin.
"Ha? Ayolah kita tidak dituduh sebagai pembunuh...."
Belum sempat Rose menyelesaikan perkataannya aku pun segera menyelanya.
"Aku tidak mau bertemu polisi lagi. Aku tidak mau dituduh lagi." ucapku dengan badan yang bergemetar hebat.
"Lagi? Apa maksudmu?" tanya Rose yang kini mulai bingung.
Aku pun memperhatikan sekitarku. Semua mata memandangku dengan aneh. Ya, tatapan itu lagi. Mereka pun mulai berbisik dengan kata-kataku yang terdengar begitu aneh. Tanpa berpikir panjang aku pun segera berlari keluar dari kamar. Ntah ke arah mana aku berlari yang jelas. Aku ingin pergi sejauh mungkin dari tatapan itu dan suara sirine yang begitu menyakitkan telinga. Yang membuatku kembali flashback terhadap Siva.
Setelah suara sirine itu tak terdengar lagi dari telingaku, aku pun segera berhenti berlari. Dan mendapati diriku sedang berada di taman sekolah. Memang agak menyeramkan berada di taman sekolah pada malam hari seperti ini.
Terus terang aku banyak melihat sosok makhluk mistis yang berkeliaran. Namun, bagiku itu lebih baik daripada harus melihat tatapan mata itu lagi.
Aku pun duduk di sebuah bangku taman yang menghadap air mancur. Aku memperhatikan air mancur itu dengan seksama. Begitu tenang ketika kau melihatnya.
"You can learn so many things from water"
Aku pun terkejut dan menoleh ke arah sumber suara. Aku melihat seorang anak laki-laki berdiri di sampingku.
"Ayolah, kalian tak usah menggangguku." ucapku dengan dingin.
"Kalian? Mengganggu?"
"Hantu sialan. Sudah ku bilang tak usah menggangguku" ucapku setengah berteriak.
"Hahahahahaha"
Anak laki-laki itu pun tertawa. "Sejak kapan hantu pintar berbahasa Inggris?"
Aku pun menatapnya heran. "Kau manusia?" tanyaku yang sudah jelas terdengar konyol ditelinganya.
"Boleh aku duduk disampingmu?" jawabnya balas bertanya, dengan logat yang aneh.
"Eh, kau sungguh manusia? Logat Indonesiamu terdengar aneh." ucapku heran yang baru menyadari kalau logat yang dia gunakan tidak seperti Orang Indonesia pada umumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ghostie
Horror[ Completed ] SEBAGIAN CERITA BERDASARKAN KISAH NYATA! Namaku Lalisa, aku bisa melihat apa yang tidak bisa kalian lihat. Aku kira jalan hidupku hanyalah sebagai anak indigo biasa. Tapi, ternyata aku lebih dari itu. Jalan hidupku lebih rumit. Sangat...