Darah

555 71 14
                                    

Aku melihat sekelilingku. Hutan yang gelap, tanpa adanya cahaya matahari. Ya, mimpi ini lagi. Telah lama aku tidak bermimpi seperti ini. Bahkan aku hampir melupakannya, karena banyaknya kejadian yang terjadi akhir-akhir ini.

Seperti mimpi sebelumnya, aku berjalan menyusuri hutan ini dan menemukan sebuah gubuk tua. Sebenarnya, sungguh aku tak ingin melangkah kemanapun saat ini. Aku hanya ingin duduk terdiam sambil menunggu waktunya bangun. Mungkin, aku termasuk salah seorang yang mengalami Lucid Dream. Namun, aku bukanlah orang yang ahli dalam mengendalikannya. Apa lagi membuat tubuhku terbangun seketika.

Seolah kaki ini tak mau berhenti bekerja, ia terus melangkah maju diluar kendali otakku. Ntah, kondisi ini bisa dijelaskan secara ilmiah atau tidak. Tanganku pun ikut bergerak semaunya, ia membuka pintu gubuk yang ada dihadapanku. Dan lagi-lagi pemandangan dihadapanku sekarang adalah seorang anak perempuan. Tapi, bedanya ia terduduk dilantai dengan posisi menghadap ke arahku. Aku tak bisa melihat dengan jelas wajahnya. Rambut panjangnya itu menutupi hampir semua bagian dari wajahnya.

"Biarkan aku mengambil alih"

Tiba-tiba ia bersuara. Bukan tawa yang menyeramkan, namun perkataan yang membuatku bingung.

"Biarkan aku bebas" ucapnya lagi.

"Kau ingin aku membantumu?" ucapku pada akhirnya.

Dia mengangguk sangat pelan.

"Caranya?" tanyaku lagi

Bukan jawaban yang kuterima, namun perlakuan anehlah yang kuterima. Dia kini berusaha melepaskan diri. Seolah ada talli yang tak kasat mata mengikat dirinya. Ia berusaha sekuat tenanga untuk melepaskannya. Namun, sepertinya usaha yang dia lakukan sia-sia. Ia pun menghentikan usahanya tersebut.

"Kau lihat? Seberapa kuat pun aku mencobanya. Ikatan ini tak akan mau terbuka." Ucapnya kemudian.

"Bagaimana aku mau membantumu. Kalau aku saja tak melihat benda apa yang mengikatmu." Ucapku.

Ia pun tersenyum sinis menanggapi ucapanku, lalu berkata "Bunuh dirimu."

"APA?" ucapku tak percaya mendengar ucapannya.

Bagai terkena hipnotis. Kaki ku pun berjalan mendekatinya. Aku berusaha sekuat tenaga untuk melawan kehendak gila dari kaki ini. Namun, sama seperti usahanya melepaskan tali, usahaku dalam menahan kaki ini pun juga sia-sia. Aku terus melangkah maju mendekatinya. Semakin dekat, hingga ketika kami hanya berjarak 30 cm kakiku pun berhenti.

Kini aku dapat memandangnya dari dekat.Tentunya bukan dari depan, melainkan dari atas. Namun, tetap saja dari sudut manapun aku melihatnya, orang ini terasa asing bagiku. Yang membuatku familiar hanyalah suaranya. Ya, suara nya begitu familiar di telingaku.

Kini pandanganku beralih ke belakang tubuhnya. Dan betapa terkejutnya aku melihat sebuah pisau yang tergeletak di depannya. Lagi-lagi sialnya tangan ku mulai bergerak ingin mengambil pisau tersebut.

"Oh, ayolah tangan sialan!" ucapku seraya melakukakan usaha mati-matian untuk menolaknya.

Sepertinya dewi fortuna tidak berpihak padaku. Tanganku kini berhasil meraih dan menggenggam pisau tersebut. Dan, kalian pasti bisa menebak apa yang dilakukan oleh tangan sialan ini sekarang. Dia mengarahkan pisau tersebut tepat di depan leherku. Sekali ayunan pisau tersebut pastinya akan merenggut nyawaku.

"BANGUN BODOH!"

Aku pun terbangun kaget. Ku pandangi sekelilingku, dan bersyukurnya aku telah terbangun dari tidurku. Aku pun melirik ke arah jam weker di meja belajarku. Waktu menunjukkan pukul 04.00 pagi. Sekali lagi aku memperhatikan sekelilingku. Dan mataku terpaku menatap Rose yang tertidur pulas di ranjangnya.

Dengan cepatnya, aku segera berdiri dari kasurku dan melihat ke ranjang atas. Tempat Chen dan Shifa berada. Sesuai dugaanku, mereka masih tertidur. Aku pun segera menyibak tirai jendela kamarku dan membuka jendela. Aku memperhatikan sekeliling, tidak ada satupun tanda-tanda kehidupan. Kecuali tanaman dan binatang.

"Lalu, siapa yang membangunkanku tadi?" tanyaku kebingungan.

Untuk memastikannya, aku sekali lagi memperhatikan keadaan sekitar. Kini mataku terpaku terkejut melihat pemandangan yang ada di 'papan pengumuman.'

Yumi.

Ia sedang duduk di bawah papan pengumuman. Memandangku dengan tatapan yang sama seperti sebelumnya. Aku pun segera menutup dan mengunci jendela kamarku. Dan berlari ke ranjnag Rose.

"Rose" ucapku sambil menggoncangkan tubuhnya.

Namun, bukan Rose namanya kalau ia tidak berubah menjadi 'kebo' saat malam hari.

"ROSE" ucapku kali ini dengan meninggikan suara.

"Itu siapa yang teriak-teriak?"

Aku pun segera menoleh ke atas. Dan melihat Chen sedang memandangiku dengan wajah ngantuknya.

"Chennnn"

Ucapku sambil berlari menuju tangga untuk naik ke ranjang atas.

"Ehh, kenapa kesini?" Chen pun kaget melihat tingkahku.

"Aku ingin tidur disini." Ucapku sambil membaringkan tubuhku di sisi ranjang bagian kanan.

"Eh? Sempit dong. Nanti kalau jatuh gimana?" ucap Chen kebingungan.

"Aku gak mau tidur sendiri."

"Emangnya kamu liat setan, sampai ketakutan tidur sendiri?"

"Iya"

Aku lihat Chen terheran dengan jawabanku.

"O..ok..oke. Kamu boleh tidur disini" ucap Chen yang kulihat ia mulai menampakkan raut wajah ketakutan juga.

"Oh, iya." Aku pun segera merebut guling dari pelukan Chen.

Sebelum Chen memprotes aku pun berbicara, "Aku tak bisa tidur tanpa ini"

"Ckk.. Dikasih hati minta jantung" gerutu Chen.

***

"Arrghh... Suara ribut-ribut apa sih?" ucapku kesal sambil turun dari ranjang atas.

Ya, pagi ini aku terbangun karena suara kebisingan. Ntah apa yang membuat asrama ini heboh pada pukul enam pagi. Apakah mereka tidak kasihan padaku yang terbangun dini hari karena mimpi yang aneh dan harus melihat hantu gentayangan. Oh, Astaga ini sangat melelahkan tahu. Setidaknya aku ingin memanfaatkan waktu sebelum sarapan pagi.

Aku pun membuka pintu kamar dengan kasar. Kulihat Orang-orang tengah berkumpul di depan kamar dua. Aku pun segera menghampiri kerumunan tersebut. Namun, tetap saja karena aku 'kurang tinggi' aku tidak bisa melihat apa yang mereka kerumuni.

Aku menepuk pundak Sonia pelan. "Ada apa?" tanyaku padanya.

"Ada tetesan darah di depan kamar 2" jawab Sonia.

"Siapa yang luka?" tanyaku lagi.

"Itu masalahnya. Gak ada yang terluka. Dan tetesan darah itu cukup aneh. Tetesan itu berada dari dalam kamar dua dan berhenti di depan pintu kamar dua. Kalau orang terluka harusnya bekasnya gak kayak gitu kan?" ucap Sonia.

Aku pun menerobos masuk ke dalam kerumunan itu. Dan benar saja apa yang dikatakan Sonia. Ada tetesan darah di depan pintu kamar dua. Dan cukup aneh memang.

Tess..

Suatu benda cair mengenai kulitku. Benda itu berasal dari atas. Aku pun memperhatikan cairan apa yang mengenai permukaan kulitku. Betapa terkejutnya aku. Cairan itu adalah Darah. Ya, setetes darah.

Aku pun mendongakkan kepalaku ke atas.

"AAAAAHHHH"

Aku terduduk lemas. Mataku terpaku menatap plafon yang kini terdapat sosok yang kulihat tadi pagi.

Yumi. Dia ada diatas sana.

***

Ghostie Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang