"Masuk!"
Aku didorong paksa memasuki sebuah ruangan. Ruangannya sangat gelap dan hanya ada sebuah lampu kecil yang meneranginya. Dibawah penerangan lampu tersebut ada sebuah meja dan dua buah kursi yang di letakkan saling berhadapan.
Ruang Interogasi.
Aku tak menyangka sama sekali. Tempat yang hanya dapat kulihat dalam film-film, kini terpampang jelas di mataku. Bagaikan mimpi saja.
Krieet...
Pintu ruang interogasi terbuka. Tiga orang polisi memasuki ruangan. Dan ya, aku mengenal salah satunya. Siapa lagi kalau bukan ayahku. Aku hanya menatapnya dengan kosong.
"Duduk!" ucap salah seorang dari mereka.
Dengan langkah yang gontai aku pun duduk di salah satu bangku. Polisi yang tadi menyuruhku untuk duduk, kini sudah berada di hadapanku. Dibawah penerangan lampu, aku bisa melihat dengan jelas namanya. 'Cooky' nama itu tersemat jelas di bajunya.
"Nama?" tanya polisi yang bernama Cooky tersebut.
"Sebelum anda bertanya, saya ingin bertanya terlebih dahulu," ucapku.
"Silahkan."
"Kenapa anggota kepolisian bisa ada di sekolah saya?" tanyaku serius.
"Ada yang melaporkannya."
"Siapa?" tanyaku penasaran.
"Maaf saya tidak bisa memberi tahunya."
"Apa?!" ucapku kesal sambil memukul meja dengan kencang.
"Anda tahu? Orang itu kemungkinan besar pelakunya. Kenapa saya tidak boleh tahu? Ha?!" emosiku mulai meningkat.
"Sudah jelas andalah pelakunya. Kenapa masih mengelak? Pelapor tetaplah pelapor. Pembunuh tetaplah pembunuh!" ucap polisi itu dengan menekankan pada kata terakhir.
"Anda punya bukti?" tanyaku.
"Tes sidik jari pada barang bukti yang ditemukan di dekat korban, bisa membuktikannya."
"Emang cuma sidik jari saya doang yang ada di sana?" tanyaku.
"Silahkan dilihat," ucapnya sambil memberikan sebuah amplop berwarna coklat.
"Apa ini?" tanyaku.
"Hasil tes sidik jari pada barang bukti yang ditemukan di dekat korban" jawab polisi tersebut.
"Ha? Sejak kapan saya melakukan tes?" tanyaku kaget.
"Waktu dimobil polisi, apakah kamu ingat tangan kamu di scan?"
"Oh, ya." Aku hanya menatap malas ke arah lantai.
Memang waktu di mobil polisi, ayahku tiba-tiba menarik tangan ku dan men-scan semua jariku menggunakan alat yang kecil. Ketika aku bertanya dia hanya diam.
"Sampel sidik jarimu diambil pada waktu itu. Dan itulah hasilnya."
"Secepat itu?" ucapku tak percaya kalau hasil tesnya akan keluar secepat itu.
"Ya!" jawabnya singkat.
Aku terdiam sejenak. Lalu, membuka isi amplop tersebut. Aku menghela nafas pasrah, ketika mengetahui hasilnya. Sidik jariku merupakan satu-satunya yang ada pada pisau tersebut.
"Bisa ceritakan, apa alasan kamu membunuhnya?"
"Bantu aku!!"
Aku begiu terkejut ketika mendegar sebuah suara berdesis lembut ditelingaku. Sebuah sosok pun muncul dari balik tubuh polisi tersebut. Aku bisa melihat dengan jelas wajahnya sangat pucat. Ada sebuah luka goresan pada bagian pipi nya.
Seketika aku ingin menjerit, namun sosok tersebut mengangkat jari telunjuknya ke depan mulutnya. Seakan mengisyaratkan aku untuk tidak menjerit. Aku mengangguk pelan. Makhluk tersebut pun tersenyum dan kemudian menghilang dari pandanganku.
"Jadi, kamu setuju menceritakan alasan dan kronloginya?" tanya polisi tersebut.
"Apa? Tapi, aku tidak membunuhnya!" ucapku.
Polisi tersebut menghela nafas sejenak.
"Kami harus menghubungi orang tuamu. Beritahu kami nomor teleponnya," ucapnya.
"Tak perlu repot-repot. Ayahku ada disini," ucapku.
"Oh, ya?"
"Maksudmu?"
Aku hanya mengangkat kedua bahuku. Tak ingin menjawab lebih lanjut.
"Apa maksudnya ini inspektur?" tanya polisi di hadapanku.
"Hubungi saja ibunya. Saya tidak pernah punya anak seperti dia, Anak saya sedang kuliah di luar negeri," ucap ayahku.
Aku memandangnya dengan raut wajah tak percaya. Kini aku melangkahkan kakiku kehadapannya. Menuntut penjelasan lebih lanjut, tentang maksud perkataannya. Namun, bukanlah jawaban yang keluar dari mulutnya melainkan sebuah perintah.
"Bawa dia ke ruang tahanan sementara, interogasi akan dilanjutkan besok!" ucap ayahku sambil keluar dari ruangan.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Ghostie
Horror[ Completed ] SEBAGIAN CERITA BERDASARKAN KISAH NYATA! Namaku Lalisa, aku bisa melihat apa yang tidak bisa kalian lihat. Aku kira jalan hidupku hanyalah sebagai anak indigo biasa. Tapi, ternyata aku lebih dari itu. Jalan hidupku lebih rumit. Sangat...