Book Best seller

12.6K 318 19
                                    

Aku sekarang tengah membuka sebuah surat. Aku ragu, tapi tanpa sengaja surat itu jatuh dari lembarannya dan tertulis kalimat super besar "GAGAL".

Aku benci kalimat itu. Aku membolak-balik komputer, menatap tajam pada komputerku. Aku bahkan tak bisa menghitung berapa kali penolakan naskah pada ceritaku, mungkin tak terbayangkan.

Aku membanting buku di depanku, tidak sengaja buku tua menyebalkan itu mengenai Sarah Blonsom, teman kosanku.

"Sarah ?"aku mendongak kaget dan melihat Sarah menatapku sinis. "Kau! Dasar! Megan."

Sarah mengejarku, dia berlari membawa sendok sup. Sayangnya, tidak semudah itu menghindari Sarah. Dia dengan mudah menangkapku.

"Kau tak akan lari, mungkin sebelum kau menerima hukuman." Ujar Sarah. Dia menarikku dan menyuruhku menggantikan tugasnya dalam memasak. Lalu, dia akan bersantai di kamarnya dan menikmati dandanan wajahnya.

"Sarah!"panggilku dari arah dapur. Tidak ada yang salah dariku, hanya masakan gosong yang tersedia. Maksudku, Sarah pasti sudah lupa kalau aku tidak bisa masak.

Sarah menepuk dahinya. "Ah, seharusnya aku tidak memberimu tugas memasak."

Aku terpaksa membayar kerugiannya. Lagi pula, jika ini adalah kesalahan, maka harusnya itu kesalahan Sarah. Mengapa dia membiarkan aku masak ? Bukankah harusnya dia tahu kalau aku bahkan tidak bisa menggoreng ?

Saat ini aku baru keluar dari kamar mandi menuju meja makan. Dia melirik dengan tatapan aneh.

"Ada apa denganmu, Megan ? Kau tak biasanya," Ujar Sarah.

"Biasa saja," Jawabku enteng." Cuma membaca Surat."

Sarah menatapku dengan tatapan datar yang menusuk. "Kau yakin, Megan ?"

"Apa ?" Aku menoleh kearahnya, tidak terlalu senang karena ia menyelaku. "Ya, barangkali sudah ke 50 kali kuterbitkan novel. Tapi kau jelas tahu apa yang terjadi, bukan ?"

Aku jelas tidak menyukai pertanyaan itu. Siapa yang menyukainya jika kegagalan yang semata-mata bukanlah kunci kesuksesan selalu menghantui. Ya, kau hanya perlu diam saja.

Lalu Sarah akan mendorong sebuah piring yang berisi makanan, lalu berkata."Hei! Makanlah dulu, kau akan sakit jika kau sakit. Akukan yang repot."

Aku tertawa pelan. Jelas, aku mengetahui kebiasaan temanku satu ini, Sarah Blonsom, yang selalu memberikan dukungannya padaku.

Aku dan Sarah berangkat kerja setiap hari. Kami sama tempat kerja. Bekerja di tengah kota itu kadang merepotkan. Kami selalu naik bus dengan orang yang banyak di dalamnya. Dan, tiba di kantor yang berantakan.

"Sarah, kau bisa duluan. Aku harus membeli kopi dulu," aku melambaikan tangan menunju toko kopi favoritku.

Tiba-tiba aku mendengar seseorang memanggilku. "Megan."

Aku menoleh dan menemukan seseorang, dia Lucky Kertty. Aku menjulukinya sebagai pria penyuruh karena pria itu sudah beribu kali meminta tolong pada seseorang. Dia berpura-pura seakan dirinya memiliki banyak urusan, padahak dia bisa saja pulang atau pergi semaunya.

Aku berbalik, berpura-pura tak melihatnya. Tapi mata Lucky yang mengkilat tidak bisa berbohong. Dia memegang pundakku, lalu membuatku menengok.

"Megan ?" Aku menoleh pada panggilannya.

"Iya,"jawabku ragu.

"Megan ?"Lucky menggulurkan kartu ke arahku.

"Aku tak bisa menghadiri acara penerimaan penulis koran tingkat junior ini,"ujarnya."Mungkin sangat cocok untukmu, tapi sepertinya menarik."

My Life Has Moments(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang