community Jurnalistik

707 67 1
                                    

Aku memasang alarm jam 5 dan aku berharap akan bangun lebih cepat dari sebelumnya. Namun, ketika aku hendak menutup mata, aku merasa ada getaran penuh. Aku pikir ini semacam rasa sakit badan karena pegal akibat olahraga. Aku harus membuka mata selama dua jam lebih sejak jam 10, hanya karena mataku tidak lelah.

Ini mirip seperti orang menyedihkan yang hampir tidak bisa terbangun dan, aku pikir begitu ketika membuka mataku. Aku merasa napas yang berdeguh terasa dan aku benar-benar khawatir saat melihat jam. Ini sudah jam 06.30, jika aku telat ini sama dengan aku telah membuang kertas undangan yang diberikan Reinhart semalam.

Aku bergegas bangkit dari ranjang. Percaya atau tidak, tetapi aku hanya memakai semprotan parfum untuk pakaian dan memilih baju yang terbaik untukku. Lalu, dengan cepatnya, aku mengambil roti di atas meja selagi Sarah tidak melihatku mengacaukan susunan roti miliknya.

Aku pikir aku bisa kena hukuman jika dia melihat apa yang aku lakukan tadi. Jadi, aku cepat-cepat bergegas keluar dari rumah ketika dia menoleh kearah berlainan. Sebenarnya, ini lebih mirip dengan seorang anak yang kabur dari rumah tanpa memberi tahu ibunya. Sangat mirip.

Saat aku keluar, aku bisa merasakan kalau aku benar-benar sedang dalam mood baik. Aku menyadari kalau jantungku berdetak terlalu cepat, napasku tergesa-gesa. Begitu aku menemukan mobil berwarna putih milik Reinhart, aku bergegas masuk kedalamnya. Mirip seperti orang yang akan pergi ke pesta khusus. Dan, aku menemukan Reinhart dengan pakaian yang sangat rapi.

Terlalu tampan, aku pikir begitu.

Aku pikir dia akan memujiku. Aku selalu berharap begitu dan, aku punya harapan kalau harusnya dia memujiku. Keberhasilan menulis kemarin, harusnya dia memujiku. Sayangnya, dia hanya diam, tidak berkata apa-apa.

"Kau rapi sekali." Aku memuji. Dan, berharap aku juga dipuji sama. Tapi harapanku telah dihancurkan oleh lelaki tidak berterima kasih sepertinya. Dia menghinaku..., dan aku pikir ini masuk dalam pengejekan. Ya..., dia melanggar HAM, harusnya dia dituntut.

"Hn..., ya," katanya biasa saja, lalu dia menoleh dari bawah kaki sampai atas kepala. "Kau terlalu norak."

Sialan, aku benar-benar ingin membunuh sekarang. Barangkali, jika aku minta dia singgah di tempat sepi dan membunuhnya, mungkin orang lain tidak akan tahu kalau aku adalah pembunuhnya. Atau, paling tidak, aku harus menuntut atas pujian yang tidak membuatku nyaman atas kendala yang dia ucapkan. Dia melontarkan kalimatnya dengan sembarangan. Dan, harus dia tidak boleh mengatakan kalimat sejujurnya.

ASTAGA! Aku benar-benar membencinya!

Aku menatapnya dengan penuh amarah, lalu aku meneriakinya karena tidak tahan. "Ya, kau benar sekali, Reinhart. Aku wanita yang norak, lalu aku juga yang mengataimu brengsek, sebab kau merusak lipstikku gara-gara klakson! Kau lelaki yang paling terburuk yang pernah aku temui seumur hidupku!"

Aku tidak tahu, tetapi mulutku benar-benar terceplos asal-asalan. Dan, aku pikir harusnya aku segera menyembunyikan wajah malu dari pandangannya. Dia pasti akan memalukanku atau paling tidak, dialah yang akan menuntutku.

Dia terkekeh, mengejutkanku. "Tidak, kau benar soal itu, Megan. Tapi..., aku tidak mengira kau berani katakan dengan jujur sambil meneriakiku."

"Apa?!" aku hampir berteriak ketika aku berucap.

"Tentu, ya," katanya, tersenyum mempersona.

"Ayo kita masuk." Dia berucap, menarik tiba-tiba tanganku.

Tunggu..., Apa artinya ? Dia menyukaiku, bukan ? Ya, Tuhan! Selamatkan aku dari lelaki ini!

Reinhart masuk ke sebuah aula. Lebih mirip tempat berpesta, tetapi ada meja bundar yang bersusun di setiap barisnya. Ada panggung di ujung depan, MC sedang bersiap disana. Sponsor dari acara ada di sebelah kanan panggung, memamerkan produknya.

My Life Has Moments(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang