Mom And Dad

1.6K 108 2
                                    

Pertama, aku berjanji tidak akan mengikuti orang lain kemana pun. Aku tidak tau bertapa luar biasanya hal yang aku alami saat ini. Untuk dua puluh menit berlalu, Seyni selalu menempel di sampingku. Kedua, Reinhart, orang yang mengundang bahkan tidak bertanggung jawab. Dia tidak bisa membujuk Seyni untuk bungkam. Sebenarnya, aku juga tidak tahu bagaimana menjadi Reinhart. Tetapi, aku juga tidak mau tetap berada di samping Seyni.

"Kita makan, lalu pergi," kata Reinhart mengarahkan tatapannya padaku dan Seyni secara bergantian. Dan, aku sama sekali tidak tahu artinya, yang aku tahu barangkali dia akan memberiku kelonggaran dan mengirimku kerumah orangtuaku.

Dan, kini Seyni duduk di salah satu bangku di sampingku. Dia tersenyum lagaknya seorang kakak yang baik. Tidak, aku pikir dia bukan salah satu kakak yang hebat, melainkan gila. Sedangkan, Reinhart duduk di kursi ujung. Dia kaku, tetapi mencoba tenang

"Jadi, apa yang akan dilakukan besok ?" Seyni bertanya, seakan mewawancarai. Dia mengambil secangkir kopi Cappucino di meja dan menengukkannya, lalu memandang kearahku dan Reinhart. Dan, aku benar-benar tidak menyukai tatapan lekasnya itu ketika menghirup kopi. Dia tajam.

"Hn..., Aku harus bertemu Mrs. Lie, lalu paman Sam. Kami akan berbicara mengenai suatu hal bisnis..., Mungkin bernegosiasi menjadi penyumbang atau sponsor perusahaan," jelas Reinhart menaruh daftar pertemuan di hadapan Seyni. "Dan, itu daftarnya."

Aku duduk dengan gelisah, aku takut kalau barangkali Seyni tidak memperbolehkanku untuk pulang. Secara tidak langsung, aku sebenarnya sangat tidak menyukainya. Dia seenak jidatnya bertanya, maksudku ini bukan hanya soal pertanyaan. Jika saja bukan karena dia seorang kakak, aku tidak akan bermain kata panjang dengannya.

Aku yakin cuma satu jawaban agar dia mengiyakan. Aku akan berucap pura-pura, seolah orangtuaku sudah menunggu di rumah.Aku bergemih, seakan membentuk wajah sedih.
"Hn..., Sepertinya saya harus pulang sekarang. Orangtua saya dirumah sudah menunggu," kataku dengan nada se-gelisah mungkin.

"Benar," ujar Reinhart lekas berdiri. "Dia pasti harus pulang sekarang, Seyni. Dia sudah lima tahun tidak bertemu orangtuanya sejak dipindah ke Amerika."

Bagus, jalankan dengan baik rencananya. Dan, aku hanya perlu keluar dan bebas dari penjara gila. Aku tidak mau kalau aku menjadi tidak waras begitu bertekad melawan ketegangan antara aku dan Seyni.

"Baik," katanya dengan nada rendah. "Saya rasa dia memang harus pulang. Jadi, Reinhart, sebagai adikku yang baik. Kau harus bertanggung jawab membawanya pulang ke rumahnya."

"Baik." Balas Reinhart langsung melangkah pergi dan aku tersenyum, mengikutinya. Tentu, aku senang sekali pada akhirnya dia menyuruh aku pergi. Lagi pula, aku tidak mungkin menjadi orang yang melanggar norma kesopanan karena ketegangan, bukan.

Saat kami beranjak di dalam mobil, Reinhart menoleh padaku. "Kau tidak kerepotan ?" Dia bertanya.

Aku menggeleng. "Tentu, aku sangat senang bertemu kakakmu." Bohongku. Dan, sebenarnya aku sangat membenci kakaknya. Dia benar-benar tajam.

Beberapa menit kemudian, mobil sudah tiba di suatu rumah. Dan, aku sudah sampai di rumah orang tuaku. Tidak banyak yang berubah, hanya sebagian besar. Dan, kenyataan Reinhart berbohong pada kakaknya tadi—hal yang nyata, aku tidak pergi sekali 5 tahun ke rumah orangtuaku, melainkan beberapa bulan sekali.

"Seneng bertemu kakakmu. Dan, sampai jumpa," aku katakan padanya begitu, lalu dia pergi dengan buru-buru—mirip seperti orang yang melihat selama 1 detik, lalu menghilang. Dan, aku masuk kedalam rumah setelah enam bulan lamanya.

Aku menemukan ibuku untuk pertama kalinya, dia sedang duduk di meja makan. Dia membaca majalah fashionable harian dari The Shonet. Ngomong-ngomong, ibuku adalah seorang fashion sytle dan desainer. Dia mengembangkan banyak baju dan membuka cabang di beberapa tempat Mexico. Dan, namanya Liana Petty, setengah berketurunan bangsawan Mexico dan Amerika. Orang-orang menjulukinya sebagai fashion si mata tajam. Dan, karena satu-satunya yang bertahan dari pikatan matanya, hanyalah ayah. Dan, mungkin itu alasannya dia menikah dengan ayahku.

My Life Has Moments(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang